Minggu, 04 Desember 2022

RINGKASAN HUKUM MEMBACA AL-QURAN BAGI WANITA HAIDH MENURUT 4 MADZHAB

RINGKASAN HUKUM MEMBACA AL-QURAN BAGI WANITA HAIDH MENURUT 4 MADZHAB

Menurut Jumhur Fuqaha yaitu Hanafiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah, hukumnya haram karena adanya hadits yang melarangnya,

لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئا من القرءان

“Wanita haidh dan orang junub tak boleh membaca Al Quran sedikitpun.” (HR. At-Tirmidziy, Sanadnya Hasan)

Perinciannya:

Madzhab Hanafiyah: Haram membacanya meski kurang dari 1 ayat pun jika ia merupakan kalimat yang tersusun dan bukan mufradat, dan itu ia maksudkan memang untuk baca. Jia ia tak memaksudkan baca Quran, melainkan hanya untuk pujian atau dzikir saja maka tak mengapa. Menurut Ibnu ‘Abidin kalaupun dibacakan Al Fatihah olehnya tapi tak bermaksud untuk membaca Quran melainkan untuk do’a saja tak mengapa. Mereka menjelaskan bahwa apa-apa yang di dalamnya tak da makna do’a seperti surat Al Masad, tak mempengaruhi niat do’a, makai a haram. Mereka membolehkan untuk para guru Al-Quran yang haidh mengajarkan Al Quran sekata-demi-sekata agar ia memotong antar kata-katanya, karena jika demikian tak teranggap membaca. Mereka memakruhkan membaca ayat-ayat yang telah Mansukh tilawahnya, tapi tak memakruhkan membaca qunut, semua bentuk dzikir dan do’a.

Madzhab Syafi’iyyah: Haram membaca Al-Quran bagi yang haidh meskipun hanya sebagian ayat. Mereka membolehkan membaca Al Quran di hatinya tanpa menggerakkan lisan, boleh juga melihat kepada mushaf dan membacanya di hati. Boleh menggerakkan lisannya dan berbisik asalkan tak terdengar oleh dirinya sekalipun, karena itu bukan sedang membaca Quran. Dan dibolehkan membaca ayat yang tilawahnya telah Mansukh.

Madzhab Hanabilah: Haram untuknya membaca Al Quran 1 ayat atau lebih. Adapun jika sebagian ayat maka tak mengapa, karena tak ada I’jaz di dalamnya. Dan itu selama tak Panjang. Sebagaimana tidak diharamkan baginya mengulang-ulang sebagian ayat tersebut selama tidak memindahkan pada makna qiraah yang sebenarnya. Jika jadi qiraah, maka haram baginya. Boleh baginya untuk mengeja kata per kata ayat Al Quran karena itu bukan makna Qiraah. Boleh juga baginya untuk tafakkur dan menggerakkan kedua bibirnya selama tak jelas terdengar huruf-hurufnya. Boleh baginya membaca beberapa potongan ayat yang tak penuh secara berurutan atau antara keduanya ia menjeda dengan agak lama. Boleh juga baginya mengucapkan yang sama dengan ayat tanpa bermaksud membaca ayat Quran, seperti Basmalah, hamdalah, istirja’, do’a naik kendaraan. Boleh juga dibacakan untuknya dalam keadaan ia diam, karena kondisi demikian tak termasuk sedang membaca. boleh juga baginya untuk berdzikir pada Allah Ta’alaa. Ibnu Taimiyyah memilih pendapat akan bolehnya bagi wanita haidh membaca Al Quran jika ia khawatir lupa dengan ayat-ayatnya, bahkan bisa wajib hukumnya karena tak akan sempurna suatu kewajiban kecuali denhannya makai a wajib hukumnya.

Madzhab Malikiyah: Wanita Haidh boleh membaca Al Quran secara muthlaq ketika darah masih keluar, baik ia junub atau tidak, khawatir lupa ayat atau tidak. Dan Adapun jika darah haidh telah terputus, maka tak boleh baginya membaca hingga ia mandi terlebih dahulu baik ia junub ataupun tidak. Kecuali kalau ia khawatir lupa. Karena ia mampu untuk bersuci dulu pada kondisi ini. Dan ada pendapat lemah yang menyatakan bahwa jika terputus haidhnya maka boleh baginya membaca jika ia tak junub sebelum haidhnya. Jika sebelumnya junub dahulu, maka tak boleh baginya membaca.

Semoga bermanfaat…

—Ust. Abu Hazim Mochamad Teguh Azhar, M.A.—

Note:
Boleh share tanpa mengubah sedikitpun isinya.