Kamis, 11 Maret 2021

ISRA’ MI’RAJ Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

ISRA’ MI’RAJ 
Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ahlus Sunnah mengimani bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah di-isra’-kan oleh Allah dari Makkah ke Baitul Maqdis lalu di-mi’raj-kan (naik) ke langit dengan ruh dan jasadnya dalam keadaan sadar [1]

sampai ke langit yang ke tujuh, ke Sidratul Muntaha. Kemudian (beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam) memasuki Surga, melihat Neraka, melihat para Malaikat, mendengar pembicaraan Allah, bertemu dengan para Nabi, dan beliau mendapat perintah shalat yang lima waktu sehari semalam. Dan beliau kembali ke Makkah pada malam itu juga.[2]

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “(Jibril) telah datang kepadaku bersama Buraq, yaitu hewan putih yang tinggi, lebih tinggi dari keledai dan lebih pendek dari kuda, yang dapat meletakkan kakinya (melangkah) sejauh pandangannya.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka aku menaikinya hingga sampailah aku di Baitul Maqdis, lalu aku turun dan mengikatnya dengan tali yang biasa dipakai oleh para Nabi.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kemudian aku masuk ke masjid al-Aqsha dan aku shalat dua raka’at di sana, lalu aku keluar. Kemudian Jibril Alaihissallam membawakan kepadaku satu wadah khamr dan satu gelas susu, maka aku memilih susu, lalu Jibril berkata kepadaku: ‘Engkau telah memilih fitrah (kesucian).’”

 Lanjut beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kemudian Buraq tersebut naik bersamaku ke langit, maka Jibril meminta agar dibukakan pintu langit, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Jibril menjawab: ‘Jibril.’ Jibril ditanya lagi: ‘Siapakah yang bersamamu?’ Jibril menjawab: ‘Muhammad.’ Jibril ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus?’ Ia menjawab: ‘Dia telah diutus.’ Kami pun dibukakan pintu lalu aku bertemu (Nabi) Adam Alaihissallam.

Beliau menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku. Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit kedua, maka Jibril Alaihissallam mohon dibukakan pintu, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Ia menjawab: ‘Jibril.’ Ia ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’ Jibril menjawab: ‘Muhammad.’ Ia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus kepada-Nya?’ Jibril menjawab: ‘Dia telah diutus.’” Kata Nabi: “Maka kami dibukakan pintu lalu aku bertemu dengan dua orang sepupuku, yaitu ‘Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria Alaihimussallam, maka keduanya menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.” 

(Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan): “Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit ketiga, maka Jibril Alaihissallam minta dibukakan pintu, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’” Dia menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus kepada-Nya?’ Dia menjawab: ‘Dia telah diutus kepada-Nya.’” Kata Nabi: “Maka kami dibukakan pintu, lalu aku bertemu Nabi Yusuf Alaihissallam yang telah dianugerahi setengah dari ketampanan manusia sejagat.” Kata Nabi: “Maka Yusuf menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.” 

(Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan): “Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit yang keempat, maka Jibril Alaihissallam minta dibukakan pintu, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’ Dia menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus kepada-Nya?’ Dia menjawab: ‘Dia telah diutus kepada-Nya.’” Kata Nabi: “Maka kami dibukakan pintu, lalu aku bertemu Idris Alaihissallam, ia menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman (untuknya): ‘Dan kami telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi.’” Baca Juga  Setiap Perkara Baru Yang Tidak Ada Sebelumnya Di Dalam Agama Adalah Bid'ah (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan): “Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit yang kelima, maka Jibril Alaihissallam minta dibukakan pintu, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’ Dia menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus kepada-Nya?’ Dia menjawab: ‘Dia telah diutus kepada-Nya.’” Kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Maka kami dibukakan pintu, lalu aku bertemu dengan Nabi Harun Alaihissallam, ia menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.” 

(Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam melanjutkan): “Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit yang keenam, maka Jibril Alaihissallam mohon dibukakan pintu, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’ Dia menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus kepada-Nya?’ Dia menjawab: ‘Dia telah diutus kepada-Nya.’” Kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Maka kami dibukakan pintu, lalu aku bertemu dengan Musa Alaihissallam, lalu ia menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.” 

(Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan): “Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit yang ketujuh, maka Jibril Alaihissallam minta dibukakan pintu, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’ Dia menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus kepada-Nya?’ Dia menjawab: ‘Dia telah diutus kepada-Nya.’” Kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Maka kami dibukakan pintu, lalu aku bertemu dengan Ibrahim Alaihissallam, yang sedang menyandarkan punggungnya di Baitul Makmur, di mana tempat itu setiap harinya dimasuki oleh 70.000 Malaikat dan mereka tidak kembali lagi sesudahnya.” 

(Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan): “Kemudian Buraq tersebut pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha yang (lebar) dedaunnya seperti telinga gajah dan (besar) buah-buahnya seperti tempayan besar.” Kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tatkala perintah Allah memenuhi Sidratul Muntaha, maka Sidratul Muntaha berubah dan tidak ada seorang pun dari makhluk Allah yang bisa menjelaskan sifat-sifat Sidratul Muntaha karena keindahannya. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberiku wahyu dan mewajibkan kepadaku shalat lima puluh kali dalam sehari semalam.” 

(Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan): “Kemudian aku turun dan bertemu Musa Alaihissallam, lalu ia bertanya: ‘Apa yang diwajibkan Rabb-mu terhadap ummatmu?’ Aku menjawab: ‘Shalat lima puluh kali.’ Dia berkata: ‘Kembalilah kepada Rabb-mu dan mintalah keringanan, karena sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu melakukan hal itu. Sesungguhnya aku telah menguji bani Israil dan aku telah mengetahui bagaimana kenyataan mereka.’”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Aku akan kembali kepada Rabb-ku.” Lalu aku memohon: “Ya Rabb, berilah keringanan kepada ummatku.” Maka aku diberi keringanan lima shalat. Lalu aku kembali kepada Musa Alaihissallam kemudian aku berkata padanya: “Allah telah memberiku keringanan (dengan hanya) lima kali.” Musa mengatakan: “Sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu melakukan hal itu, maka kembalilah kepada Rabb-mu dan minta-lah keringanan.” Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam berkata: “Aku terus bolak-balik antara Rabb-ku dengan Musa Alaihissallam sehingga Rabb-ku mengatakan:

 يَا مُحَمَّدُ، إِنَّهُنَّ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، لِكُلِّ صَلاَةٍ عَشْرٌ فَذَلِكَ خَمْسُوْنَ صَلاَةً، وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ شَيْئًا، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ سَيِّئَةً وَاحِدَةً. 

‘Wahai Muhammad, sesungguhnya kewajiban shalat itu lima kali dalam sehari semalam, setiap shalat mendapat pahala sepuluh kali lipat, maka lima kali shalat sama dengan lima puluh kali shalat. Barangsiapa berniat melakukan satu kebaikan, lalu ia tidak melaksanakannya, maka dicatat untuknya satu kebaikan, dan jika ia melaksanakannya, maka dicatat untuknya sepuluh kebaikan. Barangsiapa berniat melakukan satu kejelekan namun ia tidak melaksanakannya, maka kejelekan tersebut tidak dicatat sama sekali, dan jika ia melakukannya maka hanya dicatat sebagai satu kejelekan.’” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kemudian aku turun hingga bertemu Musa Alaihissallam, lalu aku beritahukan kepadanya, maka ia mengatakan: ‘Kembalilah kepada Rabb-mu dan mintalah keringanan lagi.’” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Lalu aku menjawab: ‘Aku telah berulang kali kembali kepada Rabb-ku hingga aku merasa malu kepada-Nya.’”[3] Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Hadits-hadits tentang mi’raj Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke langit adalah mutawatir.” [4] 

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M] _______ 

Footnote 
[1]. Dalil yang menunjukkan bahwa Nabi j Isra’ dan Mi’raj dengan jasadnya yaitu surat al-Israa’ ayat 1. 
[2]. Syarhus Sunnah lil Imaam al-Barbahari (no. 72) tahqiq Khalid bin Qasim ar-Rad-dadi, Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah (hal. 223, 226) takhrij Syaikh al-Albani, Majmuu’ Fataawaa Syaikhil Islaam Ibni Taimiyyah (IV/328). [3]. HR. Muslim no. 162 (259), dari Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, hadits ini shahih. [4]. Lihat Ijmaa’ul Juyusy al-Islaamiyyah ‘alaa Ghazwil Mu’aththilah wal Jahmiyyah (hal. 55) oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Keterangan lengkap tentang riwayat Isra’ dan Mi’raj Nabi j dapat dibaca dalam kitab al-Israa’ wal Mi’raaj wa Dzikru Ahaadiitsihimaa wa Takhriijihaa wa Bayaanu Shahiihaha min Saqiimiha oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani v, cet. V/ Maktabah al-Islamiyyah.

Referensi: https://almanhaj.or.id/3218-isra-miraj.html