Tinjauan Historis Ritual Perayaan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ; Founder, Modifikator dan Endorser
Perayaan maulid Nabi tentu tidak pernah ada di dalam sejarah Nabi SAW dan tidak pula ada di dalam sejarah sahabat beliau RA. Bahkan di era 4 imam madzhab perayaan maulid sama sekali tidak dikenal di kalangan mereka.
Ya, itu adalah fakta sejarah dan telah diakui oleh seluruh ulama, baik yang pro-maulid atau pun yang kontra.
Lalu kapan dan siapa yang pertama kali mencetuskan perayaan Maulid Nabi?
Jika kita menelusuri beberapa keterangan ulama islam, maka kita akan menjumpai bahwa yang pertama kali mencetuskan perayaan maulid adalah raja-raja dari Dinasti Fatimiyah di Mesir pada abad ke 4 H.
Lalu sempat vakum dan tidak dirayakan sekitar 2 abad berturut-turut, kemudian dihidupkan kembali di zaman Kholifah Al Amir Biahkamillah. Lalu datang setelahnya seorang raja yang bernama Muzhoffaruddin Abu Said Kuukburi atau Gökböri (w.630 H) yang merayakan Maulid dengan beberapa modifikasi mutakhir yang tidak pernah ada sebelumnya.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh beberapa ulama islam seperti Syekh ‘Ali Mahfuzh, beliau berkata :
“Konon bahwa yang pertama kali mengadakannya di Mesir adalah Kholifah Dinasti Fatimiyyun pada abad ke-4. Mereka membuat bid’ah 6 perayaan maulid : Maulid nabi, maulid Imam ‘Aliy radhiyallahu ‘anhu, maulid Sayyidah Fathimah Azzahra radhiyallahu ‘anha, maulid Al Hasan dan Al husain radhiyallahu ‘anhuma, maulid kholifah Al Hadhir. Perayaan-perayaan tersebut berlangsung hingga dihentikan oleh Al Afdhol bin Amiruljuyusy. Lalu kembali diadakan pada pemerintahan Al Amir biahkamillah pada tahun 524 H di saat orang-orang telah melupakan perayaan-perayaan tersebut. Dan yang pertama kali mengadakan perayaan maulid Nabi di kota Irbil yaitu raja al Muzhoffar Abu Said di abad ke 7. Dan perayaan tersebut terus berlanjut hingga di zaman kita sekarang dan orang-orang telah mulai bermudah-mudahan di dalamnya dan membuat di dalamnya berbagai inovasi sesuai hawa nafsu mereka dan sesuai petunjuk setan-setan dari kalangan jin dan manusia. (Al Ibtida’ fi Madhorri al Ibtida’ hal 231)
Dari pernyataan beliau di atas bisa dipahami dengan jelas bahwa Raja Irbil bukanlah pencetus akan tetapi beliau adalah pelanjut dan sekaligus modifikator maulidan. Secara historis, pencetusnya adalah Dinasti Fathimiyah atau Dinasti kelompok Syi'ah yang dikenal sebagai penghina bunda 'Aisyah dan Sahabat-sahabat Nabi RA.
Ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Taqiyuddin Al Maqrizi, seorang sejarawan terkemuka Mesir yang hidup di abad kedelapan hijiriyah. Beliau berkata:
"ذكر الأيام التي كان الخلفاء الفاطميون يتخذونها أعيادًا ومواسم تتسع بها أحوال الرعيّة وتكثر نعمهم؛ كان للخلفاء الفاطميين في طول السنة أعياد ومواسم، وهي موسم رأس السنة، وموسم أول العام، ويوم عاشوراء، ومولد النبي صلى الله عليه وسلم، ومولد علي بن أبي طالب، ومولد الحسن، ومولد الحسين، ومولد فاطمة الزهراء رضي الله عنهم، ومولد الخليفة الحاضر، وليلة أول رجب، وليلة أول شعبان، وليلة نصفه... إلى آخر سرده لتلك الأعياد والمواسم"
“Para khalifah Dinasti Fatimiyin memiliki perayaan-perayaan dan peringatan-peringatan setiap tahun seperti peringatan akhir tahun, peringatan awal tahun, hari Asyura’, Maulid Nabi, maulid Ali bin Abi Tholib, maulid Al Hasan Dan Al Husain, maulid Fathimah Azzahra, maulid khaolifah al Hadhir, peringatan awal malam bulan Rajab, peringatan awal malam bulan Sya’ban dan malam Nisfu sya’ban….(AlKhutoth vol.2 hal.347)
Lalu siapa sebenarnya sosok raja yang bernama Muzhoffaruddin Abu Sa’id Kuukburi (Gökböri) ini?
