Ahlus Sunnah itu sayang dengan darah kaum muslimin. Meskipun telah tertumpah darah, tapi berusaha agar darah yang tertumpah tidak semakin banyak.
Abul Harits bercerita, "Aku bertanya ke Abu Abdillah (Imam Ahmad) mengenai perkara yang terjadi di Baghdad, dan bahwa sekelompok orang bertekad ingin memberontak.". Aku tanyakan padanya: Wahai Abu Abdillah, apa pendapatmu tentang mereka yang mau memberontak?"
Maka Imam Ahmad pun mengingkarinya dan berkata:
"Subhanallah! Darah.. Darah.. Aku tidak setuju! Dan aku tidak pula memerintahkan demikian! Sabar di atas apa yang saat ini kita alami, lebih baik daripada fitnah tertumpahnya darah, dan dijarahnya harta benda, dan terlanggarnya kehormatan kaum muslimin.. Apakah engkau tidak tahu apa yang dialami manusia di masa lampau ketika masa-masa fitnah (pemberontakan)?
Maka Abul Harits pun bertanya: "Bukankah saat ini kita juga sedang dalam masa fitnah wahai Abu Abdillah?"
Imam Ahmad menjawab:
"Meskipun itu fitnah, tapi itu fitnah khusus (terbatas pada sebagian orang).. Jika sudah terjadi pemberontakan, maka fitnah itu akan meluas (meliputi semua orang), dan jalan-jalan akan terputus.. Sabar di atas hal ini lebih baik, yang penting agamamu selamat..
Maka Al Harits pun menyimpulkan bahwa beliau betul-betul mengingkari rencana pemberontakan ini, dengan perkataan beliau: "Darah.. darah.. Aku tidak setuju dan aku tidak memerintahkannya"
[Selesai nukilan]
Artinya, jangan sampai Engkau berbicara menuntut darah yang tertumpah, tapi perilakumu ternyata memicu pertumpahan darah yang lebih besar disebabkan kata-katamu yang provokatif.
Semua harus berdasarkan keyakinan, kepastian, ilmu dan bashirah, bukan emosi semata dan ketergesa-gesaan.
Ustadz Rustiyan Ragil putradianto