Jumat, 31 Juli 2020

JANGAN TIRU AKU Bag: 1

Malik Bin Dinar bercerita,:

Di saat aku sedang thawaf mengelilingi Ka'bah, aku takjub dengan banyaknya jumlah jamaah haji dan orang yang melakukan ibadah umrah, aku pun bergumam dalam hatiku: 
Alangkah senangnya jika aku bisa tahu mana orang yang hajinya maqbul biar aku beri dia selamat dan orang yang hajinya ditolak lantas aku takziahi dia.

Malamnya aku bermimpi, seakan ada seseorang yang berkata: 
Wahai Malik bin Dinar engkau berfikir tentang keadaan para jamaah haji dan umrah, sungguh Allah telah mengampuni seluruhnya, anak kecil atau besar, laki-laki ataupun perempuan, hitam atau putih, arab atau ajam kecuali satu orang lelaki, karena Allah sangat marah kepadanya dan ditolak hajinya.

Malik berkata: Aku tidur malam itu dalam keadaan gelisah yang tidak mengetahuinya kecuali Allah, karena aku takut akulah lelaki yang dimaksud dalam mimpi.

Pada malam berikutnya, aku bermimpi dengan mimpi yang sama, namun orang itu berkata bahwa aku bukanlah lelaki yang dimaksud, tapi yang dimaksud adalah lelaki dari khurasan dari kota bernama Balakh dikenal dengan nama Muhammad bin Harun Al Balakhi, Allah sangat marah dengannya dan hajinya tidak diterima.

Keesokan harinya, aku pergi menuju pemondokan haji kabilah-kabilah yang berasal dari Khurasan, aku bertanya: 

Adakah diantara kalian jamaah haji dari Kota Balakh?

Mereka menjawab: Yah ada, maka aku ditunjukkan tempat pemondokan jamaah haji dari Kota Balakh, dan akupun bertanya: Adakah diantara kalian lelaki yang bernama Muhammad bin Harun?

Mereka menjawab: 
Wahai Malik engkau menanyakan orang paling ahli ibadah dan ahli zuhud di Khurasan.

Akupun terheran membandingkan jawaban mereka dengan apa yang aku dengar dalam mimpiku, akupun meminta kepada mereka:
Tunjukkan kepadaku dimana dia?

Merekapun menceritakan: Bahwa selama 40 tahun dia berpuasa di siang hari, shalat malam di malam Hari, dan tidak tinggal melainkan ditempat kumuh, kami kira dia sekarang berada di daerah terpencil itu dipojok Makkah.

Akupun bergegas menuju ke tempat yang diberitahukan kepada ku, akupun melihatnya seseorang dalam keadaan tangan kanan terputus, menggantung terikat pada lehernya, dalam keadaaan ruku dan sujud, demi mendengar bunyi gesek kakiku, dia pun menoleh dan bertanya: Siapakah anda?
Aku jawab: Malik bin Dinar.

Dia bertanya: Wahai Malik ada apa gerangan kau datang kemari?

Aku jawab: Aku bermimpi.

Dijawab: ceritakanlah mimpimu.
Aku jawab: Aku malu menceritakan mimpiku kepadamu.

Di berkata: Jangan malu,

Maka kuceritakan mimpiku selama dua hari terakhir, diapun menangis lama, kemudian dia berkata: Wahai Malik mimpi ini selalu berulang untukku semenjak 40 tahun yang lalu, setiap tahun datang kepadaku orang ahli zuhud seperti mu, memberitahukan bahwa aku termasuk ahli neraka.

Aku bertanya: 

Apakah ada dosa besar yang kamu lakukan antara dirimu dengan Allah?
Dijawab: Yah dosaku lebih besar dari luasnya langit dan bumi.

Aku berkata: 
Tolong beritahukan aku ceritamu agar aku bisa memberitahukan manusia agar tidak melakukan dosa semisalnya.

Jawaban Muhammad Bin Harun berlanjut...
Ustadz berian muntaqo Fatkhuri lc Ma 

Seandainya orang yang tidak tahu diam tentu ia akan istirahat dan membuat orang lain juga beristirahat, akan sedikit kelirunya dan akan banyak benarnya.

Berkata al Mizzy rohimahulloh: 
"Seandainya orang yang tidak tahu diam tentu ia akan istirahat dan membuat orang lain juga beristirahat, akan sedikit kelirunya dan akan banyak benarnya." 
(Tahdzibul Kamal 2/324)
Al hujjah 

HARI-HARI TERBAIK DUNIA(Hari Nahar dan Hari Qarr)

🗓 HARI-HARI TERBAIK DUNIA
(Hari Nahar dan Hari Qarr)

Kalau kita ditanya; "hari apa yang paling agung disisi Allah?"

Maka jawablah: "Hari Nahar (yaitu hari raya Idul Al Adha/10 Dzulhijjah)"

Lalu, hari apakah yang paling agung disisi Allah setelah hari Nahar?

Maka jawablah: " Hari Qarr (yaitu hari dimana para jamaah haji menetap dan bermalam di Mina pada tanggal 11 Dzulhijjah)"

Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Qurath, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

إنَّ أَعْظَمَ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ
"Sesungguhnya hari yang teragung di sisi Allah tabaraka wa ta'ala adalah hari Nahr (Hari Raya Kurban), kemudian hari Qarr"

📚HR. Abu Daud 1765, An Nasa'i didalam As Sunan Al Kubro 4098, dan di Shahihkan oleh Al Imam Al-Albani.

Para ulama kita menjelaskan bahwa hari Nahar (Idul Adha) adalah hari terbaik dunia secara mutlak dan ia lebih utama dari idul Fitri. Karena hari idul adha adalah hari haji Akbar, dan juga pada hari idul adha terkumpul padanya ibadah-ibadah agung dan mulia yang tidak terkumpul dihari-hari lain. Terdapat padanya ibadah shalat, shadaqah, menyembelih, haji, mabit di Muzdalifah, melempar jumrah aqabah, menggundul habis atau memendekkan rambut bagi jamaah haji, thawaf ifadhah dan ibadah lainnya.

Berusahalah untuk menjadi pribadi yang baik pada hari-hari terbaik. Karena Allah itu Maha Baik, dan tidak menerima melainkan yang baik-baik.

Wallahu a'lam.

Yami Amanda Cahyanto 
✒Bumi Lancang Kuning, Riau.

"Jika akhlak seseorang baik, akan banyak yang menyukainya dan sedikit yang membencinya, akan mudah sesuatu yang sulit dan akan lembut hati-hati yang pemarah."

Berkata al Imam al Mawardiy rohimahulloh: 
"Jika akhlak seseorang baik, akan banyak yang menyukainya dan sedikit yang membencinya, akan mudah sesuatu yang sulit dan akan lembut hati-hati yang pemarah." 
(Adabud Dunya wad Diin 236)

MENJAGA_HADITS_NABI#DI_MEDSOS

#MENJAGA_HADITS_NABI
#DI_MEDSOS

Pentingnya menjaga hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam dari "jur'ah" -keberanian tanpa ilmu- sebagian orang yang bermudah-mudahan dalam menghukumi hadits sebagai dhaif dan maudhu'. padahal jika para ulama sangat hati-hati dan teliti bahkan puluhan tahun mereka menelaah dan mengoreksi hadits-hadits, rawi-rawi, dan menelaah kitab-kitab al jarhu wa at ta'dil untuk menghukumi hadits, kemudian hari ini dengan kemudahan electronic dan medsos maka menjadikan sebagian orang mudah dalam menghukumi hadits -bermodalkan syamilah dan media saja-, tentu ini sangat jauh dan berbeda dengan usaha para ulama. karena para ulama terkumpul pada diri mereka :

1. Rihlah (safar dalam mencari hadits-hadits)
2. Ilmu (ilmu yang sangat dalam dan luas)
3. Talaqqi (langsung mengambil hadits dari guru)
4. Khibrah (pengalaman yang panjang dalam bergwlut dengan hadits dan para rawi)
5. Muthala'ah (bacaan dan penelitian yang sangat luas)
6. Hifdz (hafalan yang banyak lagi kuat tidak diragukan)
7. Sahar layali (menghabiskan malamnya untuk muthala'ah dan muraja'ah)
8. Wara' (sangat hati-hati dalam menghukumi rawi dan hadits)
9. Khasyah (paling takut kepada Allah berdasarkan ilmu mereka)
10. Taanni (tidak tergesa-gesa dalam menyimpulkan derjat hadits).

Sehingga kita dapati ilmu dan kitab-kitab mereka berkah lagi bermanfaat bagi umat.

Tapi bandingkan sebagian orang hari ini, baru membaca, belajar kitab musthalah hadits pemula langsung mentahqiq dan menghukumi hadits -bermodalkan syamilah dan media electronic- tanpa menisbtakan kepada ijtihad ulama yang telah mendahuluinya. ini sangat berbahaya.. kemudian dengan mudah disebarkan di medsos, sehingga menjadikan syubhat disebagian para penuntut ilmu pemula terlebih bagi awam. 

Disisi lain, sebagian terlalu mudah dalam menshare hadits-hadits yang dhaif dan mudhu', bahkan tidak jelas sumbernya di kitab apa. dengan kemudahan menyebarkan maklumat dan info di medos menjadikan sebagian orang tidak tatsabbut -tabayun- terlebih dahulu dalam menyebarkan perkataan yang dinisbatkan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam.

padahal ini sangat berbahaya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

"Barangsiapa berdusta atas namaku maka hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka". (HR. Bukhari no. 108 dan Muslim no. 2)

dan dalam hadits lain :

مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ

"Barangsiapa menceritakan hadis dariku, yang mana riwayat itu diduga adalah dusta, maka dia adalah salah satu dari para pembohong tersebut". (HR. Muslim dalam Muqaddimahnya dan Tirmidzi no. 2662).

Maka kewajiban kita menjaga hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam dari 2 kelompok tersebut -kelompok yang jur'ah dan kelompok yang tasahhul dalam menyebarkan hadits-hadits tanpa tatsabbut-,.

Tulisan Syaikh DR. Badar Al Utaibi hafidzahullah sangat bagus 👇
https://www.al-jazirah.com/2020/20200731/tn1.htm

Juga kitab yang sangat bagus tentang -tersebarnya hadits-hadits palsu di medso dan langkah-langkah pencegahannya- karya Syaikh DR. Umar Al Muqbil hafidzahullah 👇
http://almuqbil.com/web/?action=books_inner&show_id=255

WaAllahu A'lam.
Semoga kita semua senantiasa diberi taufiq oleh Allah untuk terus belajar dan menjadi pembela hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam,.
Ustadz Muhammad Alif lc 

LUPA BASMALAH, Apakah Hewan Qurban Boleh Dimakan ?

Pertanyaan dari Al akh Ar-rifa'i 

Jawaban : 
Ana lebih tenang ikut pendapat yang dirajihkan Ibnu 'Utsaimin rahimahullah;

LUPA BASMALAH, Apakah Hewan Qurban Boleh Dimakan ?

Jika seseorang lupa mengucap bismillah ketika hendak menyembelih maka – dari pendapat yang terkuat – hukum sembelihan tersebut adalah tidak boleh dimakan. Allah Ta’ala berfirman :

وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“ Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah Azza wa Jalla ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. “ (Al An’am: 121 )

Rosululloh Shallallahu ‘lihi wa sallam bersabda :

ما أنْهَرَ الدَم وذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلْ

“ Sembelihan yang telah dialirkan darahnya dan disebut nama Allah padanya maka makanlah “ ( HR Al Bukhari ( 5176 ) dan  Muslim ( 1929 )

Dari ayat dan hadits diatas kita ketahui bahwa syarat hewan sembelihan untuk bisa dimakan adalah harus dibacakan padanya nama Allah ( baca Bismillah ) disaat menyembelihnya.

Namun suatu hal yang perlu diketahui bahwa dalam masalah ini – yaitu menyebut nama Allah Ta’ala pada sembelihan atau pada buruan – memang ada perbedaan pendapat dikalangan ulama menjadi beberapa pendapat sebagai berikut :

Pertama : bahwa membaca Basmalah tidaklah wajib pada hewan buruan dan tidak wajib pula bagi sembelihan. Tak lain hukumnya adalah sunnah. Mereka berdalil dengan hadits yang tidak shahih :

“ Sembelihannya seorang muslim adalah halal walaupun tidak disebut nama Allah padanya “ ( hadits dho’if : dikeluarkan Abu Daud di Marasil ( 378 ) dan Al Baihaqi ( 9/243 ) dan Ad Daruqutni  ( 4/295) dan keduanya mendhoifkannya juga didhoifkan oleh ibnul Qotthon di “ Bayanul Wahm wal Iham” (1369) dan syaikh Al Abany di Dho’if Al Jami’ ( 3039)

Kedua : bahwa menyebut nama Allah Ta’ala adalah wajib dan gugur (wajibnya basmalah )  jika lupa dan tidak tahu hukumnya pada sembelihan maupun buruan.

