Melipat (Menggulung) Celana dan Lengan Baju Saat Shalat
Oleh : Ustadz Ginanjar Nugraha
Pada saat shalat, sebetulnya kita sedang “sibuk” bermunajat kepada Allah dengan membaca Al-Quran, berdzikir dan berdoa, serta menjalankan kaifiyat shalat, baik yang wajib maupun sunnah dengan khusyu’ dan thu’maninah.
Dari 'Abdullah radhiallahu 'anhu berkata :
كُنَّا نُسَلِّمُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَيَرُدُّ عَلَيْنَا فَلَمَّا رَجَعْنَا مِنْ عِنْدِ النَّجَاشِيِّ سَلَّمْنَا عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْنَا وَقَالَ إِنَّ فِي الصَّلَاةِ شُغْلًا
"Kami pernah memberi salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika Beliau sedang shalat dan Beliau membalas salam kami. Ketika kami kembali dari (negeri) An-Najasyi kami memberi salam kembali kepada Beliau. Namun Beliau tidak membalas salam kami. Kemudian Beliau berkata: "Sesungguhnya dalam shalat ada kesibukan."
(Shahih Al-Bukhari, 2/62)
Riwayat dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu'anhu :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا يُنَاجِي رَبَّهُ فَلَا يَبْزُقَنَّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَا عَنْ يَمِينِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya mukmin itu jika sedang shalat, maka hakikatnya dia sedang bermunajat dengan Rabbnya. Maka janganlah meludah ke depan atau ke kanan akan tetapi (jika hajat untuk meludah), maka (boleh meludah) ke kiri atau di bawah telapak kakinya."
(Shahih Al-Bukhari, 1/90)
Terlebih dalam keadaan sujud. Sujud merupakan simbol puncak kepasrahan dan ketundukan seorang hamba kepada Allah. Ketika kepala, tangan dan kaki merendah sejajar pada titik terendah bumi yang mengubur keangkuhan dan kesombongan diri. Karena itu saat yang paling dekat antara hamba dan Allah adalah ketika sujud.
Dari Abu Hurairah bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda :
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
"Keadaan paling dekat antara hamba dan Tuhannya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah doa.”
(Shahih Muslim, 2/49)
Diantara hadits kaifiyat sujud adalah sebagai bersujud dengan tujuh tulang dengan tidak menahan rambut dan baju, sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Ibn 'Abbas radiyallahu 'anhuma :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ وَلَا نَكْفِتَ الثِّيَابَ وَالشَّعَرَ
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku diperintahkan untuk melaksanakan sujud dengan tujuh tulang (anggota sujud); kening -beliau lantas memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung- kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung jari dari kedua kaki dan tidak boleh menahan rambut atau pakaian."
(Shahih Al-Bukhari, 1/162)
Dalam hadits lain, masih dalam Shahih Al-Bukhari menggunakan kalimat :
أُمِرْنَا أَنْ نَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ وَلَا نَكُفَّ ثَوْبًا وَلَا شَعَرًا
"Kami diperintahkan untuk bersujud dengan tujuh tulang dan kami tidak menahan pakaian maupun rambut."
Al-Kaftu mempunyai arti yang sama dengan Al-Kaffu yaitu mengumpulkan dan menahan. Ibnul Atsir rahimahullah mengatakan: “Menahan pakaian, yaitu: menghimpunnya dan mengumpulkannya dari menyebar”.
(An Nihayah fii Gharibul Hadits)
Kalimat “tidak boleh menahan rambut dan pakaian” secara manthuq maksudnya larangan menahan rambut ketika shalat (sujud) sehingga tidak terurai dan menyentuh tanah. Kedua, larangan menahan atau menyingsingkan pakaian, sehingga tidak menyentuh tanah ketika shalat. Namun berdasarkan qarinah hadits sebelumnya dan secara mafhum muwafaqahnya maka yang dituntut adalah menghindari segala gerakan yang tidak mencerminkan kekhusyu'an dan tidak sesuai dengan kaifiyat shalat, kecuali ada hajat atau dalam keadaan darurat. Dimana ketika shalat, pada hakikatnya kita sedang bermunajat kepada Allah sehingga dituntut khusyu’ dan thuma’ninah dalam menjalankannya, terlebih dalam sujud, saat yang paling dekat dengan Allah. Imam Al-Kharasyi rahimahullah menjelaskan :
يكره للمصلي تشمير كمه وضمه ؛ لأن في ذلك ضربا من ترك الخشوع … وهذا إذا فعله لأجل الصلاة ، أما لو كان ذلك لباسه ، أو كان لأجل شغل فحضرت الصلاة فصلى به : فلا كراهة فيه .
"Makruh hukumnya orang yang shalat menggulung & melipat lengan bajunya. Karena itu menandakan ketidak-khusyu'an.. Ini jika dia melakukannya untuk shalat. Adapun kalau memang seperti itu pakaiannya, atau dia melakukannya karena pekerjaan, lalu tiba waktu shalat, dan dia shalat seperti itu; maka tidak makruh."
(Syarh Mukhtashar Khalil, 3/222)
Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata :
ظاهر تبويب البخاري : يدل على أن النهي عنده عن كف الثياب مختص بفعل ذلك في الصلاة نفسها ، فلو كفها قبل الصلاة، ثم صلى على تلك الحال لم يكن منهياً عنه .
"Yang tampak dari pembagian bab nya Al Bukhari, menunjukkan bahwa menurutnya, larangan menggulung pakaian itu khusus jika dilakukan pada saat shalat itu sendiri. Jadi, jika seseorang menggulungnya sebelum shalat, kemudian dia dalam keadaan seperti itu, maka tidak termasuk yang dilarang."
(Fathul bari, 6/53)
Adapun shalat dengan keadaan baju terlipat, shalatnya tetap sah dan tidak termasuk dalam katagori yang dimakruhkan dalam hadits di atas. Namun, jika melipat baju ketika shalat, maka masuk dalam apa yang dimakruhkan dalam hadits di atas.
Allahu a'lam