MUQADDIMAH DAUROH SYAIKH IBRAHIM BIN ‘AMIR AR-RUHAILI -hafizhahullaah-
[SYARAH KITAB “’AQIIDAH AHLIS SUNNAH FIL BID’AH WAT TABDII’” (‘AQIDAH AHLUS SUNNAH DALAM BID’AH DAN TABDI’)]
[1]- Musuh-musuh Islam telah mengetahui -setelah penelitan yang lama-: bahwa mereka tidak akan menang melawan Islam dan kaum muslimin dengan menggunakan senjata. Maka para orientalis mempelajari Al-Qur-an, As-Sunnah dan kitab-kitab para ulama: untuk mengetahui bagaimana cara memerangi Islam. Mereka membuat rencana untuk menghancurkan agama ini. Dan kita mengetahui dan meyakini bahwa Allah pasti menjaga agama ini, dan Allah jaga agar: senantiasa ada sekelompok dari umat ini yang tetap tegak di atas kebenaran, dan mereka adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
[2]- Maka musuh-musuh Islam memulai peperangan dengan cara: memberikan keraguan terhadap kaum muslimin dalam agama mereka, dan dengan memberikan kekuatan kepada Ahlul Bid’ah. Banyak dari kaum muslimin yang bisa diberikan kesamaran dalam agama dan ‘aqidah mereka, sehingga banyak yang kemudian terpancing untuk memusuhi ‘aqidah Islam dan justru mengikuti jalan-jalan orang-orang kafir; karena menganggap bahwa kaum muslimin terbelakang disebabkan oleh ‘aqidahnya dan kaum kafirin mengalami kemajuan -dalam urusan materi (dunia)- dikarenakan jalan-jalan mereka yang benar. Padahal orang-orang kafir walaupun mereka maju dalam materi; akan tetapi mereka adalah manusia yang paling sesat.
Maka, banyak dari kaum muslimin menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai teladan mereka. Inilah ujian yang merupakan Sunnatullah (kebiasaan Allah); agar yang kokoh dalam agamanya tetap istiqamah dan menjadi binasa orang yang Allah tetapkan untuk binasa.
[3]- Dan kaum muslimin tidak akan bisa keluar dari fitnah-fitnah (ujian-ujian) ini kecuali dengan kembali kepada agama, dan tidaklah mereka bisa kembali kepada agama kecuali dengan Tafaqquh Fid Diin (mendalami agama). Maka kembali kepada agama bukanlah dengan angan-angan atau hanya sekedar pengakuan. Akan tetapi kembali kepada agama adalah dengan mengenal apa yang Allah perintahkan kepada kita dan apa yang Allah larang. Kembali kepada agama adalah dengan mengenal syari’at Allah; baik secara ‘aqidah, ibadah, maupun akhlak.
[4]- Tidak ada yang lebih berat atas musuh-musuh Islam -juga atas syaithan- daripada ulama. Ibnu ‘Abbas -radhiyallaahu ‘anhumaa- mengabarkan tentang dirinya: “Tidaklah aku ketahui yang lebih dicintai kematiannya oleh syaithan daripada aku.” Maka demikianlah para ulama: menjadi penghalang terbesar bagi musuh-musuh Islam; sehingga syaithan membuat tipu daya atas umat Islam agar mereka menjauh dari para ulama, demikian juga musuh-musuh Islam berusaha membuat jelek harga diri para ulama.
[5]- Maka hendaknya para penuntut ilmu menyiapkan diri mereka agar menjadi ulama. Dan inilah perkara terbesar yang kita siapkan untuk memerangi musuh-musuh kita. Karena Allah -Ta’aalaa- telah berfriman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنْ تَنْصُرُوا اللهَ يَنْصُرْكُمْ...}
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu…” (QS. Muhammad: 7)
Maka Allah pasti akan menolong kita jika kita telah memenuhi apa yang Allah syaratkan; yaitu: menolong agama Allah. Dan jika kita tidak menolong agama Allah; niscaya Allah tidak akan menolong kita. Dan ini sesuai dengan realita yang ada.
Dan menolong Allah bukanlah dengan angan-angan atau nasyid-nasyid dan nyanyian. Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dan Khulafaur Rasyidin menolong agama Allah dengan jihad fi sabilillah. Dan sebelum itu: menolong agama Allah dengan mendakwahkan umat agar berhukum dengan syari’at Allah dalam ‘aqidah, ibadah, dan akhlak.
[6]- Telah ada seruan-seruan yang menyesatkan agar umat tidak kembali kepada para ulama. Dan ada juga seruan yang menjelek-jelekkan penguasa; padahal syari’at telah mengajarkan untuk bersabar atas hal-hal yang tidak kita sukai yang muncul dari penguasa.
[7]- Maka tidak ada jalan keluar dari fitnah-fitnah ini kecuali dengan menyiapkan para penuntut ilmu agar mereka menjadi ulama. Dan agama kita dibangun di atas taufik; dalam artian: setiap orang yang istiqamah di atas agamanya; niscaya Allah akan menambahkan hidayah kepadanya. Maka da’i yang mengajarkan agama kepada umat; niscaya Allah akan mudahkan untuk mendirikan sekolah/pondok. Kemudian Allah tambahkan petunjuk kepadanya agar bisa mengadakan dauroh yang bisa merata manfa’atnya.
