Belajar agama itu kepada guru, bukan hanya dari kitab atau belajar sendiri
Belajar ilmu itu pada asalnya dengan talaqqi (bertemu langsung) kepada para guru, bukan dari kitab-kitab atau belajar otodidak. Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah dalam Hilyah Thalabil Ilmi mengatakan:
الأصل في الطلب أن يكون بطريق التلقين والتلقي عن الأساتيذ، والمثافنة للأشياخ، والأخذ من أفواه الرجال لا من الصحف وبطون الكتب
“Hukum asalnya, menuntut ilmu itu dengan cara talqin (dibacakan oleh guru) dan talaqqi (bertatap muka) dari para ustadz. Dan mulazamah kepada para Syaikh. Dan mengambil ilmu dari mulut-mulut mereka, bukan dari lembaran-lembaran atau perut-perut kitab” (Hilyah Thalibil Ilmi, hal.158).
Adapun membaca kitab-kitab dan buku-buku itu sifatnya tambahan, untuk muraja'ah (mengulang pelajaran) serta muthala'ah (menelaah masalah). Karena kita dapati juga para salaf dan para ulama mereka bersemangat dalam membaca kitab-kitab.
Abdullah, putra dari Imam Ahmad bin Hambal mengatakan: "Demi Allah, tidaklah aku melihat beliau (imam Ahmad) kecuali sedang tersenyum, atau sedang membaca, atau sedang menelaah" (Fashlul Khithab fiz Zuhdi war Raqaiq, 3/621)
Dikatakan tentang Al Khathib Al Baghdadi: "Tidaklah aku melihat Al Khathib kecuali di tangannya ada buku yang sedang ia telaah" (Siyar A'lamin Nubala, 20/26).
Namun yang utama adalah belajar kepada para guru.
Dan belajar dari buku atau dari rekaman juga metode belajar ketika keadaannya "darurat", yaitu ketika tidak ada guru atau tidak ada majelis ilmu.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Saya sarankan kepada para penuntut ilmu untuk memilih guru yang dipercaya ilmunya, terpercaya amalnya, terpercaya agamanya, lurus akidahnya, lurus manhajnya. Jika ia diberi taufik untuk belajar kepada guru yang lurus, maka ia juga akan lurus. Namun jika Allah tidak memberi taufik demikian, maka ia juga akan menyimpang sebagaimana gurunya.
Jika ia tidak bisa belajar kepada para guru yang demikian, maka di zaman ini Allah telah longgarkan perkaranya, walhamdulillah, dengan adanya sarana-sarana modern. Suara-suara para ulama tersebar hingga ke seluruh penjuru dunia. Sehingga apa yang ia dengarkan dari rekaman tersebut bisa ia bacakan di depan para ustadz, lalu para ustadz tersebut akan mengecek dan mengoreksi pelajaran yang ia pahami tadi. Bisa melalui telepon, atau melalui surat, atau sarana-sarana modern yang mudah digunakan lainnya.
Dan sudah maklum bahwa membaca langsung di hadapan guru itu lebih dekat kepada kebenaran dan lebih cepat dalam mendapatkan ilmu. Serta lebih selamat dari kesalahan. Oleh karena itu kita dapati orang yang sekedar membaca dari kitab, mereka terjatuh dalam kekeliruan-kekeliruan yang besar. Mereka tidak mendapatkan ilmu yang diinginkan, kecuali setelah melalui waktu yang lama.
Namun dalam kondisi darurat, tidak mengapa sekedar membaca dari kitab atau mendengar dari rekaman, atau semisalnya. Dengan syarat kitab dan rekaman tersebut bersumber dari para ulama dan ustadz yang terpercaya ilmunya, agamanya dan manhajnya” (Majmu' Al Fatawa war Rasail Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, 26/40).
Wallahu a'lam.
Join channel telegram @fawaid_kangaswad