MINTA FATWALAH KE HATIMU
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Seseorang, jika Allah Ta'ala kehendaki kebaikan, maka hatinya menjadi pengarah untuk menyuruh berbuat kebaikan dan melarang untuk berbuat kemungkaran.
Berkata Ibnu Sirin rahimahullah :
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا جَعَلَ لَهُ وَاعِظًا مِنْ قَلْبِهِ يَأْمُرُهُ وَيَنْهَاهُ
“Jika Allah menghendaki kebaikan pada hambanya, Allah akan menjadikan hatinya sebagai penasihat yang menyuruhnya (melakukan kebaikan) dan melarangnya (daripada melakukan kejahatan).” (Kitabul Zuhud Imam Ahmad).
Hati yang bersih, hati yang sesuai dengan hati nurani yang fitrah, senantiasa mengarahkan kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.
Hati yang bersih yang sesuai fitrahnya membuat hati akan tenang dan tentram jika berbuat kebaikan dan akan resah, gelisah, bimbang, ragu dan goncang jika berbuat kemungkaran.
Untuk itu jika masih ada keraguan setelah jelas keterangan dalil yang nyata, maka minta fatwalah ke hatimu, karena sesungguhnya hati nurani yang bersih, yang berada dalam fitrah yang suci, pasti cenderung kepada kebaikan dan kebenaran.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
يَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ قَلْبَكَ وَاسْتَفْتِ نَفْسَكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ
“Wahai Wabishah, mintalah fatwa pada hatimu (3x), karena kebaikan adalah yang membuat tenang jiwa dan hatimu. Dan dosa adalah yang membuat bimbang hatimu dan goncang dadamu. Walaupun engkau meminta fatwa pada orang-orang dan mereka memberimu fatwa” (HR. Ahmad. Berkata Syeikh Al Albani dalam Shahih At Targhib [1734] : Hadits : Hasan Li Ghairihi).
Berkata Ibnu Allan Asy Syafi’i rahimahullah :
قال: (استفت قلبك) أي اطلب الفتوى منه، وفيه إيماء إلى بقاء قلب المخاطب على أصل صفاء فطرته وعدم تدنسه بشىء من آفات الهوى الموقعة فيما لا يرضى، ثم بين نتيجة الاستفتاء وأن فيه بيان ما سأل عنه
“Sabda beliau ‘istafti qalbak‘, maknanya, mintalah fatwa pada hatimu. Ini merupakan isyarat tentang keadaan hati orang yang diajak bicara (Wabishah) bahwa hatinya masih suci di atas fitrah, belum terkotori oleh hawa nafsu terhadap sesuatu yang tidak diridhai Allah, lalu Nabi menjelaskan buah dari meminta fatwa dari hati yang demikian, dan bahwasanya di sana ada jawaban dari apa yang ia tanyakan” (Dalilul Falihin, 5/34).
Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin :
وهذا فيمن نفسه مطمئنة راضية بشرع الله. وأما أهل الفسوق والفجور فإنهم لا يترددون في الآثام، تجد الإنسان منهم يفعل المعصية منشرحاً بها صدره والعياذ بالله، لا يبالي بذلك، لكن صاحبَ الخير الذي وُفق للبر هو الذي يتردد الشيء في نفسه، ولا تطمئن إليه، ويحيك في صدره، فهذا هو الإثم
“Ini berlaku bagi orang yang jiwanya baik dan ridha terhadap syariat Allah. Adapun orang fasiq (yang gemar melanggar syariat Allah) dan fajir (ahli maksiat) mereka tidak bimbang dalam melakukan dosa. Engkau temui sebagian orang ketika melakukan maksiat mereka melakukannya dengan lapang dada, wal ‘iyyadzu billah. Maka ini tidak teranggap. Namun yang dimaksud di sini adalah pecinta kebaikan yang diberi taufik dalam kebaikan yang resah ketika melakukan kesalahan, hatinya tidak tenang, dan sesak dadanya, maka ketika itu, itulah dosa.” (Syarah Riyadish Shalihin, 3/498-499).
https://abufadhelmajalengka.blogspot.com/2019/08/minta-fatwalah-ke-hatimu.html?m=1