Ketiga : Bahwa menyebut nama Allah Ta’ala adalah syarat pada sembelihan dan buruan namun gugur karena lupa pada sembelihan sementara tidak bisa gugur pada buruan.

Ini adalah pendapat yang masyhur dari para ulama fiqih madzab Hambali, bahwa apabila tidak menyebut nama Allah pada buruan sekalipun dikarenakan lupa  maka hewan buruan itu haram, jika lupa membaca nama Allah Ta’ala pada sembelihan maka ia halal. Apa dalil mereka ?

Mereka menjawab : karena Nabi Shallallahu ‘lihi wa sallam berkata kepada ‘Adiy bin hatim dan Abi Tsa’labah Al khusyani ketika melepas anak panah :

“ Apabila engkau melepas anak panahmu dan engkau telah menyebut nama Allah padanya maka makanlah ( binatang buruan itu) “ HR. Muslim ( 1929 )

Maka Beliau menjadikan halalnya untuk dimakan dengan dua syarat : pertama : niat yaitu melepas anak panah dan kedua : menyebut nama Allah.

Kita katakan ( kata Asy Syaikh Al Utsaimin ) : Nabi Shallallahu ‘lihi wa sallam  juga telah mengatakan dalam hal sembelihan :

“ sembelihan yang telah dialirkan darahnya dan disebutkan nama Allah padanya maka makanlah “ ( HR Al Bukhari ( 5176 ) dan  Muslim ( 1929 )

Maka belaiu mensyaratkan dua syarat : pertama dialirkan darahnya ( dengan disembelih ) dan kedua : menyebut nama Allah.

Maka tidak ada beda ( antara buruan dan sembelihan), lantas kita katakan : kalau kita memberikan udzur/keringanan “karena lupa” pada sembelihan maka tentunya terlebih lagi pada binatang buruan, karena pada buruan waktunya datang dengan tiba-tiba dan butuh cepat. Dan para pemburu cenderung buyar pikirannya apabila melihat binatang buruan, sehingga terkadang dia terjatuh kedalam lubang atau terbentur batang pohon sementara ia tidak merasa maka hal itu tentunya lebih pantas untuk dapat udzur/keringanan dari pada seseorang yang menyembelih yang cenderung lebih tenang dan iapun sempat membaringkan hewan sembelihannya dan lalu lupa untuk mengucapkan bismillah.

Pendapat Keempat : bahwa mengucapkan basmallah atau menyebut nama Allah Ta’ala adalah syarat ( untuk bisa dimakan ) baik pada sembelihan maupun pada buruan. Dan tidak bisa gugur disebabkan karena lupa dan tidak mengerti hukumnya. Ini merupakan pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan pendapat inilah yang ditunjukkan oleh dalil-dalil.

Kalau ada orang yang berkata : bagaimana pendapatmu kalau lupa mengucap basmalah pada sembelihan seekor unta yang harganya lima ribu real dan kita katakan tidak halal dimakan, maka berarti tersia-siakan lima ribu real (senilai + Rp. 15 juta).

Maka bisa dijawab : hal itu termasuk perkara yang Allah berikan kemampuan bagi manusia untuk bisa melakukannya ( menyia-nyiakan sembelihan yang tidak disebut nama Allah padanya)

Jika ada yang berkata : dengan demikian berarti kalian menghilangkan harta orang.

Kita katakan : ini adalah seperti ucapan orang yang mengatakan : apabila engkau memotong tangan pencuri berarti menjadikan separoh tangannya tak berfungsi dia tidak punya tangan lagi. Sementara dengan dipotongnya tangan pencuri maka menjadi sedikit pencurian dan tidak ada orang yang berani mencuri.  Demikian juga apabila kita katakan kepada orang yang lupa mengucap bismillah saat mau menyembelih itu : sembelihanmu adalah haram untuk dimakan. Maka apabila dia akan menyembelih berikutnya yang kedua : maka mungkin dia akan menyebut nama Allah Ta’ala sepuluh kali dia tidak akan lupa lagi untuk seterusnya.  Dengan demikian kita telah menjaga syiar ini bahwasannya harus menyebut nama Allah Ta’ala pada sembelihan.

( lihat Al Ikhtiyaarot Al Fiqhiyyah Fii Masail Khilafiyyah liFadhilatis Syaikh Al Allamah Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin hal 514-516 cet. Dar AlMawaddah Riyadh )
Al akh abu razin Taufiq 
Tulab di darul fiyus Yaman 

Kamis, 30 Juli 2020

dalam sebuah potongan video syaikh Syatsri, beliau menyatakan bahwa Shalat jum'at -berdasarkanyang rajih- adalah ibadah mustaqillah

dalam sebuah potongan video syaikh Syatsri, beliau menyatakan bahwa Shalat jum'at -berdasarkanyang rajih- adalah ibadah mustaqillah- Entah bagaimana mengartikan ibadah mustaqillah ini dengan tepat mungkin artinya ialah ibadah yang berdiri sendiri - bukan badal/pengganti dari dzuhur. Yang -menurut beliau- berkonsekuensi:

1- boleh dilaksanakan sebelum dzuhur 
2- Tidak boleh dijamak dengan ashar
3- jika bertemu ied maka kewajiban melaksanakannya gugur.

(poin 1 sampai 3 adalah pendapat madzhab hanbali, hnya sajauntuk no 3 ada golongan yg tetap wajib melaksanakan jumat)

Sebaliknya -masih menurut beliau- jika kita menganggap Jumat adalah badal dari dzuhur maka:

1- waktunya harus sama dengan dzuhur 
2- Boleh dijamak dengan ashar
3- jika bertemu ied maka tetap wajib melaksanakan jumat.

Nah, berdasarkan diskusi saya dengan beberapa asatidz yang mendalami madzhab Syafii, mereka menyatakan bahwa Shalat jum'at adalah ibadah mustaqillah menurut syafiiah bukan badal dari dzuhur, padahal kalau kita lihat poin 1-3 ketika jumat diangap sebagai badal, 3 poin tersebut merupakan pendapat syafiiah, meskipun poin ke 2 ada rincian kapan boleh dijamak dan kapan tidak.

Nah dengan demikian bagaimana cara mentaujih pendapat syaikh syatsri? kelirukah beliau? atau hal tersebut cocok jika ditujukkan kepada malikiyah dan ahnaf tidak untuk  syafiiah? Atau syafiiah membahasakan dengan ibadah mustaqillah tapi pada hakekatnya itu adalah badal?

monggo ifadah asatidz sekalian
Ustadz risqo Kamil 

mayat yg berjalan

Berkata Ibnul Qoyyim rohimahulloh: 
"Orang yang jahil (tidak berilmu) akan mati hati dan ruhnya sekalipun jasadnya hidup, badannnya sebenarnya adalah kuburan yang berjalan di muka bumi." 
(Maadarijus Salikin 3/195)
Al hujjah 

Tafwidh adalah menetapkan lafadz dengan tanpa menetapkan maknanya

Tafwidh adalah menetapkan lafadz dengan tanpa menetapkan maknanya. Contoh dalam asma wasifat seseorang menetapkan nama As-Sami’ bagi Allah, tapi mereka tidak mau menetapkan apa maknanya. Tidak mau menetapkan hakikat dari makna nama dan sifat yang terkandung dalam nama tersebut.

Metode ini merupakan salah satu metode yang ditempuh oleh ahli bid’ah di dalam memahami asma wassifat. Dan ia termasuk sejelek-jelek perkataan ahli bid’ah sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah ta’ala sbb :

فتبين أن قول أهل التفويض الذين يزعمون أنهم متبعون للسنة والسلف من شر أقوال أهل البدع والإلحاد

Maka menjadi jelaslah bahwa ucapan para penganut Tafwidh yang menyangka dirinya mengikuti sunnah, adalah merupakan sejelek-jelek ucapan ahli bid’ah dan ahli ilhad.”

(Dar’ut Ta’arudhil Aqli Wan Naqli : 1/115)

Syaikh Shalih Al-Fauzan menyatakan :

السلف لم يكن مذهبهم التفويض ، وإنما مذهبهم الإيمان بهذه النصوص كما جاءت ، وإثبات معانيها التي تدلُّ عليها على حقيقتها ووضعها اللغوي ، مع نفي التَّشبيه عنها ؛ كما قال تعالى : (لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ)

“Para salaf tidak menganut madzhab Tafwidh, akan tetapi madzhab mereka adalah mengimani dalil ini apa adanya. Serta menetapkan makna yang dikandung oleh dalil itu berdasarkan hakikat asli dan makna asli bahasa disertai penolakan terhadap penyerupaan Allah dengan makhluknya, sebagaimana firman Allah ta’ala : Tidak ada yang semisal dengan Allah, dan Dia adalah dzat yang Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura : 11).”

(Al-Muntaqa Min Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan : 1/52).

Adapun membedakan antara tahrif dengan takwil yang benar adalah tahrif itu tidak memiliki dalil. Sedangkan takwil yang benar atau nama lainnya tafsir ia memiliki dalil.



Read more https://bimbinganislam.com/apa-yang-dimaksud-dengan-tafwidh-tahrif-takwil-dan-tamsil/

Rabu, 29 Juli 2020

Kitab ini merupakan kitab yang paling tua, yang sampai pada kita, yang dikarang oleh Ibn Juraij (150 h)

Kitab ini merupakan kitab yang paling tua, yang sampai pada kita, yang dikarang oleh Ibn Juraij (150 h). Beliau termasuk salah seorang murid dari atho’ bin abi rabbah, dan atho’ termasuk salah satu murid ibn abbas dan Ibnu Abbas dari rasulullah saw.
Diantara murid Ibn Juraij adalah Sufyan Ibn ‘uyainah, dan sufyan merupakan guru dari asy syafi’i rah
Ustadz abu fadlullah 

Di antara Kaidah dalam memahami nama dan sifat Allah:

Di antara Kaidah dalam memahami nama dan sifat Allah:

الاتفاق في الأسماء لا يستلزم الاتفاق في المسميات

Al-iitifaaq Fil asmaa Laa yastalzim al-ittifaq FIL musammayaat

"Kesamaan nama tidak melazimkan kesamaan hakekatnya"

Mana dalil dari kaidah ini,  simak penjelasannya Di video singkat ini:

https://youtu.be/yyV6A4Yj1Ck
Simak dan ikuti channel kami!

KITAB SIYASAH Karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah

NGAJI KITAB SIYASAH
Karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Diberi ta'liq Syaikh Utsaimin

Bersama Ustadz Aris Munandar -hafidzohullah-

Dowload kajiannya http://www.jogjamengaji.com/2014/08/at-taliq-ala-as-siyasah-asy-syariyyah.html?m=1

Belilah kitabnya kepada pedagang kitab sekitar anda

Kalau tidak ada bisa japri wa.ne/6282323274138

135 rb

Aqidah Para Imam Dalam Menetapkan Sifat Nuzul (Turunnya Allah ke Langit Dunia)1. Imam Ibnu Khuzaimah (Ulama Syafiiyyah

#Aqidah Para Imam Dalam Menetapkan Sifat Nuzul (Turunnya Allah ke Langit Dunia)
1. Imam Ibnu Khuzaimah (Ulama Syafiiyyah)

- Imam Ibnu Khuzaimah rahimahullah (wafat thn 311 H)  berkata:

" Bab. tentang khabar-khabar yang benar sanadnya, sahih penopangnya, diriwayatkan oleh ulama Hijaz dan Iraq, dari Nabi shallahu alaihi wa sallam, tentang turunnya Allah ke langit dunia setiap malam, kami bersaksi dengan persaksian orang yang menetapkan dengan lisannya, membenarkan dengan hatinya, meyakini keterangan yang tercantum dalam khobar-khobar yang menyebutkan turunnya Allah ke langit dunia TANPA MENGGAMBARKAN BAGAIMANANYA, karena Nabi kita tidak mensifati kepada kita bagaimana turunnya Allah ke langit dunia, beliau hanya memberitahukan kepada kita, bahwa Allah turun ke langit dunia...."

