Mentahdzir = Tidak Hikmah?
Ketika Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah datang ke Bashrah, beliau mulai memperhatikan keadaan Rabi' Bin Shabih dan kedudukannya di tengah manusia.
Lalu beliau bertanya ttg madzhabnya (manhaj).
Dijawab : "Kami tidak mengetahui madzhabnya kecuali (di atas) Sunnah".
Beliau bertanya lagi : "Siapakah teman-teman dekatnya?"
Mereka menjawab : "Orang-orang Qadariyah (penolak taqdir)".
Beliau berkata : "(Berarti) Dia adalah pengikut Qadariyah".
Ibnu Baththah rahimahullah dalam Al-Ibanah mengomentari perkataan tersebut : "Semoga Allah merahmati Sufyan Ats-Tsauri. Ia telah berucap dengan hikmah dan benar. Beliau berkata dengan ilmu yg sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, yg dituntut oleh hikmah, yang diketahui oleh mata, dan dipahami oleh ahli bashirah dan bayan (ulama yg dalam pandangannya)." (Al-Ibanah, Ibnu Baththah, 2/456. Dinukil dari kitab Ushulud Da'wah As-Salafiyyah, Syaikh Abdussalam Barjas, hal. 71)
Faedah :
1. Hikmah adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Menyikapi sesuatu yg harus disikapi dengan lemah lembut dengan lemah lembut adalah hikmah. Begitu juga dengan menyikapi sesuatu yg harus disikapi dengan keras dengan keras adalah hikmah.
2. Sikap Sufyan Ats-Tsauri mentahdzir Rabi' Bin Shabih adalah sesuai dengan hikmah dan sikap yg benar. Dan yang menilainya adalah ulama pula, Ibnu Baththah rahimahumallah.
3. Kata "Sunnah" utk menunjukkan kelurusan aqidah dan manhaj atau cara beragama seseorang atau komunitas tertentu sdh dikenal sejak zaman Salaf. (Sufyan Ats-Tausri 96 H - 161 H). Dan jangan salah memahami dan mempersempit maknanya dengan membawanya kepada istilah sunnah dalam ilmu fikih yg berarti tidak wajib, dikerjakan berpahala ditinggalkan tdk berdosa.
¤▪︎☆▪︎☆▪︎¤
● Wadah Berbagi Faedah (Group Telegram) https://t.me/catatan_ridwan_aburaihana
● Link PPDB Ponpes Barokah Ilmu :
https://linktr.ee/ppbaim