[8]- Inilah tujuan agung yang hendaknya kita cuarahkan usaha kita padanya; yaitu: agar kita menjadi ulama dan pemimpin umat yang mengajak mereka untuk berhukum dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah dengan mengikuti Salafush Shalih.
[9]- Kalau kita lihat realita yang ada; maka kita dapati hampir di setiap negeri ada sekelompok Ahlus Sunnah. Akan tetapi kalau kita nilai secara ‘ilmiyyah; maka terdapat kekurangan dan kesalahan pada mereka. Yang harus diperhatikan adalah: tidak setiap Ahlus Sunnah itu ulama.
Ada Ahlus Sunnah yang justru mencela Ahlus Sunnah lainnya, padahal orang-orang kafir dan orang-orang sesat: selamat dari celaannya. Maka kita harus waspada dari perkara ini.
Khilaf (perselisihan) yang terjadi di umat ini bermacam-macam:
- Ada peselisihan dalam Tauhid Asma Wa Shifat; dimana muncul Ahlu Ta’thil (orang-orang yang menolak sifat Allah) dan muncul juga Ahlu Tasybih (orang-orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya).
- Dalam Tauhid Uluhiyyah: yang kesalahan dalam hal ini bisa mengantarkan kepada syirik akbar (besar).
- Dalam masalah ittiba’ (wajibnya mengikuti Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-): yang kesalahan dalam hal ini bisa mengantarkan kepada kesesatan.
- Dalam masalah keta’atan: yang kesalahan dalam hal ini bisa mengantarkan kepada kemaksiatan.
Maka khilaf (perselisihan) umat: tidak bisa semua disamakan.
Kemudian ada juga khilaf (perselisihan) para ualama yang dilandasi ijtihad. Maka perselisihan ini tidak bisa kita samakan dengan perselisihan dalam ‘Aqidah.
OLEH KARENA ITULAH TEMA TENTANG: MENGENAL HAKIKAT BID’AH DAN TABDI’ SANGATLAH PENTING.
[10]- Sebagian orang bertanya-tanya: “Apa pentingnya membahas ‘aqidah dan masalah bid’ah; padahal umat Islam di berbagai negeri sedang tersakiti oleh musuh-musuh Islam?! Yang paling penting sekarang adalah Jihad!”
Maka ini adalah perkataan orang yang tidak memahami hakikat pertempuran umat dengan musuh-musuh mereka. Ini adalah gambaran yang diberikan oleh da’i-da’i sesat. Mereka tidak tahu bahwa: sebab musuh-musuh menguasai umat adalah karena umat ini bodoh terhadap agama mereka. Realita yang terjadi adalah adanya tentara kaum muslimin yang justru minta kepada Allah dengan bertawassul dengan kedudukan fulan (yang dianggap shalih).
Maka tidak mungkin kita mengharapkan kemenangan kecuali dengan melaksanakan agama Allah. Dan tidak mungkin kita bisa melaksanakan agama Allah kecuali dengan ilmu syar’i.
[11]- Agama ini dibangun di atas dua pondasi:
(1)- Mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah.
(2)- Memurnikan ittiba’ hanya kepada Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-.
Dan inilah kandungan dari dua kalimat syahadat.
Kaum musyrikin telah menentang Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dalam mengikhlaskan ibadah. Mereka mengatakan -sebagaimana Allah firmankan-:
{أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ}
“Apakah dia (Muhammad) menjadikan sesembahan-sesembahan itu menjadi sesembahan yang satu saja? Sungguh, ini benar-benar sesuatu yang sangat mengherankan.” (QS. Shaad: 5)
Orang-orang Yahudi dan Nasrani menentang Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dalam masalah ittibaa’. Mereka tidak mau mengikuti beliau dikarenakan hasad yang ada pada mereka.
Maka orang-orang yang berbuat syirik dari umat ini: mereka menyembah orang-orang shalih. Dan sebagiannya lagi tidak mau ittiba’ (mengikuti) Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dengan alasan bisa langsung mengambil ilmu dari Allah. Maka Syirik dan Bid’ah telah memalingkan umat ini dari agamanya.
[12]- Kesyirikan telah diperangi oleh Ahlus Sunnah -walaupun tersisa kekurangan dalam masalah Tauhid Asma Wa Shifat dan dalam masalah Syirik Ashghar (kecil)-.
Adapun hakikat Bid’ah dan siapa itu Ahli Bid’ah: maka banyak tersamar atas umat. Banyak orang yang memalingkan umat dari Sunnah dan dari para ulama disebabkan kebodohan terhadap hakikat ini. Dan terjadi kekurangan dan juga permusuhan di antara Ahlus Sunnah dikarenakan kebodohan banyak dari mereka terhadap hakikat ini.
Dari sinilah kita butuh untuk mengenal Bid’ah dan mengenal siapa Ahlus Sunnah dan siapa Ahlul Bid’ah. Karena hal ini akan berpengaruh dalam Wala Wal Bara’.
-ditulis dengan ringkas oleh: Ahmad Hendrix