Hukum Udh-hiyah atau Qurban
Sebetulnya ada dua istilah yang berbeda yang dikenal dalam syariat yaitu "udh-hiyah" dan "qurban".
Udh-hiyah maknanya hewan yang disembelih pada hari raya 'Iedul Adh-ha dan hari tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
Sedangkan qurban pengertiannya lebih luas mencakup segala hal yang disyariatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik dalam bentuk penyembelihan ataupun ketaatan yang lain.
Tetapi kedua istilah ini yaitu udh-hiyah dan qurban dipakai untuk tujuan yang sama yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah meski istilah qurban yang kelihatannya lebih akrab di masyarakat.
Para ulama sepakat qurban termasuk amalan yang disyariatkan. Namun mereka berselisih pendapat apakah qurban itu wajib hukumnya ataukah anjuran?
Jumhur berpendapat qurban termasuk amalan yang dianjurkan bukan kewajiban. Yang berpendapat seperti ini antara lain Malik, Asy-Syafii, Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, Abu Tsaur, Dawud Adz-Dzhahiri, Ibnu Hazm, Ibnul Mundzir. Dalilnya hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Ummu Salamah radhiyallahu 'anha,
إذا دخلت العشر وأراد أحدكم أن يضحي فليمسك عن شعره وأظفاره
"Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah sedang KALIAN INGIN menyembelih qurban maka janganlah dia mengambil rambutnya dan kukunya.”
(HR. Ahmad 26696, Muslim 1977, At-Tirmidzi 1523, Ibnu Majah 3149)
Sisi pendalilannya bahwa ibadah qurban dikembalikan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada keinginan orang yang menjalankannya yang itu menunjukkan bukan kewajiban.
Sebab itu sebagian shahabat ada yang sengaja meninggalkan qurban seperti Abu Bakr, Umar, Abu Mas'ud Al-Anshari agar tidak dianggap sebagai kewajiban.
(Riwayat Abdurrazzaq 8149 sanadnya shahih)
Dan di antara salaf ada pula yang berutang demi untuk berqurban, karena Allah telah mengatakan di dalam firman-Nya, "Kalian akan memperoleh kebaikan (dari sembelihan kalian itu).”
(Tafsir Ibnu Katsir 5/426)
Berutang tentunya dengan catatan mampu membayar, jika tidak, maka jangan berutang.
https://t.me/manhajulhaq