Faidah haditsiyyah : Qowaid Jarh Wa At-Ta'dil.
Tidak diragukan lagi bahwa menelaah sanad hadist adalah pekerjaan para ulama hadist. Bagaimana akhirnya penelitian² yang mereka lakukan menghasilkan beberapa ketentuan kaidah.
Salah satu yang diperselisihkan oleh para ulama hadist adalah :
Riwayat seorang rawi yang diketahui oleh ahli jarh wa at-ta'dil bahwa dia adil, kemudian seorang yang adil tersebut meriwayatkan dari seorang syaikh.
Apakah riwayat seorang adil tersebut di ta'dil atau diterima atau ditolak?
Disini ada 3 pendapat :
Pendapat pertama riwayatnya ditolak secara mutlak, ini adalah pendapat al hafizh al iroqi dan jumhur muhaddisin.
Dikarenakan seorang syaikh tersebut tidak diketahui keadaannya. Terlepas dia seorang syaikh, bisa jadi dia adil bisa jadi tidak. Jarh belum ada kepadanya, demikian pula ta'dil. Sehingga tidak dapat dihukumi riwayatnya diterima walaupun dia adalah seorang syaikh.
Pendapat kedua : riwayatnya diterima secara mutlak.
Dikarenakan, jika rawi yang adil itu mengetahui ada yang men-jarh syaikh tersebut pastilah dia tidak meriwayatkan hadistnya.
Sikap diamnya rawi adil tersebut menunjukkan akan diterimanya riwayat seorang syaikh tadi. Jika dia mengetahui bahwa telah datang jarh terhadapnya namun dia tetap meriwayatkan, maka dia telah berbuat curang dalam agama.
Para ulama menerima riwayat seorang adil tersebut karna "keadilannya". Sehingga para ulama percaya dengan riwayatnya.
Pendapat yang ketiga : Dirinci terlebih dahulu.
Jika rawi adil itu dikenal meriwayatkan dari seorang yang adil pula, maka riwayatnya diterima. Namun jika tidak dikenal dia meriwayatkan dari seoarang yang adil pula maka ditolak.
Diantara rawi adil yang selalu meriwayatkan dari seorang yang adil pula, diantaranya :
Imam Ahmad bin hanbal
Sulaiman bin harb
As sya'bi
Malik bin anas
Baqiyy ibn mukhlid.
Sedangkan al Imam as suyuti memasukkan syu'bah bin mahdiy. Namun As Sakhowi mengatakan bahwa terkadang syu'bah meriwayatkan dari seorang matrukul hadist.
Guru kami As Syaikh DR. Ahmad Al Makromiy mengatakan yang paling dekat dengan kebenaran adalah pendapat ketiga, dan juga di rajihkan oleh ahli ushul.
Rumit gak ikhwah???
Hehe...minum kopi dulu ya biar gak apa kali...(logat medan)
________________
Ikhwah, apa pelajaran yang bisa dipetik dari hal ini? Diantaranya :
1. Ilmu hadits adalah ilmu yang sangat mulia, ilmu yang para ulama salaf dahulu berjuang habis habisan siang dan malam, melakukan perjalanan berbulan bulan demi mencari sebuah hadist, mengerahkan ijtihad untuk menghukumi satu hadist.
2. Kita akhirnya tidak menyepelakan ulama, tidak menyepelekan karya² mereka. Karna kita tahu bagaimana perjuangan mereka.
3. Ilmu itu didapatkan hanya dengan belajar.
4. Tidak boleh berbuat curang didalam agama.
5. Perlunya kroscek terlebih dahulu jika datang sebuah khobar, jangan ditelan mentah².
6. Imam Ahmad dan Imam malik dari dua orang Imam yang sangat kredibel.
7. Bercermin dari perkara ini, bahwa kejujuran adalah sebuah hal yang mendatangkan kemuliaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
8. Dengan melihat bagaimana ulama salaf dahulu, menjadi cambukan bagi kita untuk terus belajar dan berjihad untuk menghilangkan kebodohan.
Semoga bermanfaat,
Akhukum Fillah, Taufiq Abu Ruwayfi'.