Rabu, 14 Agustus 2019

Kritik dikalangan para ulama

Gonjang ganjing di kalangan ulama''.

Kritik mengkritik adalah dua hal yang wajar terjadi dan akan terus terjadi dalam kehidupan masyarakat, tanpa terkecuali di kalangan para ulama'.

Namun perlu dipahami, bahwa kritik yang terjadi di kalangan ulama'dapat dibagi menjadi dua model:
1. Global
2. Terperinci.

Secara ketajaman dan kekuatan , maka keritik terperinci yang diiringi bukti dan alasan tentu lebih kuat dibanding kritik global.

Namun demikian, anda pasti menyadari bahwa namanya kritik ya tetap saja kritik, bisa diterima bisa ditolak, bahkan yang mengkritik bisa jadi lebih layak untuk dikritik.

Imam Muhammad bin Ishak misalnya mengkritisi kredibilitas Imam Malik dalam meriwayatkan hadits, namun ternyata para ulama' menilai bahwa riwayat riwayat Imam Ibnu Ishaklah yang lebih layak untuk dikritisi dibanding riwayat imam Malik.

Kritik bisa jadi juga karena dorongan fanatisme kepada guru dan aliran mazhab.

Misalnya Imam Yahya bin Maín, menilai bahwa Imam Syafii tidak kredibel (tidak tsiqah) dalam periwayatan hadits.

Namun ternyata setelah dikaji oleh banyak ulama' kritik tersebut dilandasi oleh fanatisme kepada mazhab Hanafi, sehingga kritik itu diabaikan oleh para ulama' dan tidak menciderai kredibilitas dan martabat Imam Syafii.

Perseteruan antara Imasm Muhammad bin Yahya Az Zuhli dengan Imam Al Bukhari juga tidak asing lagi di kalangan para penuntut ilmu, peran para pengadu domba, dan kecemburuan sosial seorang guru kepada murid yang lebih moncer menjadikan hubungan mereka berdua rusak.

Bahkan karena sang guru yang agresif memborbardir murid dengan berbagai tuduhan hasil hasutan orang, menyebabkan sebagian ulama' tersulut oleh provokasi sang gurusampai sampai semisal Imam Abu Zuráh dan Abu Hatim Ar Razy memvonis bahwa ZImam Bukhari tidak layak untuk ditulis riawayatnya (matruk al hadits) .

Walau pada masanya kekisruhan ini begitu heboh, dan menyebabkan Al Bukhari benar benar terkucilkan, namun ternyata para ulama' tiada berhenti sampai di sini. Mereka terus membuktikan sikap obyektifitasnya, mereka menelusuri lebih jauh biang kekisruhan antara keduanya, dan akhirnya terbuktilah bahwa biangnya hanyalah kecemburuan sosial.

Dan akhirnya karya karya Imam Al Bukhari diterima secara luas sampai sampai kitabnya Shahih Al Bukhari diakui sebagai kitab paling valid setelah Al Qurán

Daaaan masih panjang dan banyak lagi, cukup sekian.

Jadi menghadapi kritik sesama ulama’ tidak sepatutnya serta merta ditelan mentah mentah, perlu dikaji lebih lanjut alasan, kronologi, dan tujuannya, termasuk kritik sesama kiyai, ustadz, dan da’i yang selalu hangat di setiap masa dan tempat.

Sekedar tuduhan hizby atau mubtadi’ dan lainnya tidak layak langsung ditelan mentah mentah, perlu ditelusuri lebih jauh, sebagaimana dijelaskan di atas, demikianlah secuil manhaj dalam mengkritisi dan mencerna kritik sesama ahli ilmu.

Semoga mencerdaskan.

Dr Muhammad Badri MA
Rektor stdi imam Syafi'i Jember