MENGKRITISI PENYIMPANGAN
Ketika ada seorang dai yang menyimpang, yang menyebarkan penyimpangannya, baik melalui mimbar-mimbar atau medsos, maka bukanlah termasuk ghibah untuk mengkritisi penyimpangannya.
Yang mengetahui penyimpangannya jangan diam saja. Justru yang diam saja, ini termasuk orang yang menyembunyikan ilmu.
Berkata Ismail bin Ulayyah rahimahullah tentang mengkritisi seseorang demi maslahat agama atau orang banyak.
إن هذا أمانة، ليس بغيبة
Ini adalah amanah, bukan ghibah!. (Al-Kifayah, al-Khatib: 61).
Berkata Syekh Shaleh Bin Fauzan hafidzahullah:
الداعية الذي لا يحذر من دعاة الضلال يعتبر من الكاتمين للعلم
Seorang da'i yang tidak memperingatkan dari da'i-da'i yang sesat dia termasuk orang-orang yang menyembunyikan ilmu. (Syarh Ighotsatul Lahfan 03/02/1437).
Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah ditanya :
ﻣﺎ ﻧﺼِﻴﺤﺘُﻚ - ﺣﻔﻈﻚ ﺍﻟﻠﻪ- ﻟﻤﻦ ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﺮﺩُّ ﻋﻠﻰ ﺍﻟْﻤُﺨﺎﻟِﻒ ﻳُﺴﺒِّﺐ ﺍﻟﻔُﺮْﻗَﺔ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤِﻴﻦَ؛ ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻟﻮﺍﺟِﺐ ﺍﻟﺴُّﻜﻮﺕُ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺨﻄﺄ؛ ﺣﺘَّﻰ ﺗﺠﺘﻤِﻊَ ﻛﻠﻤﺔُ المسلمين ؟
Apa nasihat anda -hafizhakallah- kepada seorang yang mengatakan: Bantahan kepada orang yang menyimpang itu akan menyebabkan perpecahan di antara kaum muslimin. Akan tetapi yang wajib adalah mendiamkannya kesalahan sehingga bersatulah kalimat kaum muslimin?
Beliau menjawab :
ﻫﺬﺍ ﻏﻴﺮُ ﺻﺤﻴﺢ ! ﻫﺬﺍ ﺑﺎﻃﻞٌ ! ﺑﻞ ﺍﻟﺨﻄﺄ - ﻳﻌﻨﻲ- ﻳُﺒﻴَّﻦ ﻭﻳُﻮﺿَّﺢ، ﻭﻻ ﻳُﺘﺮَﻙ ﻭﺃﻣَّﺎ ﻗﻀﻴﺔ ﺍﻟﺘَّﺮﻙ ﻣﻦ ﺃﺟﻞ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﻳُﺴﺒِّﺐ ﻓُﺮﻗَﺔ؛ ﺑﻞ ﺍﻟﻔُﺮﻗَﺔ ﺣﺼﻠﺖ ﺑﺎﻟﻤﺨﺎﻟﻔﺎﺕ، ﻭﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻦ ﺍﻟﺠﺎﺩَّﺓِ؛ ﻓﺎﻟﻮﺍﺟﺐ ﻫﻮ ﺑﻴﺎﻥ ﺍﻟﺤﻖِّ، ﻭﺍﻟﺮﺩُّ ﻋﻠﻰ ﺍﻟْﻤُﺒﻄِﻞ
ﻭﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﺣﺼﻞ ﻣﻨﻪ ﺍﻟﺨﻄﺄ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ؛ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔ - ﻭﺣﺼﻞ ﺍﻟﺨﻄﺄ- ﻓﺈﻧَّﻪ ﻳُﻨﺎﺻَﺢ ﻭﻳُﺮﻓَﻖ ﺑِﻪ؛ ﻷﻥَّ ﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﻫﻮ ﺍﻹﺻﻼﺡ
Ini tidak betul! ini (perkataan) batil! Bahkan kesalahan itu harus dijelaskan, diterangkan dan tidak boleh dibiarkan. Dan adapun kasus membiarkan (kesalahan) dengan alasan karena hal ini akan menyebabkan perpecahan, bahkan perpecahan itulah terjadi karena adanya penyimpangan, keluar dari jalan yang benar. Maka yang wajib dilakukan adalah menjelaskan kebenaran dan membantah ahlul batil.
.
Dan jika orang yang melakukan kesalahan itu bukan dari ahli bidah, hanya saja dari ahlusunnah dan melakukan kesalahan, maka ia dinasihati dengan lembut, karena yang dicari adalah perbaikan. [Syarh Sunan Abi Dawud Syaikh Al-Abbad kaset 338 menit ke 12:24]
Apalagi yang dikritisi atau dibicarakan adalah orang fasik yang menampakkan kefasikkannya atau ahlul bid'ah yang mengajarkan dan menyebarkan kebid'ahannya, maka ini lebih boleh lagi, karena di dalamnya ada kemaslahatan agama. Menyelamatkan umat dari penyimpangannya. Agar umat tidak mengikuti kesesatannya.
Berkata Al Imam Ahmad rahimahullah
لا غيبـــة لأصحـــاب البـــدع .( طبقات الحنابلة (2/274).
“Tidak disebut ghibah untuk membicarakan ahli bidah”. (Thabaqat al-Hanabilah: 2/274).
Berkata Ibrahim rahimahullah :
ليــس لصاحــب بدعــة غيبـــة (الإبانـــة(2/449).
“Membicarakan ahli bidah bukanlah ghibah.”. (Al-Ibanah: 2/449).
Berkata Al-Hasan rahimahullah :
ليـس لصاحب بدعـة غيبـة، ولا لفاسق يعلن فسقـه غيبـة (شرح أصول السنة للألكائي (1/158)
“Membicarakan ahli bidah bukanlah ghibah. Dan menjelaskan kefasikan orang fasik secara terang-terangan bukanlah ghibah.”. (Syarh Ushulus Sunnah, karya al-Lalikai: 1/158).
Untuk mencari suami atau isteri saja, mesti bertanya-tanya tentang calonnya. Dan yang ditanya jangan menyembunyikan kejelekan seseorang yang ditanya. Agar si calon ini terhindar dari keburukannya. Apalagi untuk kemaslahatan agama yang lebih luas lagi.
عن فاطمة بنت قيس رضي الله عنها قالت: أتيت النبي صلى الله عليه وسلم، فقلت: إن أبا الجهم ومعاوية خطباني؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:”أما معاوية، فصعلوك لا مال له ، وأما أبوالجهم، فلا يضع العصا عن عاتقه
“Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya (suka memukul).” (HR. Bukhari-Muslim)
AFM
Copas dar berbagai sumber