Selasa, 29 Juni 2021

Lanjutan...Amalan-Amalan yang Tidak Boleh Dilakukan Oleh Orang yang Berhadats Besar✒ Ustadz Amir As-Soronji

Lanjutan...

Amalan-Amalan yang Tidak Boleh Dilakukan Oleh Orang yang Berhadats Besar

✒ Ustadz Amir As-Soronji

3. Berdiam Diri di Masjid
Orang yang berhadats besar berupa junub tidak boleh berdiam diri di masjid. Hal ini berdasarkan firman Allah:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا۟ مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِى سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا۟ ۚ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid)
sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi." (QS. An-Nisa: 43)

Yang dibolehkan bagi orang yang junub hanyalah sekedar berlalu (lewat), misalnya ia masuk masjid hanya untuk mengambil sajadah, tongkat, sandal, dan lain-lain. Adapun masuk kemudian duduk dan berdiam diri di masjid maka tidak dibolehkan.

Ia dibolehkan berdiam diri di masjid setelah mandi sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, atau setelah berwudhu.

Atha bin Yasar berkata: "Aku melihat para sahabat Rasulullah duduk di masjid dalam keadaan junub setelah mereka berwudhu seperti wudhu shalat." 

Hikmah dari wudhu ini adalah meringankan junub. (Mulakhkhas Fiqih 1/27)

Adapun wanita haidh atau nifas boleh masuk masjid dan berdiam diri di dalamnya, karena tidak ada dalil shahih sharih yang melarangnya. Maka hukum asalnya adalah boleh hingga ditemukan larangan.

Ada sejumlah hadits yang menguatkan hukum asal ini (wanita haidh boleh masuk masjid), di antaranya:

Hadits riwayat Aisyah radiallahuanha: 

أَنَّ وَلِيدَةً كَانَتْ سَوْدَاءَ لِحَيٍّ مِنَ العَرَبِ فَأَعْتَقُوهَا ... فَجَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْلَمَتْ، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَكَانَ لَهَا خِبَاءٌ فِي المَسْجِدِ أَوْ حِفْشٌ

"Bahwa ada seorang perempuan yang berkulit hitam pernah menjadi budak sekelompok orang arab, lalu mereka memerdekakannya... Wanita itu kemudian datang kepada Rasulullah shalallahu alaihi wassallam dan masuk Islam. Aisyah berkata, 'Wanita itu memiliki tenda atau rumah kecil di dalam masjid'." (HR. Bukhari, bab naumil mar'ah fiil masjid, no. 439)

Tidak samar lagi bahwa wanita normal pasti mengalami haidh, dan tidak ada dalil yang menjelaskan bahwa Nabi shalallahu alaihi wassallam memerintahkan wanita itu untuk menjauhi masjid pada saat haidh.

Nabi shalallahu alaihi wassallam bersabda kepada Aisyah radiallahuanha yang mengalami haidh pada saat haji wada:

اِفْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوْفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَغْتَسِلِي.

“Kerjakanlah apa yang dikerjakan oleh orang yang berhaji, hanya saja engkau tidak boleh thawaf di Baitullah sampai engkau mandi (bersih dari haidhmu)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi shalallahu alaihi wassallam tidak melarang Aisyah radiallahuanha  masuk masjid dan berdiam diri di dalamnya. Beliau hanya melarangnya thawaf di kabah. Dan dalil-dalil yang lain.

Catatan:
Mayoritas ulama melarang wanita haidh atau nifas masuk ke dalam masjid dan berdiam diri di dalamnya.

▪︎Mereka berdalil dengan sabda Nabi shalallahu alaihi wassallam:

 لَا أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٍ 

"Saya tidak menghalalkan masjid untuk wanita yang sedang haidh dan orang yang sedang junub."(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Namun hadits ini lemah, tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.