Kitabut Tauhid Wa Itsbatu Sifatir Rabbi Azza Wajalla (hal. 39)

Bersambung.....
Ust Rudi abu aisyah 

Al Imam Ibnul Qayyim ‎رحمه الله ‏dalam kitab beliau a'laamul muwaqqi'ien menyebutkan bahwa pendapat yang tercela ada lima macam

5 logika atau pendapat yang tercela

Al Imam Ibnul Qayyim رحمه الله dalam kitab beliau a'laamul muwaqqi'ien menyebutkan bahwa pendapat yang tercela ada lima macam:

1. Pendapat yang menyelisihi dalil syar'i dari Al Qur’an dan As Sunnah. Terkadang pendapat seperti ini menyebar ditengah masyarakat karena takwil atau taqlid.
2. Berlogika dalam agama dengan dasar prasangka dan perkiraan saja, dengan kemalasan untuk mengkaji dalil dan menyepelekan dalil serta tidak mengambil kesimpulan dari dalil.
3. Pendapat dan logika yang mengandung penolakan terhadap nama, sifat, dan perbuatan-perbuatan Allah ﷻ dengan menggunakan logika rusak ala ahli bid'ah dan sesat produk Jahmiyah, Muktazilah, Qadariyah dan sebangsanya. Mereka selalu berusaha menolak dalil dengan dua cara: melalui jalur sanad mereka berusaha mencari kelemahan sanad dengan menyalahkan perawinya atau mendustakan mereka. Dan jika jalur sanad buntu mereka tidak berani menolak lafadz dalil secara terang terangan, mereka bermain di dalam maknanya dengan melakukan penyelewengan dan penyimpangan makna.
4. Logika ahli bid'ah dalam beragama dengan menganggap sunnah tidak cukup dan mereka membuat ibadah baru atau memodifikasi tatacara ibadah yang sudah ada.

Ke-empat model logika dan pendapat ini disepakati oleh para ulama salaf akan kesesatan nya.

5. Berpendapat dalam bab ahkam syar'iyah berdasarkan pada istihsan, prediksi, dan takhrijul furu' alal furu'. Hal ini disebutkan oleh Al Imam Abu Umar Ibnu Abdul Barr bahwa mayoritas ulama menganggapnya tercela, terutama ketika bicara tentang prediksi hukum sesuatu yang belum terjadi "iftiradhiyat". Kecuali jika memang dibutuhkan, terutama di jaman sekarang yang mana informasi dan teknologi berkembang sangat cepat.

Diringkas dari kitab: A'laamul Muwaqqi'ien (1/142-155) cet. Dar alamul fawaid. 

✒️ Achmad Handika.

ISTIWA' ALLAH MENURUT IMAM IBNU KATSIR

ISTIWA' ALLAH MENURUT IMAM IBNU KATSIR

Bagaimana Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat: Allah beristiwa Di atas Arsy???

Beliau berkata:

 فَلِلنَّاسِ فِي هَذَا الْمَقَامِ مَقَالَاتٌ كَثِيرَةٌ جِدًّا ليس هذا موضع بسطها وإنما نسلك فِي هَذَا الْمَقَامِ مَذْهَبُ السَّلَفِ الصَّالِحِ مَالِكٌ وَالْأَوْزَاعِيُّ وَالثَّوْرِيُّ وَاللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوَيْهِ وَغَيْرُهُمْ مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ قَدِيمًا وَحَدِيثًا وَهُوَ إِمْرَارُهَا كَمَا جَاءَتْ مِنْ غَيْرِ تَكْيِيفٍ وَلَا تَشْبِيهٍ وَلَا تَعْطِيلٍ

Manusia dalam hal ini memiliki pendapat yang sangat beraneka ragam, dan ini bukan tempat untuk menjelaskannya panjang lebar, hanya saja dalam hal ini,  KAMI MENEMPUH MADZHAB SALAF SHALIH (seperti) Imam Malik, Al-Awzai,  Sufyan Ats-Tsauri,  Laits bin Saad, Syafi'i,  Ahmad bin Hanbal,  Ishak bin rahawaih dan imam-imam kaum muslimin lainnya, baik yang terdahulu maupun yang sekarang, yaitu Imrooruhaa kamaa jaa"ad.. (membiarkan sifat Allah itu apa adanya) tanpa membagaimanakannya, tanpa menyerupakannya dan tanpa menolak atau menta'thilnya. 

(Al-Imam Abul Fida Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-adzhim, vol. III Hal. 427).

Kalimat serupa diulang beliau ketika menafsiri ayat berikut ini:

يقول ابن كثير: " وقوله الرحمن على العرش استوى : " تقدم الكلام على ذلك في سورة الأعراف، بما أغنى عن إعادته أيضا، وأن المسلك الأسلم في ذلك طريقة السلف، إمرار ما جاء في ذلك من الكتاب والسنة من غير تكييف ولا تحريف، ولا تشبيه، ولا تعطيل، ولا تمثيل "، "التفسير"(5/ 273).
Ustadz Fadlan Fahamsyah lc Mhi

Siapakah Sahabatmu dan Saudaramu yang baik

( Siapakah Sahabatmu dan Saudaramu yang baik? )

Bilal bin Sa’d al Asy’ari mengatakan: “Saudaramu yang setiap kali bertemu denganmu, dia mengingatkanmu tentang Allah itu lebih baik daripada saudaramu yang setiap berjumpa denganmu, dia memberikan dinar dalam genggamanmu” (Hilyataul Aulia 5/225)

Dari : Ajengan  Amrullah Akadhinta
Di share oleh kang Diding 

Selasa, 28 Juli 2020

kebenaran itu bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasallam

منهاج السنة النبوية (5/ 182)
 أن الحق دائما مع سنة رسول الله صلى الله عليه و سلم وآثاره الصحيحة …. فإن الحق مع الرسول فمن كان أعلم بسنته وأتبع لها كان الصواب معه 
“Kebenaran itu bersama ajaran Rasulullah dan hadits shahih yang berasal dari beliau…. Karena kebenaran itu bersama Rasulullah maka siapa saja yang lebih menguasai ajaran Nabi dan lebih mengikuti (baca: mengamalkan) ajaran Nabi maka pendapat yang benar itu bersamanya” [Minhaj as Sunnah an Nabawiyyah karya Ibnu Taimiyyah 5/182]
Ustadz Aris Munandar 

ASYAIRAH BANCINYA MU'TAZILAH

3 golongan yang menyimpang dari ahlus sunnah wal jama'ah dlm masalah asma wa sifat:

1. Jahmiyah: menolak semua nama Allah dan sifat Allah. Syubhat mereka: jika Allah punya nama dan sifat berarti Allah sama dg makhluk.

2. Mu'tazilah: menolak semua sifat Allah, tapi menetapkan nama² Allah, bagi mereka nama² Allah itu ada, tapi kosong dari makna dan sifat, hanya sekedar nama... 

3. Yang paling nggak jelas, paling tidak konsisten, mereka adalah Asyairah: menetapkan sebagian sifat Allah tapi di sisi lain, mereka juga meniadakan sifat yang lain...

Mereka menetapkan sifat Allah: pendengaran, penglihatan, Kalam, hidup, kehendak, mengetahui dan kemampuan.

Di sisi lain mereka meniadakan sifat Allah yang lain, seperti: Allah Di atas Arsy, turun, sifat wajah dst. padahal sifat2 ini jelas² ada di al-Qur'an dan Sunnah...

ALASAN MEREKA, karena jika ditetapkan maka Allah serupa makhluk....

KITA KATAKAN: LOH, bukannya anda mengatakan Allah punya pendengaran dan penglihatan (sama' dan Bashar), berarti anda menyerupakan Allah dg makluk juga donkkk?? Inkonsisten.

Sampai sini paham?

Maka, Tak heran jika ada yang menjuluki mereka dengan   مخانيث المعتزلة    BANCINYA MU'TAZILAH..... Dan MU'TAZILAH ADALAH BANCINYA JAHMIYAH.

Dalam hak ini, Jahmiyah Lebih gentle dan lebih konsisten..... Tapi dalam kesesatan.

Fahimtum ya ikhwah?
Ustadz Fadlan Fahamsyah lc Mhi

AQIDAH_MBAW#KADO_BAGI_SALAFIYYIN

#AQIDAH_MBAW
#KADO_BAGI_SALAFIYYIN

Aqidah Syaikhul Islam Al Mujaddid Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah telah beliau tuliskan dalam banyak risalah dan kitab-kitabnya, diantaranya :

Kitab At Tauhid
Ushul Tsalatsah
Qawaid Al Arba'
Nawaqidh Al Islam
Ushul As Sittah dan lain2. tetapi dalam risalah beliau yang berjudul 

(رسالة إلى أهل القصيم)

"Sepucuk surat untuk para penduduk Qashim" 

Beliau menuangkan Aqidahnya dan menjawab sebagian tuduhan-tuduhan keji yang dilontarkan oleh musuh-musuh dakwah salafiyyah. 

Maka kalau kita baca dari awal sampai akhir risalah tersebut, kita akan mendapati kesamaan Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dengan para ulama dari zaman empat Imam Madzhab sampai ulama hari ini yang benar-benar istiqamah di atas Aqidah Salafus Shalih -Ahlis Sunnah wal Jama'ah-.

Silahkan bandingkan dengan kitab-kitab Aqidah para ulama yang hidupnya ratusan tahun sebelum beliau dilahirkan, seperti kitab :
1. Syarhus Sunnah, karya Al Muzani -Murid Imam Syafi'i-
2. Ushul As Sunnah, karya Imam Ahmad bin Hanbal
3. Ushul As Sunnah, karya Imam Al Humaidi -guru Imam Bukhari-
4. Ushul As Sunnah, karya Imam Ibnu Abi Zamanin
5. Sharih As Sunnah, karya Imam At Thabari
6. As Sunnah, karya Imam Ibnu Abi Ashim
7. I'tiqad Imam Bukhari, karya Imam Bukhari
8. Mu'taqad Ahlis Sunah, karya Imam Al Karmani
9. As Syariah, karya Imam Al Ajurry
10. Muqaddimah, karya Imam Ibnu Abi Zaid Al Qairuwani
11. Aqidatus Salaf, karya Imam Abu Utsman As Shabuni
12. I'tiqad Ahlis Sunah, karya Imam Abu Bakar Al Ismaili
13. Al Aqidah At Thawiyyah, karya Imam Abu Ja'far At Thahawi
14. Syarah I'tiqad Ahlis Sunnah, karya Imam Hibatullah Al Lalakai

dan lain-lain dari kitab para ulama salaf, yang mereka hidup sebelum Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. maka akan didapati kesamaan antara aqidah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dengan para salafus shalih, dan beliau tidak membawa aqidah dan keyakinan baru. tetapi beliau mendakwahkan kembali Aqidah yang dibawa para ulama sebelumnya dan memurnikah tauhid kaum muslimin dari virus-virus kesyirikan dan bid'ah. dalam bab fiqih pun beliau tidak membawa madzhab baru tapi mengikuti madzhab Hanbali.

Silahkan.. semoga bermanfaat kajian tentang "Sepucuk surat tentang Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah serta bantahan terhadap syubhat dan tuduhan-tuduhan keji". 

وفقني الله وإياكم في التمسك بعقيدة أهل السنة والاستقامة عليها،. 

https://youtu.be/DB7L-0X60j8

#Biarkan mereka terus mencela dan memfitnah dakwah Salafiyyah yang didakwahkan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, dan jadikan itu semua sebagai tasyji'/motivasi untuk leboh bersemangat dalam belajar dan mendalami Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama'ah.
Ustadz Muhammad Alif lc 

NASIHAT DARI ULAMA DAN ASATIDZ TENTANG MENYIKAPI FITNAH YANG BEREDAR (BELAKANGAN INI)

📝 NASIHAT DARI ULAMA DAN ASATIDZ TENTANG MENYIKAPI FITNAH YANG BEREDAR (BELAKANGAN INI)

✅ "Wajib bagi kalian menebarkan kebenaran di media-media sosial, gunakanlah sebaik-baiknya dan jangan kalian tinggalkan untuk orang-orang yang buruk, dai-dai penyeru kesesatan persempitlah (perbuatan mereka) didalamnya." -Nasihat Syaikh Shalih Al Fauzan حفظه الله

✅"Saingilah para pengusung kebathilan (bantahlah) mereka di internet agar kebenaran makin jelas." -Nasihat Syaikh Utsaimin رحمه الله

✅"Di saat para pelaku kebathilan sibuk menebar kebathilan, jangan pernah hatimu tenang dan matamu lelap dari menebarkan kebenaran." -Nasihat Ustadz Abdul Qodir, Lc حفظه الله

⚠️ Namun untuk penuntut ilmu harus mempunyai batasan jangan sampai kebablasan memakai jubah ulama. Kita harus tahu kapasitas diri. 

