Pertanyaan : Tapi kenapa kalian tidak mengkafirkan para penguasa itu ?
Jawab : Apakah setiap orang islam yang melakukan kekufuran lantas otomatis menjadi orang kafir ?
Kamu bicara seperti itu karena kamu jahil tidak bisa membedakan antara vonis kafir secara umum, dengan vonis kafir terhadap personal. Karena seseorang yang terjerumus dalam kekafiran itu ada beberapa kondisi :
1). Bisa jadi dia jahil (belum ngerti terhadap kekufuran).
Sebagian manusia pernah memuji Nabi shalallahu alaihi wa sallam bahwa beliau mengetahui keghaiban. Maka nabi mengingkari mereka dan mengajari mereka serta tidak memvonis kafir pada mereka. Padahal perilaku mereka merupakan kekufuran yang nyata (kufrun bawwah).
Sebagaimana disebut dalam Shahih Bukhari no. 5147 ; dari Rubayyi' binti Mu'awidz ia berkata, Nabi shalalahu alaihi wa sallam datang saat aku dinikahkan. Lantas beliau duduk di atas tikarku.
Kemudian budak perempuan kami mulai memukul rebana dan menyanjung nenek moyang kami yang terbunuh saat perang Badar.
Tetiba salah satu dari mereka berkata ; dan kami memiliki nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi di masa mendatang.
Nabi shalallahu alaihi wa sallam menyanggah : Tinggalkan ucapan seeprti ini. Dan ucapkan oleh kalian apa yang biasa kalian ucapkan saja."
2). Bisa jadi seseorang tertipu dengan kepercayaan serta baik sangka mereka terhadap ilmu dan fatwa seseorang.
Seperti para khalifah Bani Abbas yang meyakini bahwa Al Quran itu makhluk berdasarkan fatwa dari qadhi mereka yang beraliran Jahmiyah.
Padahal aqidah itu adalah kekufuran yang nyata (kufrun bawwah) berdasarkan ijma'.
Namun para khakifah itu tidak mengetahui. Sehingga mereka dan rakyat mereka berada satu barisan bersama mufti mereka yang merupakan penganut Jahmiyah.
Meski demikian para ulama (sunnah) tidak mengkafirkan mereka padahal mereka meyakini aqidah kufur tersebut. Memaksa manusia untuk meyakininya. Serta memberikan hukuman pada orang yang menyelisihi aqidah kufur tadi dalam rangka menjaga kekufuran dan melariskannya, sesuai dengan ungkapan yang sering kalian gunakan.
Mereka juga membangun al wala' wal bara' di atasnya. Memberikan posisi strategis kepada para penganut kitab kitab yunani, filsafat dan ilmu kalam. Dan menjauhkan para ulama tauhid yang berhukum kepada Al Kitab dan As Sunnah.
Ibnu Taimiyyah berkata di dalam Majmu' Fatawa ; 7/507.
"Imam Ahmad tidak mengkafirkan secara personal pengikut Jahmiyah. Tidak pula mengkafirkan setiap orang yang mengaku sebagai penganut Jahmiyah. Tidak pula mengkafirkan setiap orang yang mencocoki Jahmiyah dalam sebagian bid'ah mereka.
Bahkan beliau (Imam Ahmad) shalat di belakang Jahmiyah yang menyeru kepada pemikiran mereka, yang menimpakan fitnah pada manusia, yang memberikan hukuman pada orang yang menyelisihi mereka dengan hukuman yang berat. Imam Ahmad dan para ulama lain tidak mengkafirkan mereka.
Bahkan beliau meyakini keimanan mereka, meyakini kepemimpinan mereka, mendoakan kebaikan bagi mereka, berpendapat sah bermakmum kepada mereka saat shalat di belakang mereka. Haji dan jihad dilakukan bersama mereka.
Serta melarang melakukan pemberontakan terhadap mereka dan penguasa lain semisal mereka.
Dan Imam Ahmad mengingkari kebid'ahan yang mereka lakukan yang telah mencapai kekufuran yang besar meski mereka belum mengetahui bahwa itu merupakan kekufuran.
Beliau juga mengingkari dan berjihad dengan membantah pemikiran kufur itu sesuai kemampuan. Sehingga beliau (Imam Ahmad) mengumpulkan diantara dua hal ; yaitu mentaati Allah dan Rasul Nya didalam menampakkan sunnah dan agama, mengingkari kebid'ahan sekte Jahmiyah. Dan menjaga hak hak orang beriman dari kalangan para penguasa dan rakyatnya meskipun penguasa ini jahil, melakukan bid'ah, zalim serta fasiq."
(Sumber : Thali'atul Hiwar Ad Darij Bainas Sunnati Wal Khawarij : 505-506 karya Syeikh Abdul Malik Ramadhani Al Jaza'iri).
Ustadz abul aswad al bayaty