Manhaj Ghuluw yang berkaitan dengan Penguasa (Part 2)
Sebagaimana diketahui bahwa di antara cara merealisasikan prinsip ini menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah: Menyatukan hati antara rakyat dan penguasa, yaitu dengan mengingatkan rakyat tentang hak-hak penguasa dalam didengar dan ditaati, dan menjalankan kewajiban untuk menasehati mereka secara empat mata sebagaimana diajarkan dalam hadits, dan mengingkari kemungkaran tanpa menyinggung person pemerintahan dan yang selain mereka atau di bawahnya, dan menahan rasa tidak nyaman karena hal itu, memerintahkan manusia untuk sabar atas kezhaliman penguasa kalau memang ada, dan melarang mereka dari memecah barisan persatuan dan memisahkan diri dari penguasa, mengingatkan mereka akan dalil-dalil ancaman yang keras ketika menyelisihi dan memisahkan diri dari penguasa, dan melarang mereka dari segala bentuk penentangan dan revolusi walaupun hanya dengan kata-kata yang membara dan provokatif. Ini adalah jalan para salaf.
Oleh sebab itu, ketika orang-orang yang ingin menggulingkan khalifah Al Makmun karena dipaksakannya paham kufur bahwa Al Quran adalah makhluk, Imam Ahmad berkata kepada mereka: "Wajib bagi kalian untuk mengingkarinya dengan hati kalian (yakni membencinya, pent), akan tetapi jangan menarik tangan kalian dari ketaatan kepadanya, dan jangan memecah barisan kaum muslimin, dan jangan tumpahkan darah kalian sendiri dan darah kaum muslimin bersama kalian. Pikirkanlah akibat yang akan timbul dari perbuatan kalian. Dan bersabarlah, sampai orang yang baik bisa beristirahat, atau diistirahatkan dari orang yang jelek. Beliau juga mengatakan: Pemberontakan ini tidak dibenarkan, dan menyelisihi atsar (sunnah)".
Begitu pula ketika Al Hasan Al Bashri berfatwa kepada seseorang tentang larangan memberontak kepada Al Hajjaj, orang ini menjawab: Wahai Al Hasan, yang aku tahu, engkau mengatakan hal buruk tentang dia, dan tidak suka juga dengan perilakunya? Beliau menjawab: Demi Allah, saat ini aku malah lebih lagi memandang jelek akan dirinya, dan lebih marah kepadanya, dan lebih mencelanya. Akan tetapi perlu engkau ketahui, semoga Allah memaafkanmu, bahwa kezhaliman para raja adalah hukuman dari Allah, dan hukuman-Nya tidaklah dihadapi dengan pedang akan tetapi dengan bertaqwa kepada-Nya, dan dicegah dengan doa dan taubat serta kembali kepada Allah serta berhenti melaukan dosa-dosa".
Dan ketika para salaf khawatir terjadi pemberontakan terhadap penguasa mereka, ketika tersebarnya pembicaraan buruk tentang mereka, serta kemungkaran mereka, kadangkala para salaf mengingatkan manusia akan kebaikan-kebaikan pemimpinnya dalam rangka mencegah kerusakan yang disebutkan di atas, yang dikhawatirkan akan berujung pada pemberontakan, dengan menceritakan kebaikan-kebaikan. Di antara kisahnya, adalah Al Hasan Al Bashri ketika ditanya tentang Al Hajjaj, dan ketika itu sudah ada tanda-tanda akan terjadi revolusi, maka Al Hasan menjawab: "Dia membaca Al Quran, dan menasehati dengan nasehat kebaikan, dia memberi makan orang, mengutamakan kejujuran, dan menghancurkan orang-orang sombong.". Maka orang-orang pun bertanya kepada beliau: "Lalu apa pendapatmu jika ia diberontak?" Beliau menjawab: "Bertakwalah kepada Allah, dan Allah akan menghentikan kezhalimannya untuk kalian."
Inilah manhaj salaf dan inilah jalan mereka.
....
Ust ristiyan Ragil putradianto