Abu Sa'id adalah sosok penguasa wilayah yang bernama Irbil atau sekarang dikenal dengan Arbil atau Erbil yang merupakan ibukota Kurdistan, yang terletak di bagian utara negara Irak.
Beliau adalah tokoh yang kontroversial di kalangan sejarawan islam. Sebagian memuji beliau dan sebagian yang lain mencelanya.
Uniknya, faktor utama yang membuat beliau menjadi kontroversial adalah karena perayaan Maulid itu sendiri. Mungkin bisa dikatakan karena beliaulah yang mulai menghidupkan kembali acara maulidan yang dicetuskan oleh Dinasti Fathimiyah sebelumnya. Ditambah dengan adanya pencampuradukan di dalam perayaan tersebut antara kemungkaran dan kebaikan.
Perayaan Maulid yang beliau adakan adalah sebuah perayaan yang sangat fenomenal dan fantastik.
Sepanjang sejarah Islam, dari sejak awal munculnya perayaan Maulid belum pernah ada yang menyaingi kemeriahan dan kemegahan acara maulidan yang beliau laksanakan. Sampai-sampai Ibnu Khollikan (w.681 H) penulis kitab “Wafayatul a’yan” sejarawan besar yang hidup sezaman dengan dengan Raja Irbil dan juga sekampung dengan beliau mengatakan :
وأما احتفاله بمولد النبي صلى الله عليه وسلم فإن الوصف يقصر عن الإحاطة به
“Dan adapun perayaan maulid yang beliau laksanakan maka sangat sulit untuk dideskripsikan.” (Wafayatul A’Yann vol.4 hal.117)
Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Ibnu Katsir. Beliau berkata :
وكان يعمل المولد الشريف في ربيع الأول ويحتفل به احتفال هائلا
“ Beliau mengadakan Maulid Mulia di bulan Rabi’ul Awwal dan merayakannya dengan perayaan yang megah.”( Al Bidayah wannihayah, vol.17 hal.205).
Adapun bagaimana bentuk ritual perayaan beliau maka Ibnu Khollikan lebih lanjut menjelaskan :
“Dan bahwasanya negeri-negeri lain telah mendengarkan niat baik beliau terkait perayaan Maulid. Maka di setiap tahunnya perayaan maulid yang diadakan oleh beliau akan selalu dihadiri oleh penduduk negeri-negeri yang berdekatan dengan Irbil seperti Baghdad, Mosul, Al Jazirah, Sinjar, Nashibain dan negeri-negri non arab dan sekitarnya. Dan dijuga dihadiri oleh para Ahli Fikih, para Sufi, para Qori’, dan para penyair.
Dan mereka akan senantiasa menjalin komunikasi dari sejak bulan Muharram hingga awal bulan Rabi’ul Awwal. Dan Muzhoffaruddin mulai mendirikan kubah-kubah dari kayu. Setiap kubah terdiri dari 4 atau 5 lantai dan beliau membangun sekitar 20 kubah atau lebih.
Salah satu di antaranya adalah kubah khusus untuk beliau. Sisanya untuk para pejabat dan tokoh-tokoh negara beliau. Setiap orang mendapatkan satu kubah. Dan jika telah masuk bulan safar mereka mulai menghiasi kubah-kubah tersebut dengan aneka macam assesoris yang indah. Dan di setiap kubah telah duduk sekelompok penyanyi dan sekelompok tukang khayal (pendongeng) serta sekelompok pemain musik.
