Jumat, 07 Oktober 2022

ASY-SYĀFI‘ī DAN ILMU KALAM #1

ASY-SYĀFI‘ī DAN ILMU KALAM #1

Al-Imām Al-Kabīr Muḥammad bin Idrīs Asy-Syāfi‘ī (w. 204 H) raḥmatullāh ‘alayh adalah salahsatu ulama Salaf yang tidak diragukan kecerdasan dan kapasitas keilmuannya. Misalnya, Beliau sangat mahir dalam memahami lisan Arab, dan menjadi rujukan dalam masalah kalam ‘arabi. “Perkataan Asy-Syāfi‘ī adalah hujah dalam bahasa Arab”, kata Ibnu Hisyām. Bahkan Al-Imām Al-‘Irāq Al-Aṣma‘ī selalu merujuk perkataan Sang Nāṣirussunnah ketika mentashih syair-syair Bani Hużayl.

Dengan kecerdasan dan kapasitas kelimuan seperti itu, tiada halangan bagi Asy-Syāfi‘ī menggeluti Ilmu Kalam dan menjadi Ahli dibidang tersebut. Akan tetapi, justru Asy-Syāfi‘ī membenci Ilmu Kalam, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imām Al-Mu’arrikh Ibnu ‘Asākir (w. 571 H) raḥmatullāh ‘alayh dalam Tārikh-nya, Imam Asy-Syāfi‘ī berkata:

وَمَا شَيْءٌ أَبْغَضُ إِلَيَّ مِنَ الكَلاَمِ وَأَهْلِهِ
“Tiada suatu apapun yang lebih aku benci daripada Ilmu Kalam dan Ahli Kalam”.

Bahkan, dalam Manāqib Asy-Syāfi‘ī karya Al-Imām Abū Bakr Al-Bayhaqī (w. 458 H) raḥmatullāh ‘alayh, Mahasantri dari Al-Imām Mālik ini berfatwa:

حكى فِي أَهْلِ الكَلاَمِ أَنْ يُضْرَبُوا بِالجَرِيْدِ، وَيُحْمَلُوا عَلَى الإِبِلِ، وَيُطَافُ بِهِم فِي العَشَائِرِ، يُنَادَى عَلَيْهِم: هَذَا جَزَاءُ مَنْ تَرَكَ الكِتَابَ وَالسُّنَّةَ، وَأَقْبَلَ عَلَى الكَلاَمِ
“Hukuman bagi Ahli Kalam adalah mereka dipukul dengan pelepah kurma, lalu dinaikkan di atas unta, dan dibawa keliling ke tengah-tengah orang banyak, lalu diserukan atas mereka: ‘Inilah balasan bagi orang-orang yang meninggalkan Al-Kitāb dan As-Sunnah, dan malah memilih Ilmu Kalam’.”

Jadi, Mahaguru dari Al-Imām Aḥmad ini bukan tidak mampu untuk mempelajari dan memahami Ilmu Kalam, akan tetapi Imam Asy-Syāfi‘ī TIDAK MAU. Kenapa? Karena Ilmu Kalam bukanlah metode yang Sahih dalam mempelajari dan memahami Akidah Islam. Maka tidak mengherankan apabila dikemudian hari Al-Imām Abū Bakr Aṭ-Ṭurṭūsyī Al-Mālikī (w. 520 H) raḥmatullāh ‘alayh berkata:

وَمَا مَثَلُ مَنْ نَصَرَ الإِسْلاَمَ بِمَذَاهِب الفَلاَسِفَةِ، وَالآرَاء المنطقيَةِ، إِلاَّ كَمَنْ يغسِلُ الثَّوْب بِالبول
“Dan adapun perumpamaan orang yang membela Islam dengan mazhab-mazhab filsafat dan pendapat-pendapat yang diolah dari Ilmu Mantik, melainkan seperti orang yang membasuh kain dengan air kencing”. [Siyar A‘lām An-Nubalā’]

Lantas, bagaimana metode (manhaj) Imam Asy-Syāfi‘ī dalam memahami Akidah Islam? Bersambung...

Salam Persahabatan,
Alfan Edogawa