Renungan Mendalam dari Sejarah Para Imam
Saudaraku, tahukah Anda tentang seorang ahli hadits, ahli fikih dan ahli ibadah yang bernama Al-Hasan bin Shalih bin Hayy?
Dia adalah rawi hadits yang terpercaya dan kokoh hapalannya, ahli ibadah yang menghabiskan kebanyakan waktu malamnya dengan ibadah dan sering menangis hingga pingsan karena takut kepada Allah.
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata tentangnya,
الإِمَامُ الكَبِيْرُ، أَحَدُ الأَعْلاَمِ، أَبُو عَبْدِ اللهِ الهَمْدَانِيُّ، الثَّوْرِيُّ، الكُوْفِيُّ، الفَقِيْهُ، العَابِدُ
“Imam besar, salah seorang tokoh, dia adalah Abu Abdillah Al-Hamadani Ats-Tsauri Al-Kufi, seorang yang fakih, ahli ibadah.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/52]
Tetapi, para ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri, Yusuf bin Asbath, Zaaidah dan selain mereka rahimahumullah mentahdzir Al-Hasan bin Shalih bin Hayy.
Abu Nu’aim rahimahullah berkata,
دَخَلَ الثَّوْرِيُّ يَوْمَ الجُمُعَةِ مِنَ البَابِ القِبْلِيِّ، فَإِذَا الحَسَنُ بنُ صَالِحٍ يُصَلِّي، فَقَالَ: نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ خُشُوْعِ النِّفَاقِ، وَأَخَذَ نَعْلَيْهِ، فَتَحوَّلَ إِلَى سَارِيَةٍ أُخْرَى.
“Sufyan Ats-Tsauri masuk ke masjid di hari Jum’at melalui salah satu pintu, ternyata Al-Hasan bin Shalih sedang sholat, maka Sufyan Ats-Tsauri berkata: Kami berlindung kepada Allah dari khusyu’ kemunafikan. Lalu beliau mengambil sandalnya dan berpindah ke sisi yang lain.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/53]
Adz-Dzahabi rahimahullah juga menyebutkan,
كَانَ زَائِدَةُ يَجْلِسُ فِي المَسْجِدِ، يُحذِّرُ النَّاسَ مِنِ ابْنِ حَيٍّ، وَأَصْحَابِه
“Zaidah duduk di masjid untuk mentahdzir manusia dari Al-Hasan bin Shalih bin Hayy dan teman-temannya.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/54]
Abu Shalih Al-Farra’ rahimahullah berkata,
حَكَيتُ لِيُوْسُفَ بنِ أَسْبَاطٍ عَنْ وَكِيْعٍ شَيْئاً مِنْ أَمرِ الفِتَن، فَقَالَ: ذَاكَ يُشْبِهُ أُسْتَاذَهُ. يَعْنِي: الحَسَنَ بنَ حَيٍّ. فَقُلْتُ لِيُوْسُفَ: أَمَا تَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ هَذِهِ غِيبَةً? فَقَالَ: لِمَ يَا أَحْمَقُ، أَنَا خَيْرٌ لِهَؤُلاَءِ مِنْ آبَائِهِم وَأُمَّهَاتِهِم، أَنَا أَنْهَى النَّاسَ أَنْ يَعْمَلُوا بِمَا أَحْدَثُوا، فَتَتْبَعُهُم أَوْزَارُهُم، وَمَنْ أَطْرَاهُم كَانَ أَضَرَّ عَلَيْهِم.
“Aku menghikayatkan kepada Yusuf bin Asbath sesuatu tentang Waki’ terkait perkara ‘fitnah’. Maka beliau berkata: Dia menyerupai gurunya, yaitu Al-Hasan bin Hayy. Aku pun berkata kepada Yusuf: Apakah kamu tidak takut ini menjadi ghibah? Maka beliau berkata: Kenapa wahai dungu, justru aku lebih baik bagi mereka daripada bapak dan ibu mereka sendiri, aku melarang manusia agar tidak mengamalkan bid’ah yang mereka ada-adakan, agar dosa-dosa mereka tidak berlipat-lipat, orang yang memuji mereka justru yang membahayakan mereka.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/54]
Abu Sa’id Al-Asyaj rahimahullah berkata,
سَمِعْتُ ابْنَ إِدْرِيْسَ -وذُكِر لَهُ صَعْقُ الحَسَنِ بنِ صَالِحٍ- فَقَالَ: تَبسُّمُ سُفْيَانَ، أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ صَعْقِ الحَسَنِ.
“Aku mendengar Ibnu Idris ketika disebutkan kepadanya tentang pingsannya Al-Hasan bin Shalih karena takut kepada Allah, maka beliau berkata: Senyumnya Sufyan lebih kami cintai daripada pingsannya Al-Hasan.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/54]
Al-Imam Ahmad bin Yunus rahimahullah yang telah belajar kepada Al-Hasan bin Shalih selama 20 tahun pun berkata,
لَوْ لَمْ يُولَدِ الحَسَنُ بنُ صَالِحٍ، كَانَ خَيْراً لَهُ.
“Andaikan Al-Hasan bin Shalih tidak dilahirkan, itu lebih baik baginya.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/54]
Inilah beberapa penukilan tahdzir ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah di masa itu terhadap Al-Hasan bin Shalih bin Hayy, padahal dia adalah seorang ahli hadits yang kuat dan banyak hapalannya, ahli fikih dan ahli ibadah.
Ada apa dengannya?
Ketahuilah saudaraku, para ulama mentahdzirnya karena satu bid’ah, sebagaimana kata Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah,
ذَاكَ رَجُلٌ يَرَى السَّيْفَ عَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Dia adalah orang yang berpendapat boleh memerangi (Pemerintah zalim) umat Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/53]
Apakah dia pernah memberontak dengan senjata?
Sama sekali tidak pernah saudaraku, dia hanya memiliki pemikiran tersebut, namun tidak pernah melakukannya dan tidak pula terang-terangan menyebarkannya. Adz-Dzahabi rahimahullah berkata,
كَانَ يَرَى الحَسَنُ الخُرُوْجَ عَلَى أُمَرَاءِ زَمَانِهِ لِظُلْمِهِم وَجَوْرِهِم، وَلَكِنْ مَا قَاتَلَ أَبَداً
“Al-Hasan berpendapat bolehnya memberontak terhadap Pemerintah di masanya karena kezaliman dan ketidakadilan mereka, akan tetapi dia tidak pernah berperang selamanya.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/58]
Kesimpulan Adz-Dzahabi rahimahullah,
هُوَ مِنْ أَئِمَّةِ الإِسْلاَمِ، لَوْلاَ تَلَبُّسُهُ بِبِدعَةٍ
“Dia termasuk ulama Islam, kalaulah tidak melakukan bid’ah.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/52]
Perhatikanlah saudaraku rahimakallaah, hanya satu bid’ah, hanya satu kesalahan, tapi besar, karena menyelisihi prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka para ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah di masa itu melarang manusia untuk belajar kepadanya.
Perhatikan juga, para ulama tidak tertipu dengan keluasan ilmunya, kekuatan hapalannya dan kehebatan ibadahnya, hal itu karena para ulama benar-benar memahami manhaj dan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Inilah pentingnya menuntut ilmu agama bagi Ahlus Sunnah.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
~dari http://sofyanruray.info/renungan-dan-peringatan-terkait-bidah-khawarij-dalam-barisan-ahlus-sunnah/
# catatan: Ini adalah renungan, bukan tawaran informasi untuk diperdebatkan!