Dan mereka tidak akan membiarkan satu kubah pun kecuali telah tersedia paket seperti di atas. Di masa itu orang-orang akan cuti total dari pekerjaan mereka. Tidak ada yang mereka kerjakan selain dari menonton dan mengelilingi aneka hiburan yang telah disediakan.
Dan Muzhoffaruddin senantiasa memantau setiap hari setelah sholat Asar dan memeriksa satu persatu dari kubah-kubah yang beliau telah dirikan. Dan beliau menikmati nyanyian mereka dan mendengarkan cerita khayalan mereka dan aksi-aksi mereka di dalam kubah-kubah tersebut.
Dan beliau bermalam di tempat ibadah kaum sufi dan mendengarkan sama' (wiridan sufi) dari mereka lalu setelah sholat subuh beliau pergi berburu dan kembali lagi ke kubah menjelang dzhuhur.
Demikianlah rutinitas beliau setiap hari hinga tiba malam maulid. Dan beliau merayakan maulid sebagai sunnah pada tanggal 8 bulan Rabi’ul Awwal dan juga di tanggal 12 Rabi’ul Awwal dikarenakan adanya perselisihan mengenai tanggal kelahiran Nabi. Maka 2 hari sebelum hari H (maulid) beliau mengeluarkan unta-unta dan sapi-sapi serta kambing-kambing dengan jumlah yang begitu besar yang tidak terhitung yang diiringi oleh suara rebana-rebana, suara musik dan aneka hiburan hingga sampai ke tengah lapangan. Lalu mereka mulai menyembelinya. Lalu menggelar panci-panci lalu mememasaknya dengan berbagai macam resep.
Jika telah tiba malam maulid beliau mendengarkan sama' (wiridan sufi) setelah sholat magrib di dalam istana lalu beliau turun dengan membawa banyak lilin-lilin yang menyala-nyala. Dan jika telah tiba pagi hari maulid maka beliau menurunkan pakaian kemulian menuju tempat kaum sufi yang dibawa oleh para sufi dan di tangan mereka masing-masing membawa sebuah kantong, dan mereka berjalan beriringan. Mereka terus demikian dengan jumlah yang begitu banyak saya lupa berapa jumlah mereka. Lalu mereka menuju ke Khoniqah (ruang ibadah sufi) dan para tokoh dan pejabat berkumpul di tempat tersebut serta para bangsawan kaya raya.” (Wafayatul A’Yann vol.4 hal.118)
Memang tidak dipungkiri bahwa Raja Muzhofffaruddin ini memiliki sifat kedermawanan yang sangat luar biasa sehingga tidak mengherankan jika beliau banyak mengeluarkan harta yang begitu banyak demi perayaan maulid Nabi. Dan ini pun tidak luput disebutkan oleh Ibnu Khollikan. Beliau berkata :
“Adapun sepak terjang beliau maka beliau memiliki kebaikan-kebaikan yang menakjubkan yang belum pernah terdengar bahwa ada seorang pun melakukannya. Tidak ada di dunia ini sesuatu yang beliau lebih cintai dari sedekah.(Wafayatul A’yan vol.4 hal.116)
Sifat lain yang menjadi kelebihan beliau adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir (w.774 H). Beliau berkata :
وكان يعمل المولد الشريف في ربيع الأول ويحتفل به احتفال هائلا، وكان مع ذلك شهما شجاعا بطلا عاقلا عالما عادلا رحمه الله تعالى.
“ Beliau mengadakan Maulid Mulia di bulan Rabi’ul Awwal dan merayakannya dengan perayaan yang megah. Dan beliau meskipun demikian juga adalah seorang yang berwibawa dan pemberani, patriotis dan cerdas dan berilmu - semoga Allah merahmati beliau-”( Al Bidayah wannihayah, vol.17 hal.205).