✅"Antum tidak perlu memberikan komentar, apalagi kalimat yang tidak baik (celaan). Cukup bagikan saja bantahan video/tulisan dari asatidzah (mereka yang berilmu)." -Nasihat Ustadz Mahmud Bakari, Lc, MH حفظه الله 

Semoga Allah memberikan Taufiq-Nya kepada kita sekalian
Sumber syaikh shalih Al Fauzan 
https://m.youtube.com/watch?feature=youtu.be&v=KVDjK1LBXO8

Sebaik-baik hati adalah yang kuat, bening dan lembut. Ia melihat yag haq dengan kebeningan hatinya, lantas menerimanya dengan kelembutannya dan menjaga yang haq itu dengan kekuatan hatinya.

Berkata Ibnul Qoyyim rohimahulloh: 
"Sebaik-baik hati adalah yang kuat, bening dan lembut. Ia melihat yag haq dengan kebeningan hatinya, lantas menerimanya dengan kelembutannya dan menjaga yang haq itu dengan kekuatan hatinya." 
(al bada'i' fi Ulumil Qur'an 311)
Al hujjah 

Senin, 27 Juli 2020

BUKAN KHILAFIYAH

BUKAN KHILAFIYAH 

Akidah para sahabat Nabi, para tabi'in dan tabi'ut tabi'in dalam masalah al asma was shifat Allah itu SATU akidah. 

Mereka menetapkan nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah sesuai dengan makna zahir dari nash-nash yang menyebutkan nama dan sifat Allah. Mereka juga mengimani bahwa Allah istiwa di atas Arsy. 

Mereka tidak menolak sifat-sifat Allah dan tidak melakukan takwil yang batil terhadap ayat-ayat sifat. 

Dan tidak ada khilafiyah di antara mereka dalam masalah ini.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

أَنَّ جَمِيعَ مَا فِي الْقُرْآنِ مِنْ آيَاتِ الصِّفَات فَلَيْسَ عَنْ الصَّحَابَةِ اخْتِلَافٌ فِي تَأْوِيلِهَا. وَقَدْ طَالَعْت التَّفَاسِيرَ الْمَنْقُولَةَ عَنْ الصَّحَابَةِ وَمَا رَوَوْهُ مِنْ الْحَدِيثِ وَوَقَفْت مِنْ ذَلِكَ عَلَى مَا شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى مِنْ الْكُتُبِ الْكِبَارِ وَالصِّغَارِ أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ تَفْسِيرٍ فَلَمْ أَجِدْ – إلَى سَاعَتِي هَذِهِ – عَنْ أَحَدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ أَنَّهُ تَأَوَّلَ شَيْئًا مِنْ آيَاتِ الصِّفَاتِ أَوْ أَحَادِيثِ الصِّفَاتِ بِخِلَافِ مُقْتَضَاهَا الْمَفْهُومِ الْمَعْرُوفِ

“Semua ayat-ayat tentang sifat Allah di dalam Al Qur’an, tidak ada perbedaan di antara para sahabat Nabi dalam menafsirkannya. Aku telah menelaah kitab-kitab tafsir yang mengandung riwayat-riwayat dari para sahabat Nabi, dan juga perkataan para sahabat dalam hadits-hadits, dan aku telah mencarinya dalam waktu yang lama, sesuai dengan yang Allah kehendaki, dari kitab-kitab besar dan kitab-kitab kecil, lebih dari 100 kitab tafsir. Namun aku tidak menemukan sampai sekarang ada seorang sahabat Nabi pun yang menakwilkan satu saja dari ayat-ayat tentang sifat Allah atau menakwilkan hadits-hadits tentang sifat Allah sehingga mereka tidak memaknainya sesuai makna yang dipahami dari ayat” (Al Majmu’ Al Fatawa, 6/394).

Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah menyebutkan,

كان أبو عمرو عبد الرحمن الأوزاعي إمام المسلمين في عهد تابعي التابعين في الشام، يقول رضي الله عنه: كنا والتابعون متوافرون نقول: إن الله تعالى فوق عرشه فوق سماواته، ونؤمن بما جاء في كتاب الله من الصفات

Abu Amr Abdurrahman Al Auza'i, imam kaum Muslimin di masa tabi'ut tabi'in di Syam, beliau mengatakan: "Dahulu kami (tabi'ut tabi'in) dan juga para tabi'in yang ketika itu masih banyak jumlahnya, kami berkeyakinan bahwa Allah Ta'ala ada di atas Arsy di atas langit-langitNya, dan kami mengimani sifat-sifat Allah sebagaimana yang terdapat dalam Al Qur'an" (Syarah Aqidah Ahlissunnah, 1/9).

Inilah akidah yang benar, inilah jalan kebenaran. Yaitu jalan yang digariskan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam sesuai pemahaman para sahabat, para tabi'in dan tabi'ut tabi'in.

Wallahu a'lam.

***

Join channel telegram @fawaid_kangaswad

Merekalah Ahlul Bid'ah

Merekalah Ahlul Bid'ah

Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata: "jauhilah bid'ah!".
Lalu ada yang bertanya, "Wahai Abu Abdillah (Imam Malik), bid'ah itu apa?".

Beliau menjawab, "Ahlul bid'ah adalah orang-orang yang berbicara masalah nama Allah, sifat Allah, kalam Allah, ilmu Allah dan qudrah Allah, namun mereka berkata-kata dalam hal tersebut yang tidak pernah dikatakan oleh para sahabat dan tabi'in".

- Ahadits fi Dzammil Kalam, karya Al Muqri' (82)

Faedah:
Bid'ah tidak hanya dalam masalah ibadah, namun juga dalam akidah, dinamakan bid'ah i'tiqadiyah.
Ustadz Yulian purnama 

TIDAK BISA DIBAYANGKAN, BANG IR DAN UAS

TIDAK BISA DIBAYANGKAN, BANG IR DAN UAS

Kenikmatan surga yang Allah Ta'ala berikan kepada hamba-hambaNya yang sholeh tidak bisa dibayangkan dan diangan-angankan, karena sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar telinga dan tidak pernah terbetik dalam hati.

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman :

أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ، مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ، وَلاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

“Aku menyediakan untuk hamba-hamba-Ku yang shalih, kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengarkan oleh telinga dan belum pernah dibayangkan oleh hati.” (HR. Al-Bukhari: 4779, Muslim: 7310 dan at-Tirmidzi: 3197 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu).

Alam masyar, shiroth, neraka, surga dan perkara ghaib lainnya yang Allah ciptakan, hanya bisa diterima dengan keimanan dan keyakinan.

Itu makhluk yang Allah ciptakan, yang akal dan perasaan tidak bisa menjangkaunya, apatah lagi dengan zat dan sifat Allah.

Sehingga orang seperti bang Idrus Ramli dan bang Abdul Somad dan yang semisalnya, yang membayangkan bagaimana Allah di atas Arasy, berarti Allah lebih kecil dari Arasy, Allah turun ke bumi di 1/3 malam terakhir, berarti Arasy kosong dan lain sebagainya adalah orang-orang yang tidak ada kerjaan, membicarakan sesuatu yang bukan konsumsi otak.

Begitulah kalau otak dan akal yang tidak sehat. Karena pikirannya tentang zat dan sifat Allah dalam dimensi tolak ukurnya adalah makhluk. Allah Ta'ala Maha Kuasa dan makhluk tidak kuasa. 

Syekh Utsaimin rahimahullah ditanya :

ولكن هل يستلزم نزول الله عز وجل خلو العرش منه أو لا ؟

Akan tetapi, apakah turunnya Allah Azza wa Jalla berarti dia harus meninggalkan Arasy-Nya atau tidak?

Beliau menjawab : 

نقول أصل هذا السؤال تنطُّعٌ وإيراده غير مشكور عليه مورده ، لأننا نسأل هل أنت أحرص من الصحابة على فهم صفات الله ؟ إن قال : نعم . فقد كذب . وإن قال : لا . قلنا فلْيَسَعْكَ ما وسعهم ، فهم ما سألوا رسول الله صلى الله عليه وسلم ، وقالوا : يارسول الله إذا نزل هل يخلو منه العرش ؟ وما لك ولهذا السؤال ، قل ينزل واسكت يخلو منه العرش أو ما يخلو ، هذا ليس إليك ، أنت مأمور بأن تصدِّق الخبر ، لا سيما ما يتعلق بذات الله وصفاته لأنه أمر فوق العقول .

 "Kami katakan bahwa soal seperti ini sebenarnya soal yang berlebih-lebihan dan tidak layak disampaikan. Karena kita dapat balik bertanya, 'Apakah anda lebih bersungguh-sungguh dari para shahabat dalam memahami sifat Allah?' Jika dia mengatakan, 'Ya', maka sungguh dia telah dusta. Jika dia katakan, 'Tidak' maka kita katakan, 'Bersikaplah lapang seperti mereka bersikap lapang, mereka tidak menanyakan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, misalnya dengan berkata, 'Wahai Rasulullah, jika Dia turun, apakah berarti Dia meninggalkan Arasy-Nya?' Untuk apa anda bertanya seperti ini. Katakan saja 'Dia turun' lalu diam, apakah Dia meninggalkan Arasy-Nya atau tidak, itu bukan urusan anda. Anda hanya diperintahkan untuk membenarkan kabar yang disampaikan, khususnya yang berurusan dengan dzat Allah dan sifat-sifat-Nya. Karena ini adalah perkara di luar kemampuan akal." (Majmu Fatawa Syekh Muhammad Al-Utsaimin, 1/204-205).

AFM

BUKAN PERKARA KHILAFIYAH

BUKAN PERKARA KHILAFIYAH

Tidak ada diantara salafus shalih yang mentakwil ayat-ayat sifat. Semisal ayat-ayat bahwa Allah di atas Arsy lalu ditakwil maksudnya Allah menguasai Arsy. Atau bahwa Allah turun ke langit dunia kemudian ditakwil artinya turun perkara-Nya atau turun Malaikat-Nya.

Mereka ijma (sepakat) untuk memahami ayat-ayat tentang sifat Allah apa adanya, sesuai makna zhahirnya tanpa di-takwil atau di-tahrif.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

أَنَّ جَمِيعَ مَا فِي الْقُرْآنِ مِنْ آيَاتِ الصِّفَات فَلَيْسَ عَنْ الصَّحَابَةِ اخْتِلَافٌ فِي تَأْوِيلِهَا. وَقَدْ طَالَعْت التَّفَاسِيرَ الْمَنْقُولَةَ عَنْ الصَّحَابَةِ وَمَا رَوَوْهُ مِنْ الْحَدِيثِ وَوَقَفْت مِنْ ذَلِكَ عَلَى مَا شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى مِنْ الْكُتُبِ الْكِبَارِ وَالصِّغَارِ أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ تَفْسِيرٍ فَلَمْ أَجِدْ – إلَى سَاعَتِي هَذِهِ – عَنْ أَحَدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ أَنَّهُ تَأَوَّلَ شَيْئًا مِنْ آيَاتِ الصِّفَاتِ أَوْ أَحَادِيثِ الصِّفَاتِ بِخِلَافِ مُقْتَضَاهَا الْمَفْهُومِ الْمَعْرُوفِ

“Semua ayat-ayat tentang sifat Allah di dalam Al Qur’an, tidak ada perbedaan di antara para sahabat Nabi dalam menafsirkannya. Aku telah menelaah kitab-kitab tafsir yang mengandung riwayat-riwayat dari para sahabat Nabi, dan juga perkataan para sahabat dalam hadits-hadits, dan aku telah mencarinya dalam waktu yang lama, sesuai dengan yang Allah kehendaki, dari kitab-kitab besar dan kitab-kitab kecil, lebih dari 100 kitab tafsir. Namun aku tidak menemukan sampai sekarang ada seorang sahabat Nabi pun yang menakwilkan satu saja dari ayat-ayat tentang sifat Allah atau menakwilkan hadits-hadits tentang sifat Allah sehingga mereka tidak memaknainya sesuai makna yang dipahami dari ayat” (Al Majmu’ Al Fatawa, 6/394).

