UJIAN WANITA CANTIK
Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R. Rozikin)
Sebenarnya menjadi wanita cantik itu kasihan juga.
Apalagi di zaman di mana kecantikan diumbar-umbar seperti zaman sekarang.
Dia tidak tahu siapa lelaki yang benar-benar menghargainya dan mencintainya.
Sebab, hampir semua lelaki tertarik kepadanya. Jadi, si wanita jadi malah bingung siapa yang hanya ingin bersenang-senang dengannya dan siapa yang benar-benar tulus mencintainya, menghormatinya, menghargainya dan memuliakannya dalam ikatan pernikahan yang suci.
Berbeda dengan wanita yang berwajah pas-pasan, atau bahkan di bawah rata-rata.
Jika datang seorang lelaki yang serius ingin menikahinya, maka sudah pasti itu bukan karena tampangnya.
Ada sesuatu dibalik wajahnya yang pas-pasan yang sangat menarik lelaki itu.
Mungkin kesabarannya, ilmunya, kecerdasannya, akhlaknya yang mulia, kesalehannya dan kualitas-kualitas “inner beauty” lainnya.
Cinta lelaki yang seperti ini biasanya lebih awet, lebih “langgeng”, dan berusia panjang.
Jadi, untuk yang berwajah cantik, waspadalah karena akan banyak “serigala” yang mengintai Anda. Kalau bisa, malah tutupilah kecantikan Anda sampai datang lelaki terhormat yang sungguh-sungguh ingin memuliakan Anda sebagai istri dan menggandeng tangan Anda menuju rida Allah.
Kecantikan adalah nikmat Allah. Kelebihan dariNya. Kecantikan secara alami akan menarik lelaki. Jadi hikmah punya wajah cantik itu minimal peluang Anda jauh lebih besar untuk memperoleh lelaki terbaik, asal sabar dan tidak bernafsu pamer diri. Sebab lelaki baik tidak suka wanita yang terlalu atraktif dan mengumbar kecantikannya di mana-mana.
Yang berwajah pas-pasan juga ridalah dengan pemberian Allah kepada Anda lalu bersyukurlah, karena ada kasih sayang Allah di baliknya. Yakni, dilindungi dari pria-pria srigala dan langsung “disaringkan” oleh Allah untuk memperoleh lelaki terbaik.
Sungguh indah perbuatan Allah.
Yang diberi dunia, indah
Yang tidak diberi dunia juga mengandung hikmah yang indah.
Dikasih cantik ada hikmahnya.
Tidak dikasih cantik juga ada hikmahnya.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata,
«فَهُوَ سُبْحَانَهُ مَا أَعْطَى إِلَّا بِحِكْمَتِهِ. وَلَا مَنْعَ إِلَّا بِحِكْمَتِهِ». «مدارج السالكين» (2/ 450 ط الكتاب العربي)
Artinya,
“Dia (Allah) yang Maha Suci tidaklah memberi maupun menghalangi (sebuah nikmat) melainkan dengan hikmahNya” (Madarij al-Sālikīn juz 2 hlm 450)