Jumat, 26 Juli 2019

Taqrib baiquniyah 14 hukum beramal dengan hadist dhaif

📚 Taqrib Al-Baiquniyah (14) 📚

👉 "Hukum Beramal Dengan Hadis Dha'if"

✍🏻 Ulama mutakhirin berbeda pandangan dalam pengamalan Hadis Dha'if, setidaknya ada 4 pandangan terkait hal ini;
✏ 1-Pandangan Mutasyaddid/Berlebihan; bahwa Hadis Dha'if tidaklah diamalkan meskipun dikuatkan oleh Hadis Dha'if lain, dan menjadi Hadis Hasan li Gairihi.
✏ 2-Pandangan Mutasahil/Bermudah-mudahan; bahwa Hadis Dha'if boleh diamalkan secara mutlak.
✏ 3-Pandangan yang menyatakan bahwa Hadis Dha'if tidak diamalkan secara mutlak, baik dalam Akidah, Halal dan Haram, maupun Fadilah Amal.
✏ 4-Pandangan yang menyatakan bahwa Hadis Dha'if tidak bisa diamalkan dalam persoalan Akidah dan Halal Haram, tapi boleh diamalkan dalam Fadilah Amal dengan beberapa persyaratan.

✍🏻 Tentunya pendapat pertama dan kedua adalah pandangan yang bukan muktamad bahkan sangatlah dha'if. Adapun pendapat ketiga dan keempat, maka merupakan dua pandangan yang hampir sama, meskipun dalam segi praktik, ulama yang memilih pandangan yang keempat banyak kali tidak bisa memenuhi syarat-syarat penggunaan Hadis Fadilah Amal secara sempurna. Akan dijelaskan pada bahasan selanjutnya, insya Allah.

✍🏻 Terkait pandangan pertama, yaitu menolak Hadis Hasan li Gairihi; maka ia adalah pandangan yang disandarkan pada Abu Zur'ah dan Abu Hatim rahimahumallah, tapi yang berpandangan seperti ini sudah sangat jarang. Karena para imam mutaqaddimin seperti Imam Bukhari dan muridnya, Tirmizi, serta Abu Daud bahkan sampai Ad-Daraquthiy, semuanya mengamalkan Hadis Hasan li Gairihi, bahkan rata-rata para ulama hadis berpandangan seperti ini, meskipun derajatnya tentu lebih rendah dari pada Hasan li Dzatihi. Imam Ibnu Hajar rahimahullah berkata: "Meskipun ia (Hasan li Gairihi) sampai pada derajat Qabul (diterima sebagai hujah), namun ia lebih rendah dari derajat Hadis Hasan li Dzatihi.." (An-Nuzhah: 105)

✍🏻 Adapun pandangan mengamalkan Hadis Dha'if secara mutlak dalam Halal Haram, maka ini pandangan sebagian Ahli Fikih dan dipopulerkan oleh Syekh Muhammad 'Awwamah dll, tapi ia adalah pandangan yang lemah. Pendapat ini banyak muncul dari praktik bermudah-mudahannya Ahli Fikih yang bukan berasal dari kalangan Ulama Hadis dalam berdalil dengan Hadis Dha'if dalam persoalan Halal Haram. Lihat saja buku-buku Fikih, khususnya hawasyi mutakhirin, di sana bertebaran banyak Hadis Dha'if yang bahkan di antaranya tidak punya sumber sama sekali dari berbagai buku hadis.

✍🏻 Sebagian orang menyandarkan kebolehan beramal dengan Hadis Dha'if ini secara mutlak pada imam Mazhab yang empat, serta beberapa ulama Ahli Hadis seperti Imam Abu Daud dan beberapa ulama lainnya. Tapi ini sebenarnya berangkat dari kesalahpahaman terhadap ucapan mereka. Berikut ringkasan pembahasannya:

✍🏻 Ucapan Imam Ahmad dan lainnya seperti Abu Daud bahwa "Hadis Dha'if lebih mereka sukai daripada Pendapat Ulama" maksudnya adalah bahwa Hadis Dha'if dalam ucapan Imam Ahmad itu adalah Hadis Hasan, karena dulu Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya membagi hadis pada dua jenis, bukan tiga, yaitu Hadis Shahih dan Hadis Dha'if. Lalu Hadis Dha'if mereka bagi dua, yaitu:
✏ 1)-Hadis Dha'if yang bisa dijadikan hujjah, dan ini adalah Hadis Hasan dalam istilah ulama mutakhirin.
✏ 2)-Hadis Dha'if yang tidak bisa dijadikan hujjah. Ini adalah Hadis Dha'if dalam istilah kita. (Lihat Majmu' Fatawa 18/23, dan A'laam Al-Muwaqqi'in: 1/31-32).

✍🏻 Yang diriwayatkan dari Imam Syafi'iy bahwa ia mengamalkan Hadis Dha'if secara mutlak seperti Hadis Mursal, adalah kesalahpahaman terhadap ucapan dan praktik beliau. Dalam Ar-Risalah beliau menetapkan 8 syarat ketat untuk bisa mengamalkan Hadis Mursal, itupun Mursal yang beliau maksud adalah Mursal Kibar Tabiin yang rata-rata guru mereka adalah para sahabat, bukan semua Hadis Mursal. Pembahasan ini akan dibahas secara lebih detail dalam bahasan "Hadis Mursal" insyaAllah.

✍🏻 Lagipula, pandangan beramal dengan Hadis Dha'if ini adalah bukan pandangan yang mewakili pandangan para Imam Ahli Hadis secara turun temurun. Apalagi Ahli hadis telah sepakat bahwa Hadis Dha'if hanya memberikan Dzhann Marjuuh (prasangka yang

tidak kuat), dan prasangka yang tidak kuat ini sama sekali tidak bisa dijadikan hujah dan diamalkan dalam Halal dan Haram, karena dalam persoalan Halal Haram harus bersumber dari Dzhann Rajih atau prasangka yang kuat, bukan prasangka yang lemah seperti Hadis Dha'if. Wassalam.

🌹Semoga Bermanfaat!

📝 Chanel "Fawaid Ahli Hadis"

[ https://t.me/maulanalaeda ]