Kumpulan faedah fikih Syafi'i dari Hasyiah al-Baajuri (3)_bab Air
1️⃣Air musta'mal adalah air bekas digunakan untuk thaharah yang harus dilakukan, baik berdosa atau tidak ketika meninggalkannya, baik sebagai ibadah atau tidak thaharah tersebut.
Dari pengertian ini, termasuk air musta'mal adalah bekas wudhu anak kecil meskipun belum tamyiz semisal anak yang di wudhukan oleh walinya untuk thawaf karena harus dilakukan agar sah thawafnya meskipun tidak dosa jika ditinggalkan. Demikian pula termasuk air musta'mal, air bekas mandi wanita kafir ( ahlu kitab ) setelah selesai dari haidnya agar suaminya yang muslim halal melakukan jimak dengannya meskipun mandinya wanita ahlu kitab tsb bukan sebagai ibadah.
2️⃣Diantara syarat air dikatakan musta'mal :
✔️air tersebut sedikit ( kurang dari dua kulah / sekitar 200 liter ) sehingga tidak ada air musta'mal jika airnya dua kulah atau lebih.
✔️bekas digunakan untuk mengangkat hadas yaitu basuhan pertama saat wudhu dan saat mandi wajib atau bekas menghilangkan najis. Dari sini kita ketahui air bekas basuhan kedua dan ketiga untuk wudhu tidak dikategorikan air musta'mal, demikian pula air bekas mandi sunnah seperti mandi untuk shalat jum'at atau air bekas mandi wajib basuhan kedua dan setelahnya.
✔️air sudah berpisah dari anggota wudhu karena belum selesai sehingga air yang masih bolak-balik pada anggota wudhu tidak dihukumi musta'mal.
3️⃣Air musta'mal jika digabungkan satu sama lain sehingga mencapai dua kulah, maka berubah menjadi air suci dan mensucikan, tidak musta'mal lagi meskipun setelah dipisahkan, kembali pada ukuran kurang dari dua kulah.
4️⃣Jika seorang yang punya hadas mencelupkan diri ke dalam air yang sedikit dengan niat wudhu, maka terangkat hadasnya dan air tersebut tidak dihukumi musta'mal selama tubuh belum berpisah dengan air.
5️⃣Seorang yang berwudhu dengan air yang sedikit dengan cara mengambil dengan tangannya dari wadah ( misal air satu gayung dipakai untuk wudhu dengan cara air diambil dengan tangan ), agar air tidak menjadi musta'mal maka diharuskan niat ightiraf ( niat menjadikan tangan sebagai ciduk/ niat menciduk ) ketika sudah selesai membasuh muka dan ingin membasuh tangan. Jika tidak niat ightiraf maka air di dalam gayung berubah menjadi musta'mal karena ketika memasukkan tangan ke dalam air otomatis teranggap membasuh tangan karena urutan setelah membasuh wajah adalah membasuh tangan. Perkara ini termasuk rumit dan berat untuk orang awam sehingga tidak mengapa jika mengikuti pendapat al-Ghazali yang mengatakan tidak wajib niat ightiraf.
6️⃣Air musta'mal juga bisa berasal dari bekas menghilangkan najis. Gambarannya, benda yang terkena najis disucikan dengan cara diguyur dengan air, maka air bekas untuk mensucikan benda mutanajis tsb dihukumi musta'mal dengan syarat :
✔️air yang mendatangi najis (misalnya air kran diguyurkan ke benda mutanajis), bukan sebaliknya, najis yang mendatangi air ( misalnya benda najis dimasukkan dalam wadah berisi air yang sedikit )
✔️air bekas tsb tidak mengalami perubahan salah satu dari tiga sifat ( rasa, warna, bau )
✔️benda mutanajis tsb sudah berubah menjadi suci
✔️air bekas tersebut beratnya tidak bertambah. Hal ini dapat diketahui dengan cara mengetahui terlebih terlebih dahulu (1)berat air sebelum digunakan, (2) perkiraan berat air yang diserap oleh benda mutanajis ( semisal kain ) dan (3)perkiraan berat kotoran non najis yg dilepas oleh kain. Contoh,
-berat air awal : 10 kg
-air yg diserap kain : 2 kg
-berat kotoran yg dilepas kain 1 kg
Jika berat air bekas 9 kg, berarti air tidak bertambah beratnya karena berat awal dikurangi air yg diserap menjadi 8 kg dan setelah ditambah berat kotoran menjadi 9 kg. Jika berat lebih dari 9 kg berrti ada penambahan berat yang menjadi indikator najis.
Jika syarat-syarat di atas terpenuhi, maka air bekas menghilangkan najis tersebut dihukumi muata'mal, suci tapi tidak bisa mensucikan. Namun jika syarat tersebut tidak terpenuhi, maka air tersebut dihukumi najis.
Allahu a'lam.
Semoga bermanfaat...
#Daurah Fathul Qorib
#Belajar bersama
#Ma'had Darussalam
Ust agus Waluyo