Ya, meskipun sifat adil yang disebutkan oleh Ibnu Katsir perlu untuk digaris bawahi karena hal tersebut berbeda dengan pandangan pakar sejarah sekaligus pakar geografi dan kependudukan yang seera dengan Raja Irbil yaitu Imam Yaqut Al Hamawi (w.626 H) dimana beliau menyatakan :
وطباع هذا الأمير مختلفة متضادة فإنه كثير الظلم، عسوف بالرعية، راغب في أخذ الأموال من غير وجهها، وهو مع ذلك مفضل على الفقراء كثير الصدقات على الغرباء، يسير الأموال الجمة الوافرة يستفك بها الأسارى من أيدي الكفار وفي ذلك يقول الشاعر : كساعية للخير من كسب فرجها، لك الويل لا تزني ولا تتصدقي....."
“ Dan karakter raja ini berbeda-beda dan kontradiktif. Sesungguhnya beliau adalah orang yang banyak melakukan kezholiman, semena-mena terhadap rakyatnya, senang mengambil harta dari jalan yang tidak benar. Meskipun demikian, beliau adalah orang yang suka menyantuni fakir miskin dan banyak bersedekah kepada orang-orang asing. Rela mengeluarkan harta yang banyak demi menebus tahanan-tahanan dari tangan orang kafir. Dalam hal ini seorang penyair mengatakan : Ibarat perempuan yang melakukan kebaikan dari hasil kemaluannya celakalah engkau jangan berzina dan jangan bersedekah…” (Mu’jamul Buldan vol.1 hal.138)
Sikap Ibnu Katsir ini juga telah dikomentari oleh Pakar Tahkik Syekh Muhammad Subhi Hallaq. Beliau berkata :
" وقد ذكر ابن كثير في البداية والنهاية نقلا عن سبط ابن الجوزي أنه قال فيما ذكره عن سلطان إربل : أنه كان يعمل للصوفية في المولد سماعا من الظهر إلى الفجر ويرقص بنفسه معهم.
"Dan Ibnu Katsir telah menyebutkan di dalam Al Bidayah Wannihayah dengan menukilkan dari cucu Ibnul Jauzi bahwasanya beliau berkata mengenai raja Irbil : Bahwa beliau (raja Irbil) mengadakan sama' (wirid sufi)) dari para sufi dari waktu dzhuhur hingga waktu subuh. Dan ikut menari (joget) bersama mereka."
Lalu Syekh Subhi mengomentari :
وكما ترى في هذا الكلام والذي بعده أبلغ رد على من تجاوز الحد في مدحه والثناء عليه بالعدل وحسن السيرة والسريرة.
"Sebagaimana anda saksikan di dalam nukilan ini dan yang setelahnya di dalamnya terdapat sanggahan yang tepat bagi orang yang berlebihan dalam memuji dan menyanjung dia dengan keadilan dan kebaikan rekam jejak. (Catatan kaki Al Fathurrabbani vol.2 hal.1087)
Tentu saja informasi dari pelaku sejarah lebih layak untuk diafirmasi. Namun, terlepas dari yang mana yang benar dan akurat, mereka sepakat bahwa raja Irbil ini melakukan perayaan maulid dengan menghadirkan kemungkaran-kemungkaran seperti acara joget-joget yang diiringi oleh musik-musik dan nyanyian-nyanyian yang telah disepakati oleh ulama 4 mazhab keharamannya.
Satu hal yang menarik dari acara maulidan raja Irbil di atas adalah mengapa ulama-ulama yang ada di zaman beliau tidak satu pun yang tampil mengingkari perayaan maulid yang digelar oleh raja Irbil?
Tentu pertanyaan ini sama sekali tidak menjadi argumen bagi yang membolehkan maulid karena jika anda katakan ini menunjukkan bahwa maulidan adalah boleh bagi ulama di zaman beliau.
