Kamis, 24 Juni 2021

JAHMIYYAH BETINA

JAHMIYYAH BETINA

Membaca tulisannya bib Yendri Junaidi ini (https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10220458814122927&id=1309048164) mengingatkan saya pada meme yang dahulu pernah saya posting 👇, bahwa takwil itu dilakukan seseorang karena didalam hati (pikiran)nya mengidap penyakit tasybih/tajsim. Adapun dalam tulisan tsb disebutkan (secara garis besar) bahwa tasybih/tajsim itu penyakit yang tidak boleh dibiarkan dan obatnya adalah takwil.

Tapi ironisnya obatnya itu tidak ampuh, hanya mampu meredam saja. Ibaratnya seperti obat kimiawi untuk sakit kepala, ia hanya meredam rasa sakit saja sedangkan biang penyakitnya tetap ada yang sewaktu² bisa sakit lagi. Disisi lain, obat kimiawi itu bersifat toksik bagi tubuh, makanya jika overdosis bisa menyebabkan kematian. Dengan kata lain, mengobati penyakit dengan racun, begitu juga dengan tasybih/tajsim yang diobati dengan takwil.

Kalau dalam retorikanya Imam Abū Bakr Aṭ-Ṭurtūsyī Al-Mālikī (452–520 H) raḥmatullāh ‘alayh disebutkan menyucikan dengan najis, sebagaimana berikut ini:

وما مثل من نصر الإسلام بمذاهب الفلاسفة، والآراء المنطقية، إلا كمن يغسل الثوب بالبول
“Perumpamaan orang² yang menolong Islam dengan mazhab Falsafah dan pandangan² Mantik (yang berasakan ilmu kalam) adalah seperti orang yang membasuh (menyucikan) pakaian dengan air kencing (najis)”. [Siyar A‘lāmin-Nubalā’, 19/495]

Disisi lain, takwil merupakan metode Jahmiyyah-Muktazilah (yang bermanhaj ilmu kalam) dalam berinteraksi dengan ayat² sifat yang mengandung unsur² tasybih/tajsim (menurut mereka), duo sekte sesat ini menggunakan jalan takwil untuk mentanzih Allah dari sifat² yang melekat pada makhluk, akhirnya mereka menta'thil sifat karena overdosis dalam menakwil, bahwa Allah tidak mempunyai sifat Yad (tangan), ‘Ayn (mata), dll.

Nahasnya mazhab Asy‘ariyyah mengakui/menerima metode ini, sebagian ulamanya menempuh metode takwil sebagaimana duo sekte sesat tersebut. Ini wajar karena Asy‘ariyyah dan Muktazilah semanhaj, yakni ilmu kalam. Sehingga wajar apabila Imam Yaḥyā Al-‘Imrānī Asy-Syāfi‘ī (w. 558 H) raḥmatullāh ‘alayh mengatakan: 

وأقوال الأشعرية مثبتة على أصول المعتزلة لأن ابا الحسن كان معتزليا
“Pandangan² Asy‘ariyyah ditetapkan diatas usul Muktazilah (ilmu kalam) dikarenakan Abul-Ḥasan (Al-Asy‘arī) dulu seorang Muktazilah”. [Al-Intiṣār fir-Radd ‘alal-Mu‘tazilah Al-Qadariyyah Al-Asyrār, hal. 648]

Begitu juga Imam Abū ‘Umar Al-Bisṭāmī Asy-Syāfi‘ī (w. 407 H) raḥmatullāh ‘alayh, yang mengatakan:

ﻛﺎﻥ ﺃﺑﻮ اﻟﺤﺴﻦ اﻷﺷﻌﺮﻱ ﺃﻭﻻ ﻳﻨﺘﺤﻞ اﻻﻋﺘﺰاﻝ، ﺛﻢ ﺭﺟﻊ ﻓﺘﻜﻠﻢ ﻋﻠﻴﻬﻢ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻣﺬﻫﺒﻪ اﻟﺘﻌﻄﻴﻞ، ﺇﻻ ﺃﻧﻪ ﺭﺟﻊ ﻣﻦ اﻟﺘﺼﺮﻳﺢ ﺇﻟﻰ اﻟﺘﻤﻮﻳﻪ.
“Pada mulanya Abul-Ḥasan Al-Asy‘arī menyatakan pemikiran Muktazilah, kemudian dia rujuk lalu membantah mereka. Sesungguhnya mazhabnya adalah ta‘ṭīl (meniadan Sifat), namun dia hanya berpindah dari sikap terang²an ke sikap samar²”. [Żammul-Kalām wa Ahlih, 4/408]

Bahkan Imam Abū Zakariyyā Yahyā bin ‘Ammār Asy-Syaybānī (w. 422 H) raḥmatullāh ‘alayh lebih pedas mengatakan:

المعتزلة الجهمية الذكور والأشعرية الجهمية الإناث
“Muktazilah adalah Jahmiyyah jantan, adapun Asy‘ariyyah adalah Jahmiyyah betina”. [Majmū‘ul-Fatāwā, 6/359]

Jika mengidap penyakit tasybih/tajsim diobati dengan takwil, lantas apa bedanya dengan Muktazilah? Apalagi tindakan Muktazilah itu bertujuan men-tanzih Allah, sama dengan Asy‘ariyyah yang mengambil metode takwil juga untuk mentanzih Allah. (bersambung...)

Bagaimana menurut Anda? Yaa Anda, betul Anda.

Salam Persahabatan,
Alfan Edogawa