𝗧𝗮𝗴𝗵𝗮𝗳𝘂𝗹
Pernah satu ketika saat masih di bangku SMA, pelajaran biologi, pak guru mendiktekan pelajarannya, sehingga suasananya menjadi hening. Tetiba terdengar suara Angin kejepit alias kentut. Sekelas menoleh ke sumber suara itu,. ternyata teman wanita yang pendiam itu, mukanya langsung merah, menahan malu. Lha mau gimana lagi, wong sudah berusaha menahan, eh ternyata angin yang ditahan malah menjerit. Sebagian teman ketawa tanpa henti, sebagian lagi membully.
Taghaful dalam Mu’jam Al Wasith disebutkan:
تَغَافَلَ أَرى من نفسه أَنه غَافلٌ وليس به غفلة
“Taghafal artinya menampakkan kepada orang lain seolah-olah dirinya tidak tahu, padahal tidak demikian”.
Taghaful adalah etika pura-pura tidak tahu terhadap kesalahan/kekeliruan yg dilakukan orang lain, sebagai tanda kelembutan bagi yg disalahkan
𝙃𝙖𝙩𝙞𝙢 𝙗𝙞𝙣 𝘼𝙡𝙬𝙖𝙣 𝙗𝙞𝙣 𝙔𝙪𝙨𝙪𝙛 𝙙𝙞𝙗𝙚𝙧𝙞 𝙟𝙪𝙡𝙪𝙠𝙖𝙣 𝘼𝙡- 𝘼𝙨𝙝𝙤𝙢 (tuli)
Diceritakan bahwa suatu hari datang kepadanya seorang perempuan yang ingin bertanya tentang suatu permasalanan kepada Hatim. Tetiba terdengarlah suara kentut si perempuan tersebut, yang membuatnya merasa sangat malu.
Untuk menutupi rasa malu perempuan tersebut, Hatim pun berkata, "Keraskan suaramu!". Hal ini, menjadikan Hatim seolah-olah memperlihatkan dirinya seorang yang tuli tak mendengar apa yang barusan terjadi dihadapan si perempuan.
Perempuan tersebut merasa nyaman dan gembira karena ternyata Hatim tidak mendengar suara kentutnya tadi.
Inilah Taghaful yang merupakan akhlak mulia. Bukan malah diketawain, atau diperjelas lg..Eh elu kentut ya, semalem makan jengkol berapa biji?. Elu habis makan bangke ya? dst.
Al Hasan Al Bashri rahimahullah suatu ketika berkata,
“ما زال التغافل من فعل الكرام“.
“Taghaful itu akan senantiasa menjadi ciri khas akhlak mulia”
ustadz fachrudin khusna