3 SIKAP AHLUSSUNNAH JIKA ADA KEBIJAKAN PEMIMPIN YANG MAKSIAT*
1. Tidak mentaati kebijakan yang maksiat tersebut, karena Rasulullah ﷺ bersabda: "Apabila diperintah untuk berbuat maksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat kepadanya." (HR. Muslim)
2. Tidak melengserkannya dan tidak mencegah untuk mentaatinya dalam kebaikan.
Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: "Adapun melengserkan pemimpin kaum muslimin dan memerangi mereka, maka itu diharamkan menurut ijma' kaum muslimin, meskipun pemimpin tersebut adalah orang-orang fasik dan zhalim. Dan telah banyak hadits-hadits yang semakna dengan apa yang aku sebutkan. Dan Ahlussunnah sepakat bahwa pemimpin tidak boleh dikudeta karena kefasikannya." (Syarah Shahih Muslim 12/228 oleh Imam An-Nawawi rahimahullahu).
3. Harus dinasihati (oleh para ulama) dengan rahasia (bukan dikritik di medsos) sesuai ketentuan-ketentuan syariat.
Rasulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa yang ingin menasihati pemimpin (kaum muslimin) maka jangan di hadapan umum**. Namun hendaknya dia berduaan dengannya. Jika nasihatnya diterima (maka Alhamdulillah) dan jika tidak diterima maka dia telah melaksanakan kewajibannya. (HR. Al-Hakim dan Ath-Thabrani)
-----------------------------------
[*] Al-Ihkam Fi Sabri Ahwal Al-Hukkam hal. 60 oleh Syaikh Dr. Ibrahim Bin 'Amir Ar-Ruhaili hafizhahullahu.
[**] Namun ada orang-orang yang aneh bin nyeleneh serta terbalik akalnya. Yang jelas haditsnya dan shahih tentang larangan menasihati pemimpin di hadapan umum, dia sering langgar (seperti ketika sang oknum memposting kritikan seorang tokoh masyarakat terhadap pemerintah di medsos dan para pembeonya pun summum bukmun 'umyun). Namun yang tidak ada larangannya dalam syariat untuk menasihati/membantah di hadapan umum terhadap penyimpangan yang sudah tersebar dari selain pemimpin kaum muslimin -bahkan para ulama sejak dahulu kala telah mencontohkannya- dipermasalahkan dan dinyinyirin.
- Syaikh Shalih As-Suhaimi hafizhahullahu berkata: "Para ulama salaf telah menjelaskan tentang pemahaman ahlul bid'ah yang terbalik hingga mereka tidak bisa membedakan mana sunnah mana bid'ah. Bahkan mereka menganggap sunnah sebagai bid'ah dan bid'ah sebagai sunnah. Dan itulah keadaan ahlul bid'ah yang ada di tengah-tengah kaum muslimin, sampai jika ada orang yang menasihati mereka, maka merekapun ribut dan (beramai-ramai) mengingkarinya serta menuduhnya dengan tuduhan-tuduhan yang keji dan memberinya gelar-gelar yang jelek (tidak berakhlak, terlalu keras, terlalu ekstrim, suka tahdzir, virus tahdzir, dll). Mereka juga menuduh yang (membantahnya) membawa ajaran/agama/manhaj baru. Memang benar, itu baru bagi yang sudah terbiasa dengan bid'ah yang telah mereka anggap seperti ajaran agama."
(Tanbihu Ulil Abshar Ila Kamali Ad-Din Wa Ma Fi Al-Bida' Min Al-Akhthar hal. 172-173 oleh Syaikh Shalih As-Suhaimi hafizhahullahu)