Simak selengkapnya:
https://kangaswad.wordpress.com/2019/07/15/tidak-ada-diantara-salaf-yang-mentakwil-ayat-ayat-sifat

@fawaid_kangaswad

Ringkasan dari penjelasan Syaikh Abdus Salam bin Muhammad Asy-Syuwai'ir pada sebuah ceramah berjudul:" Bermadzhab: Hakikatnya serta Hukumnya "

Ringkasan dari penjelasan Syaikh Abdus Salam bin Muhammad Asy-Syuwai'ir pada sebuah ceramah berjudul:

" Bermadzhab: Hakikatnya serta Hukumnya "
(Diterjemahkan secara bebas dari Ringkasan Ustad Abdul Aziz Firdaus, M.A -semoga Allah selalu menjaga beliau)

1.T: Apa maksud dari bermadzhab ?
  J: Menisbahkan(menyatakan) diri kepada madzhab(aliran) fiqih tertentu dalam hal tata cara berdalil dan furu' fiqih.

2. T: Madzhab apa saja yang boleh diikuti dan yang tidak boleh diikuti ?
   J: Pendapat yang masyhur dari para Ulama untuk mengikuti Empat Madzhab (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, Hanabilah -penj), dan tidak mengikuti selain 4 madzhab tersebut. Hal ini sebagaiman diterangkan oleh Ibnu Shalah -semoga Allah merahmati beliau-(ulama bermadzhab Syafi'iy, wafat tahun 643 H) dalam kitabnya Muqaddimah Ibni Shalah, juga Ibnu Rajab -semoga Allah merahmati beliau- (ulama bermadzhab Hanbaly, wafat tahun 795 H) pada kitabnya Ar-Raddu 'ala man khalafa Al-Madzahib Al-Arba'ah (Bantahan Bagi Siapa yang Mengikuti Selain Madzhab yang Empat). Bahkan An-Nafrawy -semoga Allah merahmati beliau- (ulama bermadzhab Malikiy, wafat tahun 1126 H -ًWikipedia)menyebutkan adanya Ijma' (kesepakatan) atas masalah ini.

3. T: Bolehkah seorang memilih madzhab yang ia sukai  dari 4 madzhab yang telah disebutkan ?
   J: ada 2 kondisi, pertama, orang tadi berada pada sebuah negeri yang penduduknya sepakat atas satu madzhab tertentu, maka berlakulah kaidah " Seorang Seharusnya Bermadzhab dengan Madzhab Negerinya dan Janganlah Ia Bermadzhab Selain Madzhab Negerinya "

Kedua, apabila dia berada pada suatu negeri yang mengikuti madzhab lebih dari satu, atau tidak terdapat madzhab resmi pada negeri tersebut, maka seorang boleh memilih mengikuti madzhab tertentu selama memenuhi beberapa hal berikut:

- Hendaknya madzhab yang dipilih tidak menyimpang, dilihat dari kacamata kaidah-kaidah syariat Islam.

- Hendaknya madzhab yang dipilih adalah madzhab yang paling unggul di negerinya, dilihat dari banyaknya guru, dan kitab-kitab rujukan yang bisa diperoleh.

- Hendaknya madzhab yang dipilih memiliki pemahaman yang benar

ini adalah syarat-syarat yang telah diakui oleh para ulama.

4. T: Bolehkah mengunggulkan satu madzhab atas madzhab yang lain ?
   J: Tidak boleh mengunggulkan salah satu madzhab secara mutlak(artinya madzhab tersebut selalu benar -penj). Mengunggulkan suatu madzhab hanya berlaku pada dalil sebuah masalah, semisal mengatakan,
" Sesungguhnya dalil si A lebih kuat daripada dalil si B pada masalah ini " demikian seterusnya.

Ibnu Muflih -semoga Allah merahmati beliau-  (ulama bermadzhab Hanbaly, wafat tahun 763 H -Wikipedia) pada kitabnya Al-Furu'

" Siapa yang mengatakan bahwa kebenaran hakiki berada pada salah satu madzhab yang empat, maka ia wajib diminta untuk bertaubat, jika tidak mau maka ia dihukum "

Perkataan beliau ini merupakan bukti, bahwasannya madzhab yang empat ini hanya sebuah sarana untuk mengetahui kebenaran.

5. T:Apakah bermadzhab berarti melakukan taqlid,  dan apakah tiap celaan pada taqlid juga dikenakan pada orang yang bermadzhab ?
   J: Tidak ada keharusan bermadzhab berarti melakukan taqlid, diantara keduanya ada persamaan dan perbedaan

- Sebagian orang yang bertaqlid tidak berarti mereka bermadzhab, demikian pula sebaliknya, sebagian orang yang bermadzhab bukan berarti mereka bertaqlid, karena taqlid itu sendiri adalah mengambil suatu pendapat tanpa mengetahui dalilnya, sedangkan bermadzhab adalah mengambil sebuah pendapat dengan mengetahui dalilnya

- Taqlid pada umumnya mengikut pada orang-orang tertentu, sedangkan bermadzhab itu mengikuti aliran/madzhab tertentu(yang telah diteliti dan dikembangkan oleh para ulama dari generasi ke generasi -ed) diantara dua hal tersebut terdapat perbedaan.

- Taqlid berkonsekuensi menutup pintu ijtihad, karena taqlid dan ijtihad adalah 2 hal yang saling berlawanan, sedangkan bermadzhab memungkinkan untuk melakukan ijtihad, bahkan kenyataanya kebanyakan ulama-ulama madzhab yang empat adalah para mujtahid.

Ibnul Jauzi -semoga Allah merahmati beliau- (ulama bermadzhab Hanbaliy, wafat tahun 597 H -Wikipedia) menyebutkan dalam kitab Manaqib-nya, 

" Bahwa kebanyakan dari para mujtahid yang bermadzhab Hanbaly, mereka selalu berusaha mengikuti dalil tanpa bertaqlid kepada Imam Ahmad pada suatu masalah."

Maka bermadzhab sejatinya adalah sebuah jalan yang mengantarkan seseorang kepada cara berijtihad. 

kesimpulan ini tentunya diambil berdasarkan penelitian terhadap fenomena-fenomena yang terjadi pada umat islam semenjak 8 abad yang lalu.

6. T: Siapakah orang yang boleh bermadzhab ?
   J: Orang yang boleh bermadzhab adalah dia yang butuh untuk mempelajari sengketa pendapat para Ulama juga mereka yang butuh mempelajari fiqih secara keseluruhan, adapun selainnya maka tidak boleh bermadzhab, karena selain dari yang dijelaskan adalah mereka yang butuh untuk bertaqlid kepada seseorang (dalam artian orang awam yang tidak terlalu ingin mendalami ilmu agama -penj)

7. T: Bermadzhab itu meliputi hal apa saja? Lalu bagaimana cara bermadzhab ?
   J: Bermadzhab mencakup dalam 3 hal:
- dalam mengajar dan belajar
- dalam beramal
- dalam berfatwa

Dalam belajar, semenjak zaman dahulu belajar dilakukan dengan cara mempelajari salah satu madzhab, dan hal ini tidak pernah sama sekali diingkari.

Dalam beramal, disesuaikan sebatas apa yang seorang ketahui seperti derajat keshahihan suatu dalil, dan benar tidaknya cara pendalilannya.

Dalam berfatwa, Fatwa memiliki dasar-dasar dan aturan-aturan tersendiri, diantaranya, boleh bagi seorang untuk mengamalkan pendapat yang paling hati-hati dan memberi fatwa kepada orang-orang dengan pendapat yang termudah dan tidak boleh sebaliknya, sebagaimana dijelaskan Ibnul Qayyim -semoga Allah merahmati beliau- (ulama bermadzhab Hanbaly, wafat tahun 751 H -Wikipedia)

Kesimpulannya: Tidak ada keterkaitan antara ketiga hal diatas. (maksudnya, seorang bisa jadi belajar Madzhab Syafi'iy akan tetapi dalam hal beramal ia memakai pendapat Madzhab Hanbaly sebatas pengetahuannya akan derajat keshahihan hadits dan cara berdalil yang menurutnya lebih tepat -penj)

8. T: Apa manfaat bermadzhab ?
   J: 
- mempelajari madzhab merupakan salah satu tingkatan dari beberapa tingkatan mempelajari agama. Ilmu agama sendiri terdiri dari 3 tingkatan: mengikuti (التعليق), menguji (التحقيق), mendalami (التدقيق), setelah itu barulah berpindah menuju tingkatan ijtihad.

- mempelajari madzhab merupakan sebuah cara bagi seseorang untuk menjadi orang yang cermat dalam berdalil, dan tidak sembarangan.

- terkadang seorang ulama tidak mengetahui sebuah dalil dalam suatu permasalahan, hingga akhirnya ia memakai pendapat madzhab.

- bermadzhab merupakan sebab supaya cermat dalam memberi fatwa

9. T: Apakah bermadzhab itu wajib ataukah tidak wajib ?
   J: Pendapat yang kuat, bahwasannya bermadzhab adalah suatu sarana, terkadang bisa menjadi wajib, bisa juga menjadi sunnah, sedangkan tidak bermadzhab bukanlah suatu yang dilarang dengan syarat ia mendasari pendapatnya diatas dalil, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Hajar Al-Haitamy (ulama bermadzhab Syafi'iy, wafat tahun 973 H -Wikipedia) dan Ibnu Rajab.

Sebuah Pelajaran:
Yang disepakati para ulama bahwasannya hukum sarana berbeda dengan hukum tujuan, dan diantara kesempurnaan fiqih(pemahaman -ed) seseorang, ia mengetahui perbedaan antara hal yang disyariatkan karena dzat-nya itu sendiri dengan sesuatu yang disyariatkan sebagai sarana menuju hal yang lain.

Diantara contohnya:
Suatu hal yang disyariatkan termasuk dari bentuk wasilah/sarana, boleh untuk diselisihi dengan 2 syarat:

- ia terhindar dari hal yang dikhawatirkan terjadi disebabkan ia meninggalkan sarana tersebut

- adanya keperluan yang mengharuskan ia meninggalkan sarana tersebut, terlebih jika ada dalil yang tidak menunjukkan atas larangan meninggalkan sarana tersebut.
Catatan Penerjemah:

(sebagai contoh sarana disini adalah bermadzhab supaya seorang mengetahui kebenaran disertai dalilnya, 

pertama apabila ia bisa mengetahui kebenaran dengan dalilnya tanpa bermadzhab maka dia telah aman dari hal yang dikhawatirkan akan terjadi jika meninggalkan sarana tersebut, 

kedua, adanya keperluan yang mengharuskan dia untuk meninggalkan sarana tersebut, semisal ia menganggap bahwasannya ia memiliki dalil kuat yang tidak terdapat dalam madzhab -ed)

Diantara contohnya seperti Qadha Shalat bagi orang yang meninggalkannya secara sengaja dengan tetap meyakini kewajiban shalat, dimana 4 madzhab sepakat wajib bagi dia mengqadha shalatnya, sedangkan beberapa ulama kontemporer semisal Syaikh bin Baz berpendapat ia wajib bertaubat dan menyesalinya tanpa perlu mengqadha shalat yang ia tinggalkan secara sengaja. Wallahu A'lam)

10. T: Fenomena-fenomena melampaui batas apa saja yang dalam bermadzhab ?
    J: 
- menjadikan bermadzhab sebab untuk berbuat fanatik, sehingga seseorang enggan untuk berbicara kecuali sesama pengikut madzhab, tidak mau memberi bantuan kecuali sesama mereka, tidak menikahkan kecuali sesamanya, dan ini adalah hal yang tidak terpuji.

- menjadikan bermadzhab sebagai sebab yang membuatnya sibuk dari mempelajari hal yang pokok dan paling utama, Al-Qur'an & Hadits

Untuk mengatasi hal ini, ada 3 hal yang perlu dilakukan:

* Fokus terhadap Al-Quran dan Hadits, dengan cara mempelajari keduanya sebelum mempelajari fiqih.

* Fokus memperhatikan penjelasan ulama dalam tafsir Al-Qur'an

* Fokus terhadap kaidah-kaidah berdalil sehingga ia mengetahui hukum suatu masalah berdasarkan dalilnya.

- menjadikan bermadzhab sebagai jalan untuk menimbulkan kegaduhan dan perselisihan diantara kaum muslimin

Wallahu A'lam, Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam

_________
Selesai diterjemahkan 10 Syawal 1441 H / 2 Juni 2020 M
Penerjemah: Ahmad Reza
Di share oleh ustadz ilmal Yaqin Al Tambuny

pernyataan nya Al qodhi Al Baqillani : Iman dalam terminologi syariat itu ya sama dengan iman secara bahasa. Yaitu tashdiq yg adanya di hati (hal. 389).

