Toko Serba Seratus Ribu
Nabi melarang transaksi dengan skema berikut. A penjual B pembeli. Cara menentukan objek yang dibeli B adalah dengan cara B melemparkan sesuatu. Bisa batu bisa gelang. Mana yang terkena batu atau gelang itu, maka menjadi milik B. Nominal yang dibayarkan B kepada A sudah jelas, tapi barang yang akan didapatkan oleh B tidak jelas. Bisa mahal, bisa tidak dapat.
Atau model lain yang bentuknya sama-sama lempar. A menjual tanah kepada B. Luas tanah yang terjual adalah sejauh jarak lemparan batu yang dilakukan A atau B. Sehingga tidak ada kejelasan. Bisa jadi jauh bisa jadi dekat. Sedangkan nominal yang dibayarkan B sudah jelas. Model yang semacam ini juga tidak diperbolehkan. Sama-sama mengandung unsur gharar.
Berbeda dengan toko yang di dalamnya ada bermacam barang, lalu semuanya dibandrol dengan satu harga. Misalnya, serba seratus ribu. Berarti semua barang yang ada di toko itu harganya seratus ribu. Model semacam diperbolehkan karena barangnya sudah jelas. B selaku pembeli menyerahkan seratus ribu, lalu B memilih barang-barang yang dia butuhkan dari A.
Sama seperti ketika ada penjual semangka, yang membandrol semangkanya dengan harga serba sepuluh ribu. Model seperti ini juga diperbolehkan dan tidak masalah. Karena kalau pun ada perbedaan antara butir satu dengan butir yang lain, tidak begitu jauh. Dengan membayar sepuluh ribu, pembeli akan mendapatkan semangka dengan berat yang kurang lebih sama.
Penulis: Muhammad Abu Rivai
Yuk, bergabung ke Whatsapp Grup Komunitas Belajar Muamalah untuk mendapatkan catatan-catatan faidah tentang fikih muamalah. Gratis terbuka untuk umum. Grup terpisah antara Ikhwan dan akhwat. Link pendaftaran:
IKHWAN: bit.ly/muamalah-ikhwan
AKHWAT: bit.ly/muamalah-akhwat