Selasa, 01 Juni 2021

RUSAK AKIDAHNYA, TIDAK LAYAK DIAMBIL ILMUNYA

RUSAK AKIDAHNYA, TIDAK LAYAK DIAMBIL ILMUNYA

Belajar ilmu agama harus dengan bimbingan ulama yang terpercaya dan lurus aqidahnya.  Janganlah sembarang mengambil ilmu, lihatlah akidahnya, kalau rusak, jangan bermajlis dengannya.

Berkata Al-Allamah Syaikh Sholeh al-Fauzan Hafidzallahu :

"الذي نوصي به أنفسنا وإخواننا الأخذ عن العلماء الموثوقين في علمهم وفي عقيدتهم". الأجوبة المفيدة - س112

Yang kami mewasiatkan dengan-Nya diri kami dan saudara-saudara kami, hendaknya mereka mengambil ilmu dari ulama yang terpercaya didalam permasalahan Aqidah mereka".  (Al-Ajwibah Al Mufiidah :112).

Kenapa kita mesti belajar agama dengan ulama yang lurus akidahnya, karena agama itu merupakan darah dan daging kita, jika rusak akidahnya, rusak pula yang lainnya.

Berkata Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah :

إن هذا العلم هو لحمك ودمك وعنه تُسأل يوم القيامة فانظر عمّن تأخذه" الكفاية ٢١”

Sungguh ilmu ini adalah darah dagingmu, dan engkau akan ditanya tentangnya pada hari Kiamat kelak. Maka lihatlah darimana engkau mengambil ilmu tersebut.” (Al Kifayah 21). 

Belajar ilmu nahwu saja, mesti dengan seseorang yang akidahnya lurus, apalagi belajar hadits dan syarahnya, alquran dan tafsirnya, fiqh dan ilmu-ilmu syar'i lainnya. 

Syeikh Utsaimin rahimahullah ditanya :

ذا وجدنا رجلا مبتدعا لكنه قوي في علم العربية من بلاغة و نحو وصرف، فهل نجلس إليه و نأخذ منه هذا العلم الذي هو قوي فيه أو نهجره؟.

Apabila ada seorang mubtadi’, namun dia pandai dalam ilmu bahasa arab, baik balaghah, nahwu, maupun sharaf.  Bolehkah kita duduk dengannya dan mengambil ilmu darinya yakini ilmu yang dia menonjol di bidang tersebut ataukah kita tetap wajib meng-hajr-nya?

Beliau rahimahullah menjawab :

...لا نجلس إليه؛ لأن ذلك( يوجب مفسدتين)!:
المفسدة الأولى:
(اغتراره بنفسه)؛ فيحسب أنه على حق!.

المفسدة الثانية:
(اغترار الناس به)؛ حيث يتوارد عليه طلاب العلم يتلقون منه، والعامي لا يفرق بين علم النحو و علم العقيدة!.

لهذا (نرى ألا يجلس الإنسان إلى أهل الأهواء والبدع [مطلقا] )؛ حتى و إن كان لا يجد علم العربية و البلاغة و الصرف - مثلا - إلا فيهم، فسيجعل الله له خيرا منه؛ لأن تردد الطلاب عليهم - لاشك - يوجب (غرورهم و اغترار الناس بهم!!).

وهنا مسألة:
هل يجوز تلقي القرآن عند معلم مبتدع؟.
والجواب:
لا يقرأ عليه!."
انتهى بتصرف يسير جدا.
من كتاب[شرح حلية طالب العلم].
للعلامة الصالح: محمد بن صالح بن عثيمين رحمه الله.

Kita tidak boleh duduk dengannya. Karena hal itu akan memunculkan dua kerusakan:

Kerusakan Pertama: 

Dia (ahlul bid’ah tersebut) tertipu dengan dirinya sendiri. Dia mengira bahwa dirinya berada di atas al-Haq (kebenaran).

Kerusakan Kedua : 

Umat akan tertipu dengannya. Yaitu dengan berdatangannya para penuntut ilmu kepada dia dan mengambil ilmu darinya. Sementara orang awam tidak akan membedakan antara ilmu nahwu dengan ilmu aqidah.

Oleh karena itu kami memandang tidak boleh untuk duduk dengan ahlul bid'ah secara mutlak. Bahkan walaupun dia tidak mendapati ilmu bahasa arab, ilmu balaghah, dan ilmu sharaf – misalnya – kecuali pada mereka. Allah akan menjadikan untuknya yang lebih bagi dari itu. Karena berdatangannya para penuntut ilmu kepada mereka (ahlul bid’ah) tidak diragukan akan menyebabkan mereka tertipu (dengan diri sendiri) dan menyebabkan umat tertipu dengan mereka.

Di sana ada masalah (lain), yaitu : bolehkan mengambil ilmu al-Qur`an (yaitu ilmu qira’ah, tajwid, dll, pen) dari seorang pengajar ahli bid’ah?

Jawabannya : Tidak boleh membaca kepada mereka (yakni tidak boleh mengambil ilmu al-Qur`an dari mereka). (“Syarh Hilyah Thalibul ‘Ilmi). Sumber http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=144312

Melihat perkataan ulama di atas, maka bagi thalabul ilmi, hendaklah mengambil ilmu tidak kepada sembarang orang. 

AFM