Al qodhi Al Baqillani ini lho ya yang bilang. Iman dalam terminologi syariat itu ya sama dengan iman secara bahasa. Yaitu tashdiq yg adanya di hati (hal. 389). Nanti saya dibilang bohong lagi..🤭. Biar para pakar nya saja kalau mau diskusi bab ini.  Kita hanya menyampaikan kesimpulan2 dari para ulama' yg kita ikuti thoriqohnya dalam permasalahan ini.
Ustadz Farid Fadhilah 
Keyakinan Ahlu Sunnah imam itu keyakinan dalam hati pernyataan dengan Lisan dan di amalkan dengan anggota badan

SAMA TAPI BEDA

#SAMA_TAPI_BEDA

Sama-sama berdoa tapi beda yang dituju, yang satu berdoa kepada Allah yang Maha Kuasa dan yang lain berdoa kepada mahkluq yang penuh dengan kelemahan dan kefakiran,.

▶Ahlus Sunnah berdoa memohon kepada Allah agar merahmati orang-orang yang sudah meninggal dari kalangan kaum muslimin,. 

▶Sedangkan Sufiyah (Ghulah) berdoa memohon kepada mayat agar mereka merahmati orang-orang yang masih hidup,. 

Apakah sama antara Tauhid dan Syirik??! 

Allah telah perintahkan dalam firmanNya :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

"Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Qs. Al Mukmin : 60)

dan Allah menggelari orang-orang yang berdoa kepada selain Allah dengan kesesatan, sebagaimana firmanNya :

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ

"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang (berdoa) menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?". (Qs. Al Ahqaf : 5).

🌾🌱_______
رحم الله أموات المسلمين رحمة واسعة وغفر لهم وألحقنا بالصالحين،.
Ustadz Muhammad Alif lc

balasan perkataan orang jahmiyah

apabila kamu mendengar orang orang JAHMIYYAH berkata : 

"Aku kafir kepada Tuhan yang Turun,!  maka katakan kepadanya "Aku beriman kepada Tuhan yang berbuat apa yang Dia inginkan". 

Itu perkataan IMAM YAHYA BIN MA'IN رحمه الله w. 233 H gurunya para imam dan ulama hadist. Yaitu imam Bukhori, imam muslim, imam ahamd رحمهم الله . 

Beliau berkata :

اذا سمعت الجهمي يقول : انا كفرت برب ينزل فقل انا أومن برب يفعل 
ما يريد 

" apabila kamu mendengar JAHMIYYAH berkata : "Aku kafir kepada Tuhan yang Turun maka katakan kepadanya Aku beriman kepada Tuhan yang berbuat apa yang Dia inginkan". 

Seperti yang di sebutkan oleh ulama Syafi'iyyyah Yaitu :
••imam Ala likai ulama abad ke 4 H. Dalam kitabnya syarhu i'tiqodi ahli sunnah wal jamaah hal 435

Dan ulama hanabilah yaitu :
••Syaikh abdul Qodir al jiilani رحمه الله dalam kitabnya Algunyah li tolibi toriqiil haqqi waddin hal 74-75. 

Jadi ungkapan ini ialah masyhur di kalangan ulama- ulama salaf ahli sunnah wal jamaah.
Ustadz Atori husen

Seorang mufti (yang memberi fatwa) harus memiliki ilmu dalam mengeluarkan hukum

Seorang mufti (yang memberi fatwa) harus memiliki ilmu dalam mengeluarkan hukum

1. Harus mengetahui hukum dari kitabullah (Al-Quran) dengan ayat2 ahkam
2. Mengetahui riwayat2 hadits yang berhubungan dengan hukum
3. Harus mengetahui istilah dan penerapan2 ushul fiqh dari majaz, hakikat, umum, khusus, mujmal, mufassol, mutlaq, muqoyyad, manthuq, mafhum dari nash yang ia pakai
4. Memiliki pengetahuan ilmu bahasa Arab kalo gak bisa bahasa Arab gak boleh berfatwa dan menjawab suatu pertanyaan dari mustafti, karena ia gak ngerti apa yang dimaksud Allah dan Rosul-Nya
5. Mengetahui perbuatan2 nabi, mana yang khusus buat nabi mana yang bisa buat umatnya secara umum
6. Mengetahui hukum nasikh dan mansukh, agar tidak beramal dengan apa yang telah di mansukh
7. Mengetahui ijma para ulama terdahulu dan apa yang mereka tidak ijma. Agar kita tidak mengeluarkan jawaban yang syadz, dan berlapang dada dalam perkara yang khilaf
8.mengetahui apa2 yang dibutuhkan untuk berfatwa
9. Mengetahui ilmu tentang qiyas dan ijtihad, dan illah2 dalam qiyas dengan beban, dan sifat2 yang bisa dipakai sebagai illah
10.  Mengetahui cara mengeluarkan illah dari suatu hukum asal, semisal gandum diqiyaskan dengan beras krn sebab illah makanan pokok
10. Mengetahui cara menggunakan dalil dengan tertib, mana yang diutamakan mana yang diakhirkan
11. Mengetahui cara mentarjih suatu permasalahan, gak asal ada dalil langsung di tarjih ada minimal 10 cara untuk mentarjih menurut syirozi, dan 27 cara menurut ulama yang lain
12. Yang berfatwa selain punya ilmu, juga harus bertaqwa dan tidak mengentengkan urusan agama

Ini ana nukilkan dari kitab luma' milik imam Syirozi rohimahullah

Kita harus banyak belajar, karena penerapan dalil2 itu gak semudah itu, Kalau orang gak punya itu dan fatwanya salah maka ia berdosa, kalo pun bener ia tetap berdosa

Berat??? Mangkax diajak taqlid dalam perkara fur (cabang agama) krn ini berat bung

Selama ulama berselisih dalam cabang kita boleh milih yang kita yakini kata syirozi karena kita memang bukan mujtahid yang mengerti cara berdalil

Dan ana rasa asatidzah di negeri kita gak semua memiliki alat ini, mungkin ada tapi sedikit sangat2 sedikit

Buktinya? Gak sedikit yang tergelincir dalam perkara ini

Kalo ustadz2nya aja masih gitu, gimana dengan yang kayak kita2 ini??

Ambil kaca dan sadar diri

Semoga Allah mudahkan kita untuk mempelajari dan mengamalkan apa yang kita ilmui... aamien
Ustadz aboud basharil 

Fitnah itu tidak akan memadamkan cahaya kebenaran, melainkan justru membuatnya lebih benderang

Fitnah itu tidak akan memadamkan cahaya kebenaran, melainkan justru membuatnya lebih benderang.
"Di antara faktor terbesar terjelaskannya keimanan, agama, serta kebenaran risalah para rasul, adalah kemunculan sosok-sosok yang sibuk menentangnya dengan berbagai fitnah dusta.
Karena setiap kali kebenaran ditentang, Allah -azza wa jalla- pasti akan menampakkan bukti, dalil, argumentasi, dan hal-hal lainnya
 yang justru membuat kebenaran tersebut semakin terjelaskan bagi umat, serta mematahkan segala syubhat dan fitnah yang diarahkan padanya."
~Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahmatullaah alaih- dalam Al-Jawaab Ash-Shahiih (1/85-86)
Ust Muhammad Afif naufaldi

Minggu, 26 Juli 2020

Jumhur asyaairoh rahimahumullah mengatakan Iman itu semata-mata pembenaran oleh hati. Bersesuaian dengan perkataan jahmiyyah.

Jumhur asyaairoh rahimahumullah mengatakan Iman itu semata-mata pembenaran oleh hati. Bersesuaian dengan perkataan jahmiyyah.

Al Imam Asy syafi'i radliyallahu 'anhu mengatakan :" Adalah ijmak dari kalangan sahabat dan tabiin, setelah mereka termasuk orang-orang yang kami jumpai bahwasanya iman itu perkataan (qoul) , perbuatan (amal) dan niat. Tidak cukup salah satu saja dari ketiganya kecuali bersama dengan yang lainnya."

Al imam al muzani rahimahullah mengatakan :" Iman itu perkataan dan perbuatan."

Bernarlah perkataan Al imam Abul mudhoffar as sam'ani asy syafi'i rahmatullah 'alaihi. 

فلا ينبغي لأحد أن ينصر مذهبه -أي الشافعي- في الفروع، ثم يرغب عن طريقته في الأصول

Tidak selayaknya seseorang menolong madzhab nya yakni asy syafi'i dalam hal furu' (fiqh) kemudian tidak suka dengan metodenya (thoriqoh) di dalam ushul (aqidah).

Allahu ta'ala a'lam...

#syafiiatsary
Ustadz Farid Fadhilah 

Termasuk sempitnya ilmu seseorang adlh membeo dalam agamanya kepada seseorang

Imam Ahmad berkata, “Termasuk sempitnya ilmu seseorang adlh membeo dalam agamanya kepada seseorang. Ia tidak akan luas ilmunya”. (Thabaqat Hanabilah)
Karena ilmu itu adlh firman Allah, sabda Rasul dan pemahaman para sahabat.
Ustadz abu Yahya Badrussalam hafidahullah

Sabar itu separuh iman dan keyakinan itu sepenuhnya iman

Sabar itu separuh iman dan keyakinan itu sepenuhnya iman Atsar dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu dari kitab Al ghoror Al mauqifi fi al atsar karya syaik ushoimi hafidahullah 
Di nukil dari ustadz abu Yusuf Ubaidah KTI PP Al Furqon Gresik 

ciri ciri jahmiyah ialah mereka menamai ahli Sunnah dengan musyabihah / mujasimah

Syaikh Qodir Al jilani dalam kitabnya Al gunyah hal. 104  beliau berkata : Kalau kita di Tuduh Mujassimah. Di buat cuek saja ya. Biar ulama2 yang membantah mereka. Yaitu :

•imam abi Hatim Arrozi رحمه الله . W : 277 H
•Imam Abu ustman Assobuni رحمه الله. W : 425 H. 
•syiakh abdul Qodir al jiilani رحمه الله  w. 550 H
ustadz Atori Husen

KITAB AL-IBANAH PALSU ATAU DIPALSUKAN?

KITAB AL-IBANAH PALSU ATAU DIPALSUKAN?

Fadlan Fahamsyah

Pertanyaan: Apa benar kitab al-Ibanah karya Imam al-Asy'ari yang mengatakan bahwa Allah ada di atas Arsy itu kitab palsu atau dipalsukan????

Jawab:

Imam Ibnu Katsir rahimahullah telah memastikan keaslian buku itu dan membenarkan bahwa madzab Imam al-Asy'ari yang terakhir adalah kembali ke pemahaman salaf menetapkan nama dan sifat Allah tanpa ta'wil, takyif, dan tashbih, lihat ucapan beliu:

والحال الثالث إثبات ذلك كله من غير تكييف ولا تشبيه جرياً على منوال السلف وهي طريقته في الإبانة التي صنفها آخراً.))

Pada fase ketiga: al-Imam al-Asy'ari (rujuk kembali ke madzhab salaf), menetapkan semua sifat Allah tanpa membagaimanakannya dan tanpa menyerupakannya, hal ini selaras dengan pemahaman para salaf, dan ini adalah metode yang beliau tempuh dalam kitabnya Al-IBANAH, kitab terakhir beliau.

Al-Imam Ibn Katsir, Thabaqat asy-Syafi'iyyin (al-Manshurah: Dar al-Wafa', 2004), hal.  210.

Begitu juga imam al-Alusi:

منهم الامام ابو الحسن الأشعري فأن آخر أمره الرجوع إلى ذلك المذهب الجليل بل الرجوع إلى ما عليه السلف في جميع المعتقدات قال في كتابه (الإبانة)  الذي هو آخر مؤلفاته :

(( الذي نقول به وديانتنا التي ندين بها التمسك بكتاب الله تعالى وسنّة نبيّه صلى الله عليه وسلم وما روي عن الصحابة والتابعين وأئمة الحديث ونحن بذلك معتصمون وبما كان عليه أحمد إبن حنبل نضر الله تعالى وجهه ))

Dan di antara mereka adalah al-Imam Abul Hasan al-Asy'ary, sesungguhnya beliau di akhir umurnya, telah rujuk menuju madzhab yang agung bahkan beliau kembali kepada madzhab para salaf dalam seluruh perkara aqidah, beliau berkata dalam kitab AL-IBAANAH yang merupakan akhir karya beliau: 

" keyakinan yang kami pegang dan agama yang dengannya kami beragama adalah berpegang teguh dengan kitabullah ta'ala dan sunnah nabi shallahu alaihi wasallam, serta apa saja yang diriwayatkan dari para shahabat, tabi'in dan imam-imam ahl Hadits, kami berpegang teguh dengan yang demikian itu dan dengan apa yang dipegang oleh imam Ahmad bin Hanbal semoga Allah menjadikan indah wajah beliau.. (Imam al-Aluusy, Gharaib al-Ightirab, hal: 189).