Maka anda juga harus menyatakan bahwa musik dan joget-joget, dan ritual-ritual sufi lainnya adalah boleh bagi ulama di zaman beliau karena juga tidak ada yang mengingkari. Dan tentu ini adalah kekeliruan besar karena ulama 4 mazhab sepakat akan keharaman musik apalagi ditambah dengan joget-joget. Ibnu Hajar Al Haitami Asysyafi'i (w.974 H) berkata :
“الأوتار والمعازف: كالطنبور، والعود، والصنج -أي: ذي الأوتار- … وغير ذلك من الآلات المشهورة عند أهل اللهو والسفاهة والفسوق، وهذه كلها محرمة بلا خلاف، ومن حكى فيه خلافًا فقد غلط أو غلب عليه هواه..
" Senar atau alat musik : Kecapi panjang, kecapi pendek,gimbal - yang bersenar- dan selainnya merupakan alat musik yang masyhur di kalangan penikmat hiburan, orang dungu, dan orang fasik. Dan semua ini adalah haram tanpa ada khilaf. Dan barangsiapa menyebutkan adanya khilaf maka sungguh telah keliru atau telah diliputi hawa nafsu."(Kaffurru'a' 'an Muharramatillahwi wassama' hal.118)
Satu-satunya alasan yang paling kuat yang bisa kita ambil adalah kemungkinan mereka tidak berani melakukan pengingkaran secara terang-terangan terhadap kemungkaran tersebut yang notabene dilakukan oleh waliyul amri. Atau mungkin saja mereka tidak memandang kebolehan mengingkari pemerintah secara terang-terangan.
Demikian halnya dengan pujian Ibnu Katsir terhadap beliau, itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau mendukung perayaan maulid. Karena posisi beliau sedang merekam dan menceritakan sejarah apa adanya. Bukan sedang membahas hukum maulid.
Di sisi lain, tak bisa dipungkiri bahwa ada saja ulama yang mendukung beliau. Salah satunya adalah ulama yang masyhur bernama Ibnu Dihyah. Konon, nasabnya bersambung ke Sahabat Nabi yang bernama Dihyah Al Kalbi. Tidak hanya mendukung, bahkan beliau menuliskan buku khusus terkait maulid nabi dan mendapat fee dari sang raja sebesar 1000 dinar. Sehingga bisa dikatakan bahwa Ibnu Dihyah ini adalah konsultan beliau dalam perkara maulid dan mungkin saja dalam perkara-perkara lainnya.
Akan tetapi, banyak ulama meragukan kredibilitas beliau. Di antaranya adalah Imam Adzzahabi (w.748 H). Beliau berkata :
ابن دحية الشيخ العلامة المحدث الرحال المتفنن مجد الدين أبو الخطاب عمر بن حسن بن علي بن الجميل....هكذا ساق نسبه، وأما أبعده من الصحة والاتصال وكان يكتب لنفسه ذو النسبتين بين دحية والحسين.
"Ibnu Dihyah Syekh Allamah Muhaddits pengelana yang multitalenta Majduddin Abul Khottob Umar bin Hasan bin 'Ali bin Al Jamil...demikianlah dia menyebutkan nasabnya namun betapa jauhnya dia dari kebenaran dan akurasi. Dan beliau menulis tentang dirinya sebagai sosok yang memiliki dua nasab yaitu : Dihyan dan Al Husain.
Lalu beliau menukilkan komentar Addhiya’ :
قال الضياء : لقيته بأصبهان، ولم أسمع منه، ولم يعجبني حاله، كان كثير الوقيعة في الأئمة، وأخبرني إبراهيم السنهوري بأصبهان أنه دخل المغرب وأن مشايخ المغرب كتبوا له جرحه وتضعيفه.
" Saya bertemu dengannya di Asbahan dan aku tidak pernah mendengarkannya. Dan aku tidak suka dengan prilakunya. Sangat banyak menjelekkan para imam. Dan Ibrahim Assamhuri mengabarkan kepadaku di Asbahan bahwa dia (Ibnu Dihyah) bahwa beliau memasuki Maroko dan bahwa Masyaikh Maroko telah menulis jarh (kecacatan) dan kelemahannya."
