Dalam sebuah video seorang syeikh menolak pembagian tauhid, beliau mengatakan bahwa pembagian tersebut dimulai oleh Ibn Taimiyah pada abad 8 H.
Perkataan tersebut perlu dikritisi karena beberapa alasan:
1. Pembagian tauhid kepada bagian yang berbeda adalah perkara ijtihadiyah yang tidak disyaratkan adanya dalil secara tekstual menunjukkan kepada pembagian tersebut akan tetapi disyaratkan tidak mengandung hal yang menyalahi hukum-hukum syariat. Ini telah dilakukan oleh para ulama terdahulu, mereka membagi perkara syar'iyah kepada bagian-bagian yang bermacam-macam tanpa ada ulama lain yang mengingkarinya. Mereka membagi shalat kepada syarat-syarat, rukun-rukun, sunnah-sunnah shalat. Seperti itu juga pada permasalahan puasa dan haji. Apa yang mereka lakukan ini terhitung sebagai kesepakatan dalam hal pembagian sesuatu.
2. Pembagian tauhid kepada bagian-bagian tertentu bukanlah pembagian bagi hakikat tauhid dan bukan pula memecah belah kandungannya kepada bagian-bagian tertentu. Sebagaimana pembagian kandungan Iman kepada enam rukun bukan berarti bahwa iman terbagi kepada bagian-bagian yang berpecah belah yang setiap bagiannya berdiri sendiri, akan tetapi maksud dari itu semua adalah bahwa hakikat keimanan dibangun dari bagian-bagian yang berbeda pada makna dan hakikatnya. Begitu juga pembagian shalat kepada syarat, rukun dan sunnah tidak berarti bahwa shalat terbagi kepada bagian-bagian yang bermacam-macam yang mana setiap bagiannya berdiri sendiri.
3. Istiqra (penelitian) pada nash-nash syar'iyah menunjukkan kepada pembagian tauhid kepada tiga bagian dan istiqra adalah dalil mu'tabar dalam membangun hakikat (fakta atau kebenaran). Dalam menjelaskan dalil tersebut (istiqra) al-Syinqithi menjelaskan:
Istiqra al-Qur'an menunjukkan bahwasanya tauhid terbagi kepada tiga bagian:
1. Mentauhidkan-Nya pada rububiyah, bagian tauhid ini diakui oleh fitrah mereka yang berakal, Allah ta'āla berfirman:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۖ ..
"Dan jika engkau bertanya kepada mereka, siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab Allah.."
(QS. Az-Zukhruf 43: Ayat 87)
Ayat-ayat yang menunjukkan kepada tauhid rububiyah sangatlah banyak.
2. Mentauhidkan-Nya dalam beribadah, kebanyakan ayat-ayat al-Qur'an membahas tauhid ini dan tauhid inilah sebab terjadinya peperangan antar para rasul dengan umat-umatnya, Allāh berfirman:
أَجَعَلَ الْأَالِهَةَ إِلٰهًا وٰحِدًا ۖ إِنَّ هٰذَا لَشَىْءٌ عُجَابٌ
"Apakah dia menjadikan sesembahan itu satu saja? Sungguh, ini benar-benar sesuatu yang sangat mengherankan."
(QS. Sad 38: Ayat 5)
Termasuk ayat yang menunjukkan kepada bagian tauhid ini adalah firman Allah ta'āla:
فَاعْلَمْ أَنَّهُۥ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنٰتِ ...
"Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah dengan benar) selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan..."
(QS. Muhammad 47: Ayat 19)
Sama seperti sebelumnya, ayat-ayat yang menunjukkan kepada tauhid dalam beribadah juga banyak.
3. Mentauhidkan-Nya dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya..
[Adhwa al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an bi al-Qur'an (lll/17-19)]
Termasuk ulama yang menyetujui bahwa istiqra nash-nash syar'iyah menunjukkan kepada pembagian tauhid adalah Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, beliau berkata:
"Adapun pembagian tauhid kepada bagian yang telah disebutkan para imam-imam tersebut, seperti Ibn Taimiyah, murid beliau Ibnul Qayyim dan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab -semoga Allāh rahmati mereka semua- (yaitu) kepada tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah, maka ini adalah pembagian istilahi yang para ulama peroleh dari al-Kitab dan al-Sunnah pada tempat yang tak terhitung banyaknya."
[Kalimat fi Kasyf Abathil wa Iftira'at, hlm. 37]
4. Bersamaan dengan dalil berupa istiqra tersebut, terdapat beberapa perkataan para salaf yang menunjukkan kepada pembagian tauhid tersebut, Ibn Bathah (w. 387 H) berkata:
"Pokok keimanan kepada Allah yang wajib diimani oleh makhluk dalam menetapkan keimanan kepada-Nya ada tiga:
Pertama: Seorang hamba meyakini esensi-Nya agar membedakan mereka dari madzhab ahli ta'thil yang tidak menetapkan Sang Pencipta.
Kedua: meyakini keesaan-Nya agar membedakan mereka dari madzhab musyrikin yang mengakui adanya Sang Pencipta akan tetapi menyekutukan-Nya dengan yang lain dalam beribadah.
Ketiga: meyakini bahwa Allah disifati dengan sifat-sifat yang tidak boleh kecuali disifati dengan sifat tersebut, seperti sifat ilmu, kemampuan, hikmah dan semua sifat yang Dia sifati diri-Nya dalam kitab-Nya.
al-Ibanah al-Kubra (VI/149)
5. Bukan hanya Ibn Taimiyah dan pengikutnya saja yang membagi tauhid kepada bagian-bagian tertentu, dari kalangan ulama asya'irah pun ada yang membagi tauhid.
al-Kumi al-Tunisi berkata:
"Tauhid dibagi kepada empat macam: tauhid uluhiyah, tauhid af'al, tauhid sifat dan tauhid dzat."
[Tahrir al-Mathalib, hlm. 70]
Wallahu a'lam
Ustadz erlangga