Kamis, 11 Maret 2021

hukum menyewakan rahim

Di Barat hal biasa klo artis, tokoh (yg banyak duit) pakai "surrogate mother" atau "sewa rahim"
.
# Hukum Menyewakan dan Meminjam Rahim

"Haram hukumnya menyewa rahim, wanita sudah dimuliakan oleh Islam, kehamilan bukan hanya sekedar diberi uang, melahirkan lalu ditinggalkan
Tapi kehamilan itu dengan ikatan suci, tanggung jawab dan kehangatan suami, serta kebahagiaan mengandung dan kasih sayang mendidik anak"

Ini adalah kemajuan ilmu kedokteran saat ini. Yang dimaksud meminjam rahim adalah wanita yang sulit hamil karena rahimnya lemah atau bermasalah. Sel telurnya di ambil kemudian difertilisasi (digabung) dengan sel sperma suaminya kemudian di tanam di rahim wanita lain. Kemudian berkembang di rahim wanita tersebut dan ketika lahir akan menjadi “anak” mereka berdua yang mempunyai sel telurnya dan sel spermanya.

Bagaimana hukum Islam dalam hal ini?

Jawabannya adalah HARAM

Berikut beberapa fatwa Ulama mengenai hal ini:

1.Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah

وبعد دراسة اللجنة للاستفتاء أجابت بأنه لا يجوز للأم المذكورة التبرع لابنتها برحمها؛ لما يترتب على ذلك من محاذير شرعية

Setelah Al-Lajnah mempelajari (prosedur meminjam rahim), maka AL-Lajnah memutuskan bahwasanya tidak boleh (haram) bagi ibu tersebut meminjamkan rahimnya kepada anak perempuannya. Karena akan muncul kerusakan dalam syariat.[1]

 

2.Fatwa Profesor Abdullah Al-Jibrinrahimahullah

نقول إن هذا شيء مبتدع ومنكر ولم يتكلم فيه العلماء سابقاً ولم يذكر عن أحد من علماء الأمة وأئمتها أنه أجاز …، حيث زين لبعض هؤلاء تأجير الأرحام وقالوا إنه لا مانع منه وأن فيه وأن فيه … ولا شك أن هذا محرم أولاً لأن الله تعالى أمر بحفظ الفروج في قوله تعالى : ( والذين هم لفروجهم حافظون إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم فإنهم غير ملومين ) المؤمنون/5-6

“kita katakan ini adalah sesuatu yang baru dan mungkar, tidak ada ulama sebelumnya yang berbicara mengenai hal ini dan tidak disebut oleh ulama dan imam-imam orang Islam bahwa hal ini boleh… sebagian dari mereka menghias-hiasi (mencari-cari alasan membolehkan) mereka berkata, ‘tidak ada larangan dalam hal ini karena ini dan karena itu.

Tidak diragukan lagi bahwa hal ini HARAM alasan yang pertama adalah karena perintah Allah Ta’ala agar menjaga kemaluan sebagaimana firman Ta’ala,

“وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

“dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki ; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”(Al-Mukminun: 5-6)[2]

 

3. Fatwa Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah (Lembaga Riset dan Fatwa al-Azhar)

أما استئجار الأرحام فإنه محرم وممنوع شرعًا، وقد صدر قرار مجمع البحوث الإسلامية رقم “1” بجلسته بتاريخ 29/ 3/ 2001م بتحريم تأجير الأرحام، وكذلك أجمع الفقهاء المعاصرون على حرمة ذلك حيث لا يمكن الجزم مع وجود الطرف الثالث بتحديد الأم الحقيقية لهذا الطفل: فهل الأحق به صاحبة البويضة التي تخلق منها الطفل وحمل كل خصائصها الوراثية، أو الأحق به الأم الحاضنة صاحبة الرحم الذي تم فيه نموه وتطوره وتبدله حتى صار جنينًا مكتملًا؟ وما يترتب على ذلك من خلل وتنازع كبيرين وهو خلاف مراد الشارع من انضباط الأمور واستقرار الأحوال ورفع التنازع أو حصره قدر الإمكان

 

Adapun menyewakan rahim maka hukumnya HARAM secara syariat. Fatwa Majma’ al-Buhuts Al-Islamiyyah telah mengeluarkan keputusan nomor 1 tanggal 29 Maret 2001 yang mengharamkan penyewaan rahim. Para ulama fikih kontemporer pun sepakat mengenai keharamannya. Salah satu alasannya adalah karena tidak dapat dipastikan siapa ibu yang sebenarnya bagi bayi itu disebabkan terdapat pihak ketiga (pemilik rahim yang disewa). Sehingga timbul kerancuan tentang siapakah yang lebih berhak menjadi ibu bayi itu, apakah wanita pemilik sel telur yang darinya tercipta janin itu dan yang membawa seluruh sifat genitasnya, ataukah wanita yang di dalam rahimnya seluruh proses perkembangan bayi itu berlangsung hingga menjadi sosok yang sempurna?

Adanya perselisihan dan perdebatan yang besar  seperti ini bertentangan dengan tujuan dan maksud syariat Islam berupa menciptakan kestabilan, ketentraman dan menghilangkan pertikaian atau membatasinya pada skala sekecil mungkin.[3]

 

Penyusun:  dr. Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

 

[1] Fatwa no. 21192, syamilah

[2] Sumber:http://islamqa.info/ar/ref/22126

[3] Sumber: http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=429

__
Follow akun (klik):
Telegram: bit.ly/muslimafiyah
LINE: bit.ly/raehanul
Broadcast WA muslimafiyah:
089651755537
(Simpan nomornya, Kirim via WA :
[Nama Lengkap-Kota]
(Direkap tiap hari ahad)