Lalu Ibnu Nuqthoh :
كان موصوفا بالمعرفة والفضل ولم أره. إلا أنه كان يدعي أشياء لا حقيقة لها.
"Dia disifati sebagai sosok yang berilmu dan memiliki keutamaan akan tetapi aku tidak melihat hal itu padanya. Akan tetapi dia mengklaim banyak hal yang tidak ada buktinya."
Selanjutnya Ibnu Najjar :
وكان حافظا ماهرا تام المعرفة بالنحو واللغة ظاهري المذهب، كثير الوقعية في السلف، أحمق شديد الكبر، خبيث اللسان متهاونا في دينه.
"Dia adalah seorang yang hafizh dan cerdas dengan wawasan yang sempurna dari sisi ilmu Nahwu dan bahasa. Sosok pengikut mazhab Dzhohiriy. Banyak menjelekkan ulama salaf. Seorang yang sangat angkuh..pemilik lisan yang kotor, bermudah-mudahan dalam agamanya."(Siyar A'laminnubala vol.22 hal.389)
Bahkan bait-bait syair yang disebutkan di dalam kitab Attanwir Fi Maulidissirajil Munir yang diklaim sebagai karya Ibnu Dihyah juga diragukan oleh Ibnu Khollikan bahwa itu adalah syair Ibnu Dihyah. Beliau lebih meyakini bahwa itu adalah Syair karya Al As 'ad bin Mamati yang beliau lantunkan untuk memuji Sultan Al Malik Al Kamil.
Atribusi syair tersebut kepada Al As'ad juga diyakini oleh Ibnul Mustaufi sendiri setelah beliau menguji langsung Ibnu Dihyah seputar bait-bait syair tersebut. (Wafayatul A'yan vol.1 hal.212)
Imam Asysyaukani (w.1255 H) tatkala mengomentari Kitab tersebut beliau berkata :
"فلما كان المبتدع لهذه البدعة ذلك الملك ساعده ابن دحية وألف في ذلك مجلدا سماه : التنوير في مولد البشير النذير، وهو مع توسعه في علم الرواية لم يأت في ذلك الكتاب بحجة نيرة. لا جرم إجازة ألف دينار كما ذكر ابن خلكان، ومحبة الدنيا تفعل أكثر من هذا.
"Tatkala yang membuat bid'ah ini (maulid) adalah raja tersebut ( Muzahoffaruddin) dibantu oleh Ibnu Dihyah dan membuat karya yang berjudul : Attanwir fi Maulidil Basyirinnadzir. Buku yang meski membahas panjang lebar dalam persoalan ilmu riwayat namun tidak mendatangkan di dalam kitab itu hujjah yang jelas.. Tak ayal, karena hadiah 1000 dinar sebagaimana kata Ibnu Khollikan dan kecintaan dunia bisa berpengaruh lebih dari itu."(Al Fathurrobbani, vol.2 hal.1091)
Demikianlah kurang lebih histori singkat awal mula munculnya perayaan maulid Nabi SAW. Sebuah ritual asing yang tidak pernah dikenal oleh generasi awal islam, lalu dicetuskan oleh sebuah Dinasti beraliran Syiah, selanjutnya diserap dan dimodifikasi oleh seorang tokoh Sufi kemudian terus berinfiltrasi ke dalam ruang-ruang ibadah kaum muslimin sepanjang zaman.
Ironisnya, hingga saat ini seolah telah menjadi ritual wajib tahunan yang diselenggarakan dengan begitu meriah di beberapa belahan dunia Islam tak terkecuali masyarakat Islam di Bumi Pertiwi. Bahkan menyaingi kemeriahan hari raya ‘Idul Fitri dan Idul Adha.
Wallahul musta'an
https://www.facebook.com/100083289821802/posts/pfbid0Xw1QWtJz5yqJAh4KVTUdvhRUv81rAbjeanZvjxLXkQNZ8ruD5fYcL86JycwdNqZel/?mibextid=Nif5oz