Kesimpulannya: 

Kitab al-Ibanah adalah asli Ting Ting milik al-Imam Abul Hasan al-Asy'ari.
Ustadz Fadlan Fahamsyah lc 

dalam menyikapi orang orang jahmiyah mengingkari Allah turun ke langit dunia sepertiga malam

Ustadz Atori Husen 

Tidak puasa tapi bersyukur, selevel dengan orang yang puasa

Tidak puasa tapi bersyukur, selevel dengan orang yang puasa

Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda :

الطاعِمُ الشَّاكِرُ بمنزلةِ الصائِمِ الصابِرِ

"Orang yang makan namun bersyukur, sama kedudukannya dengan orang puasa yang bersabar" (HR. Bukhari secara mu'allaq, Tirmidzi no.2486, Ibnu Majah no.1764, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.655).

Maksud hadits ini adalah, orang yang tidak puasa namun bisa menahan diri dari maksiat pahalanya sama seperti orang yang berpuasa. Karena hakekat dari puasa adalah untuk melatih diri menghindarkan diri dari maksiat.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:

موانع المعاصي في حق الفقير أكثر، وتوفرها في حق الطاعم أكثر؛ فإن الذي ملك نفسه عند النعمة وشَكر له مزية عظيمة، من يملك نفسه عند القدرة إلا القليل

"Hal-hal yang bisa menghalangi orang berbuat bermaksiat itu lebih banyak pada diri orang miskin. Sedangkan pendorong untuk maksiat pada diri orang yang makan itu lebih banyak. 

Maka orang yang bisa mengendalikan dirinya dalam kondisi penuh nikmat, dan bersyukur atas nikmat tersebut, ini sebuah keistimewaan yang besar.

Orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika dalam kondisi mampu, ini sangat sedikit" [sumber: https://bit.ly/30C6KJK ].

Maka ath tha'im asy syakir (orang yang makan namun bersyukur) di sini maksudnya orang yang tidak puasa namun istiqamah melaksanakan kewajiban dan menghindarkan diri dari maksiat. Karena syarat bersyukur itu 2 :
1. Mengakui dan menyebutkan bahwa nikmat itu dari Allah
2. Menggunakan nikmat dalam ketaatan bukan maksiat.

Allah ta'ala berfirman :

فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Bertaqwalah kepada Allah, agar kalian termasuk orang yang bersyukur" (QS. Ali Imran: 123).

Wallahu a'lam.  

@fawaid_kangaswad

kesaksian para ulama setelah era Syaikhul-Islām Ibn Taimiyyah rahimahullāh yang menyatakan bahwa Ibn Taimiyyah berlepas diri dari pemahaman tajsîm

Berikut beberapa kesaksian para ulama setelah era Syaikhul-Islām Ibn Taimiyyah rahimahullāh yang menyatakan bahwa Ibn Taimiyyah berlepas diri dari pemahaman tajsîm. Karena perkataan masing-masing ulama berikut cukup panjang, kami persingkat pada poin yang dimaksud.

1. al-Hāfizh Ibn Hajar al-‘Asqalāni (w. 852 H) berkata; “Dan karya-karyanya (Ibn Taimiyyah) penuh dengan bantahan terhadap orang yang berpemahaman tajsim. Dan beliau (Ibn Taimiyah) berlepas diri darinya.” (Taqrîzh Ibn Hajar pada al-Radd al-Wāfir)

2. al-Hāfizh Badruddîn al-‘Aini al-Hanafi (w. 855 H) berkata pula dalam taqrîzh-nya pada al-Radd al-Wāfir setelah menyebutkan akidah Ibn Taimiyyah yang tidak menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya; “Maka sang Imam ini (Ibn Taimiyyah) adalah sebagaimana engkau lihat akidahnya dan kepribadiannya. Maka barangsiapa berada di atas akidahnya ini, bagaimana bisa pelakunya disematkan kepada pemahaman hulûl, ittihād dan tajsîm serta apa yang dipahami oleh para ahlul-ilhād ?” (Dinukil pula oleh al-Ālûsi dalam Ghāyah al-Amāni fi al-Radd ‘alā al-Nabhāni 2/155)

Al-Hāfizh al-Sakhāwi dalam al-Dhau’ al-Lāmi’ (10/135) pada biografi al-‘Aini mengatakan, “Beliau memiliki taqrîzh terhadap al-Radd al-Wāfir karya Ibn Nāshiriddîn al-Dimasyqi yang begitu membela Ibn Taimiyyah”.

3. Syaikhul-Islām Shālih bin ‘Umar al-Bulqînî al-Syāfi’i (w. 868 H) berkata; “Sampai sekarang aku tidak menemukan dari perkataan Ibn Taimiyyah yang menunjukkan kekufuran dan kezindiqannya setelah aku meneliti dan menyelidikinya. Justru yang aku dapat adalah bantahannya terhadap ahlul-bid’ah dan ahlul-hawā’ serta yang lainnya yang menunjukkan berlepas dirinya beliau (dari setiap tuduhan yang disematkan) dan tingginya kedudukannya dalam ilmu dan agama.” (al-Radd al-Wāfir hal. 232-235. Dinukil pula oleh al-Ālûsi dalam Ghāyah al-Amāni 2/161)

4. Al-‘Allāmah Manshûr bin Yûnus al-Bahûti al-Hanbali (w. 1051 H) berkata; “Mereka menyematkan bid’ah dan tajsîm kepada beliau (Ibn Taimiyyah) padahal beliau berlepas diri darinya. Beliau merajihkan madzhab salaf di atas madzhab ahli kalam... Sebagian ulama baik yang dulu maupun kemudian telah menyusun keutamaan² dan manaqibnya dan kami mendapatkan manfaat darinya.” (Kasyf al-Qanā’ ‘an al-Iqnā’ 1/25)

5. al-Mullā ‘Ali al-Qāri’ al-Hanafi (w. 1014 H) berkata, “Keduanya (Ibn Taimiyyah dan Ibnul-Qayyim) termasuk Ahlus-Sunnah wal-Jamā’ah dan merupakan walinya umat ini.”

Lalu setelah menyebutkan perkataan Ibnul-Qayyim yang mengatakan makna-makna dari nushûsh Shifāt itu maklum dan kaifiyatnya majhûl, al-Mullā ‘Ali al-Qāri berkata; “Maka jelaslah bahwa akidahnya sesuai dengan para ahlul-haqq dari kalangan salaf dan jumhur khalaf. Maka celaan yang buruk dan hinaan yang keji tidaklah dapat dialamatkan dan ditujukan padanya. Karena perkataannya sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Imam yang teragung dan terkemuka dalam Fiqhul-Akbar (yaitu Imam Abu Hanîfah)... Begitu pula ternafikan darinya keyakinan tajsîm.” (Mirqāh al-Mafātîh Syarh Misykāh al-Mashābîh 7/2778)

6. al-Syaikh Ibrāhîm al-Kurāni al-Syāfi’i (w. 1011 H) berkata, “Ibn Taimiyyah bukanlah seorang yang berkeyakinan tajsîm.” (Dinukil oleh Nu’mān al-Ālûsi dalam Jilā’ul-‘Ainain hal. 389)

7. al-Syihāb Mahmûd al-Ālûsi al-Mufassir (w. 1270 H) berkata, “Bahkan ia (Ibn Taimiyyah) adalah orang yang paling berlepas diri dari kalangan mujassimah.” (Dinukil oleh putra beliau, al-Sayyid Nu’mān al-Ālûsi dalam Jilā’ul-‘Ainain hal. 389)

8. Yakni putra beliau tersebut al-Sayyid Nu’mān al-Ālûsi menegaskan hal serupa ketika membantahan tuduhan Ibn Hajar al-Haitami. (Jilā’ul-‘Ainain hal. 388)

9. al-‘Allāmah Mushthafā al-Rahîbāni (w. 1243 H) berkata; “Ia (Ibn Taimiyyah) adalah satu-satunya Imam yang dipuji oleh para ulama sezamannya maupun sesudahnya. Sampai-sampai biografinya disusun secara khusus. Beliau diuji dan orang-orang yang hasad menyerangnya serta menyematkan bid’ah dan tajsîm secara dusta kepada beliau. Karena beliau sendiri berlepas diri dari hal tersebut.” (Mathālib Ûlin-Nuhā fi Syarh Ghāyah al-Muntahā 1/22)

10. al-‘Allāmah Jamāluddîn al-Qāsimi (w. 1332 H) berkata;

“Banyak yang menyangka bahwa perkataan mengenai shifat ‘Uluww dan Istiwā melazimkan tajsîm dimana banyak dari ahlul-hadîts dituduh demikian karena hal ini. Diantara orang yang menuduhkan hal tersebut kepada ahli hadits adalah Jalāluddîn al-Dawāni yang berkata dalam Syarh al-‘Aqā’id -semoga Allah memaafkannya- : “Kebanyakan kaum mujassimah adalah orang² yang berpegang pada zhahir nushûsh Al-Qur’ān dan As-Sunnah. Dan mayoritas mereka adalah kalangan ahli hadits...(hingga perkataannya yang mengkritik Ibn Taimiyyah dan ahli hadits)”.

Perhatikan bagaimana al-Dawāni mengakui madzhab Ahlul-hadîts yang ia pahami sebagai madzhab Mujassimah!! Al-Qāsimi melanjutkan ;

“Jika setiap orang semisal Imam ini (Ibn Taimiyyah) dituduhkan dengan tajsîm maka itu adalah dusta...” (Mahāsin al-Ta’wîl 5/82)

Dan masih buanyakkk lagi. Jika ada yang mencela Syaikhul-Islam dari anak-anak ingusan di fb ini, tak perlu hiraukan.

Sang Faqih Syafi'i Mesir ahli lughah, tafsir dan adab, Baha'uddin Muhammad bin 'Abdil-Barr (w. 777H) berkata: “Demi Allah wahai fulan, tidak ada yang membenci Ibn Taimiyyah kecuali orang bodoh atau pengikut hawa nafsu. Orang bodoh tidak tahu apa yang dikatakannya. Sedangkan ahli hawa maka nafsunya menghalanginya dari kebenaran setelah ia mengetahuinya.”

Kembali Amirul-Mu`minin fil-Hadits al-Hafizh Ibn Hajar berkata (dan ini sudah sangat popular) : “Masyhurnya keimaman Syaikh Taqiyyuddin Ibn Taimiyyah lebih tersohor daripada matahari. Gelarannya dengan Syaikhul-Islam di zamannya senantiasa kekal hingga kini pada lisan-lisan yang suci dan akan terus demikian pada masa mendatang sebagaimana berlaku kemarin hari. Tidak ada yang mengingkari hal tersebut kecuali orang yang tidak tahu (bodoh) terhadap kedudukannya dan jauh dari sifat inshaf...”

Semoga Allah merahmati al-Imam al-Mujahid al-Mujtahid Syaikhul-Islam dengan Rahmat-Nya yang luas dan membalas beliau dengan sebaik-baik balasan.

Selamat berakhir pekan.
Zack TAYMEE 

_

Sabtu, 25 Juli 2020

kajian kitab Ibnu qoyim ijtimau Al juyus Al Islamiyyah

https://archive.org/download/UstadzAbuFairuzAhmadRidwan-IjtimauAl-juyusyAl-islamiyyah

NABI DAN SYUHADA PUN CEMBURU KEPADA MEREKA__________________

NABI DAN SYUHADA PUN CEMBURU KEPADA MEREKA
__________________
Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat orang-orang yang bukan Nabi, bukan pula syuhada,'' ujar Rasulullah sebagaimana dibawakan oleh Imam Abu dawud, '' Teapi bahkan para nabi dan syuhada cemburu kepada mereka di hari kiamat nanti, tersebab kedudukan yg Allah berikan kpda mereka.''

'' Ya Rasulullah, '' kata para sahabat ketika itu, '' beritahukanlah kepada kami, siapa mereka itu?'' Tanya para sahabat.

'' Meraka itu adalah,'' jawab beliau '' segolongan manusia yang saling mencintai karena Allah. 