▪︎Mereka juga berdalil dengan firman Allah:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا۟ مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِى سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا۟ ۚ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi." (QS. An-Nisa: 43)

Mereka mengqiyaskan wanita haidh dengan orang yang junub, karena keduanya sama-sama hadats besar dan mewajibkan mandi. Padahal ayat ini tidak menyebutkan wanita haidh. Dan qiyas (analogi) mereka ini adalah qiyas ma'al fariq (analogi yang berbeda), karena seseorang yang junub bisa kapan saja berlepas dari kondisi junub dengan mandi, berbeda dengan wanita haidh yang harus menunggu berhari-hari sampai berhenti darah haidhnya -apalagi wanita nifas yang harus menunggu beberapa pekan-.

▪︎Mereka juga berdalil dengan hadits Ummu 'Aṭiyyah Nusaibah Al-Anshariyah radiallahuanha, ia berkata: 

أَمَرَنَا ـ تَعْنِي: النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ أَنْ نُخْرِجَ ـ فِي العِيدَيْنِ ـ العَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الخُدُورِ، وَأَمَرَ الحُيَّضَ أَنْ يَعْتَزِلْنَ مُصَلَّى المُسْلِمِينَ

"Nabi shalallahu alaihi wassallam memerintahkan
kami membawa keluar gadis-gadis remaja dan wanita-wanita yang dipingit di dua hari raya, dan beliau memerintahkan wanita-wanita yang sedang haid menjauhi tempat shalat kaum Muslimin." (Muttafaq alaihi)

Mereka mengatakan: "Hadits ini dijadikan dalil terlarangnya wanita haidh mendekati tempat shalat, maka mendekati masjid lebih terlarang lagi.

Padahal yang dimaksud "menjauhi tempat shalat" adalah "menjauhi shalat" sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Muslim: 

فَأَمَّا الحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ

"Adapun wanita yang sedang haidh, maka hendaklah mereka menjauhi shalat". (HR. Muslim fii Shalatil 'Idain, no. 890, dari hadits Ummu 'Atiyyah)

Dan makna ini dikuatkan oleh riwayat Darimi: 

فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَإِنَّهُنَّ يَعْتَزِلْنَ الصَّفَّ 

"Adapun para wanita yang sedang haid maka mereka menjauhi shaf". (HR. Darimi dalam Sunannya, no. 1650)

Kalau dikatakan maksudnya  adalah semuanya "menjauhi tempat shalat, shalat, dan shaf" maka ini pun tidak tepat karena Nabi shalallahu alaihi wassallam shalat ied di tanah lapang, dan tidak diketahui batasan mana (dari tanah lapang) yang harus dijauhi oleh wanita yang sedang haidh. 

Disamping itu, Nabi shalallahu alaihi wassallam bersabda: 

وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا 

"Dijadikan untukku seluruh bumi sebagai masjid." (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebagaimana dimaklumi bahwa seluruh bumi dihalalkan bagi wanita haidh atau nifas tanpa ada perselisihan, padahal ia adalah masjid. Maka tidak boleh mengkhususkan larangan sebagian masjid (sebagian tempat) tanpa sebagian yang lain, karena seluruh bumi adalah masjid.

Jadi kesimpulannya wanita haidh atau nifas boleh masuk masjid, karena tidak ada dalil shahih sharih yang melarangnya. Maka hukum asalnya adalah boleh hingga ditemukan larangan. Apalagi ada sejumlah hadits yang menguatkan hukum asal ini (wanita haidh boleh masuk masjid), sebagaimana telah kami paparkan di atas. Wallahu 'alam

Bersambung...
____________________________

Mari subscribe, ikuti, dan sebarkan link berikut ini:

Facebook
https://m.facebook.com/UstadzAmirAsSoronji?ref=bookmarks

Youtube
https://m.youtube.com/channel/UCGQZnnJSx_xMk1ez9EpJ7jg

Instagram
https://www.instagram.com/amirassoronji/?hl=id

Silahkan disebarkan, mudah-mudahan mendapat bagian dari pahalanya. Barakallahu fiikum

Bagi yang ingin bantu dakwah kami silahkan menghubungi: 085725490089