Bukan karena kekerabatan .. Bukan pula karena di dasarkan pemberian harta. Demi Allah, wajah mereka padahari itu bersinar cemerlang dan mereka berada di atas cahaya. Mereka tiada khawatir ktka manusia lain ketakutan, dan mereka tidak bersedih ketika manusia lain berduka.''
===========================
Sebuah hadist qudsi yang dibawakan oleh Imam Ahmad dan tirmidzi merekam kalimat Allah tentang karunia para pecinta itu ,'' orang-orang yang saling mencintai karena ke agunganku demikian Allah berfirman, '' akan diberikan padanya mimbar-mimbar dari cahaya yang dicemburui oleh para nabi dan Rosul.''
=========================
Alangkan agungnya mereka yang mendapat karunia itu. Alangkah beruntungnya mereka yng memperoleh kemuliaan itu. semoga kita semua termasuk orang-orang yang mencintai karena Allah dan mendapatkan kedudukan seperti hadist di atas.
Ustadz abu nayif iqbal

ulama madzhab Syafi'i diantaranya imam ad Darimi dan imam Al lalikai menetapkan Allah istiwa di atas Arsy

Jangan sampai gara gara Hadist ini, kalian yang tidak ber iman bahwa Allah di langit istawa di atas Arasy menuduh Nabi صلى الله عليه وسلم "Mujassimah". 

Hadist ini di pakai dalil oleh ulama2 salaf dan ulama besarnya mazhab asysyafi رحمه الله, bahwa Allah di langit istawa di atas Arasy. Di antaranya oleh :
- imam addarimi rh ulama abad ke 2 H wafat th 280 H,dalam kitab arrod ala jahmiyyah. 
- imam ala likai ( abil qosim hibbatullah bin husain bn mansur attobari ala likai asysyafii.) ulama abad ke 3 & 4 H. Wafat th 418.
 Dalam kitabnya syarhu usuli i'tiqodi ahli sunnah wal jamaah .
Ustadz Atori Husen 

berikan maaf saudaramu dan tidaklah bermanfaat bagimu Allah mengazab saudaramu muslim oleh sebab dirimu

Jika engkau tidak mendapati kelezatan dan kelapangan dalam hati pada suatu amalan (sholih) maka curigai hatimu karena Robb Ta'ala Maha Mensyukuri." (Madarijus Salikin 2/68)

Berkata Ibnu Taimiyyah rohimahulloh: 
"Jika engkau tidak mendapati kelezatan dan kelapangan dalam hati pada suatu amalan (sholih) maka curigai hatimu karena Robb Ta'ala Maha Mensyukuri." 
(Madarijus Salikin 2/68)

Maknanya Alloh ta'ala akan membalas amalan sholih yang dilakukan seorang hamba di dunia dengan kelezatan, kenikmatan, kelapangan hati, jika tidak merasakan hal tsb berarti...??
Al hujjah

Tahukah Anda, Penduduk Surga Itu Ternyata Tidak Tidur?

#Tahukah Anda, Penduduk Surga Itu Ternyata Tidak Tidur?

- Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

" ....oleh karenanya penduduk surga itu tidaklah tidur, saking sempurnanya kehidupan mereka, sedangkan tidur disurga hanya akan menghabiskan waktu mereka tanpa bersenang--senang, bergembira dan tanpa kenikmatan, karena kebahagian disurga itu kekal, sedangkan tidur adalah wafat kecil, padahal disurga sudah tidak ada lagi kematian...."

Kitab Al-Qoulul Mufid 'Ala Kitabit Tauhid (3/307-308))
Ustadz Rudi abu aisyah

PERBEDAAN ASYA'IRAH DENGAN ASHABUL HADITS SANGAT JAUH SEKALI DI MATA FILSUF MESIR

PERBEDAAN ASYA'IRAH DENGAN ASHABUL HADITS SANGAT JAUH SEKALI DI MATA FILSUF MESIR

Seorang filsuf Mesir, DR. Ahmad Fuad al-Ahwâniy (w. 1970) rahimahullah dalam kitabnya "Ma'âniy al-Falsafah" (hal. 129, cet. DKI) ketika mendefinisikan mazhab ahlus sunnah, beliau berkata :
"Mazhab ini berbeda dengan mazhabnya ahli kalam dan juga berbeda dengan mazhabnya Asyâ'irah, karena asyâ'irah termasuk ahli kalam.....".

Faedah dari tweet Fadhilatus Syaikh Ali Hasan al-Halabiy hafizhahullah, selengkapnya, sila layari :
https://twitmazeed.com/show/B6B
Ustadz abu Sa'id Neno Triyono

bantahan kepada orang yg membagaimanakan turunnya Allah di sepertiga malam

Ustad FULAN mengatakan : 
Orang salafi ( wahabi ) meyakini Allah Turun ke langit dunia setiap sepertiga malam , padahal sepertiga malam berbeda beda disetiap tempat, berarti Allah turun terus kapan naiknya ! INI TIDAK RASIONAL ! 

Jawab : 
Ustadz antum Kalau kentut batal Wudhu’ yang di cuci kenapa  anggota whudhu’ ? Kenapa antum gak cuci Tempat keluarnya kentut ! 
Ini tidak RASIONAL ! 
Silahkan amalkan Rasional antum 

Antum hafal pembahasan fiqih ( mengusap dua khuf ) 
Kenapa Yang di usap bagian punggung khuf , seharusnya Yang diusap bagian bawahnya INI TIDAK RASIONAL ! 

Silahkah terapkan RASIONAL ANTUM disini !

Copas
Ustadz Amir as soronji lc mpdi

👉TAKFIRI. "Sukanya mengkafir- kafirkan".👉TABDI'I."Sukanya dikit dikit bid'ah".

👉TAKFIRI. 
 "Sukanya mengkafir- kafirkan".
👉TABDI'I.
"Sukanya dikit dikit bid'ah".
----------------------------
Ini tuduhan sudah Tidak asing lagi, kecuali untuk siapa kalau bukan kepada para "WAHHABI". Terutama dari teman2 dari kalangan Asyaairoh, Kalau kita balikan begini misal, bagaimana ...??
Bukannya ASY ARIYYAH juga TAKFIRI dan TABDI'I.!!? Apakah benar .?. Tentu benar. Bahkan takfiri dan tabdi'i mereka bukan berdasarkan Alquran dan hadist atau ijma' salaf, tapi sumber dari dalil a'rod (ILMU KALAM). 
     Sebenarnya masalah TAKFIR DAN TABDI'I ini bukan hal tabu dalam Beraqidah, semua golongan ada TAKFIR DAN TABDI'I nya, yang jadi masalah ialah LEMPAR BATU SEMBUNYI TANGAN. Nuduh orang takfiri dan tabdi'i tapi aqidah dia sendiri penuh dengan TAKFIRI & TABDI'I. 

Okee.. kita ambil contoh. 
1. Dalam kitab hasyiyah addasuqi 'ala ummil barohin - Allamah asysyaikh muhammad dassuqi rh- ala ummi barohin imam assanusi rh- cet al haromain indonesia hal 54-61. Di sebutkan dalam matan ummul barohin begini: 
   Bahwa hal pertama yang wajib di ketahui oleh mukallaf (muslim yag balig) ialah ANNADZRU النظر yaitu mengenal Allah ta'ala dengan jalan logika dengan memakai dalil A'ROD WA HUDUSIL AJSAM. 
Terus bagaimana kalau seseorang itu tidak bisa dan dia hanya bisa ikut ukutan saja, yaitu MUQOLLID / TAQLID- dan ini fakta kaum muslimin yang mengaku asy'ariyyah bahwa mereka "semua" muqollid dalam aqidah, mereka 90% tidak tau dalil a'rod dan cara penggunaannya". 
Nah yang seperti ini bagaimana hukumnya ?? KAFIR KAH ??.! 
Berakata imam assanusi :
ولا يكفى فيها التقليد 
"Tidak cukup taqlid dalam aqidah".
Adapun hukumnya seseorang taqlid dalam aqidah, Maka ulama2 asy'ariyyah ada yang mengatakan : --

• dia masih mu'min tapi dia berdosa.
•ada lagi mengatakan dia KAFIR DAN BUKAN MUSLIM SAMA SEKALI. 

وقال بعضهم المقلد ليس بمؤمن اصلا
"Berkata sebagian ulama asyairoh, bahwa orang yang taqlid dalam aqidah ialah bukan mu'min sama sekali ( KAFIR)".  Addasuqi ala ummil barohin hal 54&55).

   Jadi kita semua orang awwam KAFIR SEMUA.! 

      Jadi kalau di lihat masalah ini, seakan2 surga hanya milik segelintir orang yang pandai dalam ilmu kalam dan faham dalil a'rod, yang di mana ibnu hajar al asqolani menghukumi dalil ini ialah dalil Bid'ah dolalah dan berasal dari yunani. (Fathul bari juz 1 hal 70 & juz 13 hal 349.) " dan yang wajib bagi seorang muslim yang balig ialah DUA KALIMAH SYAHADAT serta pengamalannya seperti dalam hadist mu'adz ra dan lainnya , adapaun mengenal Allah sudah ada di FITROH MANUSIA".  Itu kata ibnu hajar. 

2. Masalah membidah bid'ahkan. 
   Dalam masalah KALAMULLAH AL azalli yang tdak ada suara dan huruf, imam assanussi berkata di hal 115 :
فمن توهم هذا فى كلامه تعالى فليس بينه وبين الحشوية ونحوهم من المبتدعة القائلين بان كلامه تعالى بحرف واصوات فرق
"Barang siapa yang berfikiran ini - berhuruf dan bersuara- pada KALAMULLAH YANG AZALLI maka tidak ada bedanya antara dia dan orang2 HASYAWIYYAH (salafi )(wahhabi. Pen) dan semisalnya dari AHLI BID'AH  yg mengatakan bahwa :" kalamullah itu berhuruf dan ada suara"

     ** dalam aqidah asyairoh al quran itu bukan kalamullah haqiqi tetapi sebagai madlul dari kalam dal (kalam nafsi Allah yang Qoim bi nafsihi) yang sifatnya statis dan tanpa suara dan huruf, kalau di ibaratkan ke bahasa arab maka jadi AL QURAN dst. Jadi alquran itu ialah bisa omongan jibril atau muhammad صلى الله عليه وسلم. Kalamullah haqiqi tidk mungkin bisa di tulis/ bersatu di mushaf atau mulut manusia . dst.. lihat dasuqi ala ummil barohin. Hal 114.

Jadi di sini suka membid'ah2kan juga kan, dan mirisnya bukan berdasarkan alquran dan hadist dan atsar salaf, tapi berdasarkan ilmu kalam.!

PADAHAL : aqidah imam asysyafii رضى الله عنه meyakini bahwa kalamullah yang haqiqi ialah ada suara dan huruf, mari kita lihat di manaqib asysyafii li baihaqi juz 1 hal 409 cet maktabah darutturost kairo : 
ويكون المسموع والمكتوب والمحفوظ والمتلو كلام الله عز وجل 
"Dan ke adaan Alquran yang di dengar dan di tulis dan di hafal dan di baca ialah Kalamullah azza wa jalla" 

 Jelas di sini imam asysyafii menetapkan bahwa kalamullah ialah terdengar dan berhuruf,. Ingin jelasnya baca manaqib asysyafii juz 1 hal 404- 411.

Dan syaikh abdul qodir al jiilani رحمه الله berkata : 
وعلامة الزنادقة : تسميتهم اهل الاثر بالحشوية
"Tanda tanda orang2 zindiq ialah menamai ahli atsar (SALAFI) dengan HASYAWIYYAH". Algunyah hal 104.

Dalam masalah AlQuran : beliau berkata :
ونعتقد أن القرآن الكريم كلام الله 
"Dan kami meyakini bahwa al quran al karim ialah kalamullah". Al gunyah hal 75 
ونعتقد أن القرآن حروف مفهومة واصوات مسموعة 
"Dan kami meyakini bahwa al quran ialah huruf2 yang di fahami dan suara2 yang di dengar....
وكلام الله لا ينفك عن ذلك
"Dan kalamullah tidak bisa terpisah dari itu (huruf dan suara). Al gunyah hal 77. 

Jadi jelas di sini perbedaanya antara aqidah salaf berasal dari alquran dan hadist dan aqidah asyaairoh berasal dari ilmu kalam.! 

  Maksud ana. Sama sama punya prinsip takfir dan tabdi'i, ya kita tinggal di lihat prinsip itu berasal dari alquran dan hadist serta atsar atau tidak.!!

Gitu aja sih ya. Di buat woles aja.!!
Ustadz Atori Husen hafidahullah