Rabu, 31 Maret 2021

Seorang tidak menjadi mulia sampai terkumpul dua sifat dalam dirinya:(1) menjaga kehormatan diri dari apa yang dimiliki orang lain;(2) Lapang dada dan memaafkan kesalahan mereka;"

Ayyub as Sikhtiyani rahimahullahu mengatakan, 

لا ينبل الرجل حتى تكون فيه خصلتان: العفة عما في أيدي الناس، والتجاوز عما يكون منهم

"Seorang tidak menjadi mulia sampai terkumpul dua sifat dalam dirinya:

(1) menjaga kehormatan diri dari apa yang dimiliki orang lain;

(2) Lapang dada dan memaafkan kesalahan mereka;"
Ust Muhammad nur faqih 

PERSETERUAN ITU BERMULA DARI SINI@fadlanfahamsyahKaum Tua dan Kaum Muda1. Di awal abad 20, hingga pra dan pasca kemerdekaan ada istilah kaum muda dan kaum tua... 2. Kaum Muda di sini maksudnya: kelompok Modernis, mereka yang terpengaruh dg dakwah syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di Arab Saudi dan Gerakan salafiyah atau pembaharuan yang digencarkan Rasyid Ridho di Mesir. Di antara tokoh kelompok ini adalah: KH Mas Mansyur, syaikh Surkati, KH A. Dahlan, syaikh A. Hassan, Buya Hamka, Buya Natsir dll... Mereka inilah yang sering digelari wahhabiyun.

PERSETERUAN ITU BERMULA DARI SINI

@fadlanfahamsyah

Kaum Tua dan Kaum Muda

1. Di awal abad 20, hingga  pra dan pasca kemerdekaan ada istilah kaum muda dan kaum tua... 

2. Kaum Muda di sini maksudnya: kelompok Modernis, mereka yang terpengaruh  dg dakwah syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di Arab Saudi dan Gerakan salafiyah atau pembaharuan yang digencarkan Rasyid Ridho di Mesir. Di antara tokoh kelompok ini adalah: KH Mas Mansyur, syaikh Surkati, KH A. Dahlan, syaikh A. Hassan,  Buya Hamka, Buya Natsir dll... Mereka inilah yang sering digelari wahhabiyun. 

3. Kaum Tua di sini maksudnya: kaum tradisionalis, para kyai dan masyayikh yang berpegang dengang tradisi kemadzhaban, di antara tokohnya adalah KH. Abdul Wahab Hasbullah, Syaikh Hasyim Asy'ari, KH. R.  Asnawi Kudus dll.

4. Kaum Muda, mendakwahkan purifikasi Islam, tajdid, anti Taklid madzhab,  pemberantasan syirik, Takhayul,  Bid'ah dan Khurafat. 

5. Sementara Kaum Tua mempertahankan "tradisi kemadzhaban"... 

Gampangannya:
 kalau yasinan, tingkeban, tawassulan, qunut subuh, tahlilan, selametan itu dianggap "kaum tua" dan yang tak melakukan itu dianggap "kaum muda".

6. Dari sinilah muncul, pertentangan pemikiran di antara dua golongan ini... 

7. Pada tahun 1921 kaum muda membentuk Centraal Comite Al-Islam (CCI) yang nantinya pada tahun 1925 bertransformasi menjadi Centraal Comite Chilafat (CCC), hal itu karena  sistem khilafah dihapus oleh mustafa Ataturk tahun 1924. 

8. CCC akan mengirimkan delegasi ke Muktamar Dunia Islam (Muktamar ‘Alam Islami) di Mekkah tahun 1926. Yang diprakarsai oleh Raja Saudi yang berhaluan puritan (seperti kaum muda) 

9. KH.  Wahab Hasbullah melakukan pendekatan dg  CCC dan menyampaikan pendapatnya agar delegasi CCC nanti bersedia menyampaikan kepada  raja Saudi , supaya tradisi madzhab di Hijaz tidak dihilangkan..

10. Merasa kurang dapat respon positif dari anggota CCC,  akhirnya KH. Wahab Hazbullah membuat langkah strategis baru dg  membuat panitia tersendiri yang kemudian dikenal dengan Komite Hijaz pada Januari 1926.  Akan tetapi comite ini tidak bisa bernagkat kecuali harus ada institusi  yang mengirim..  Maka para kyai membuat wadah gerakan, yang bernama: jam'iyyah Nahdhatul Ulama (NU). Untuk  mengirim delegasi tsb. 

11. Gesekan ini terus berlanjut setelah kemerdekaan tahun 60an, antara Masyumi dan partai NU. (NASAKOM VS MASYUMI)... kaum pki menjuluki masyumi kadrun, sedangkan NU menjuluki wahabi. 

12. Dan kelihatannya dua arus pemikiran ini sampai sekarang masih belum rukun.... 

Gmn udah paham kronologinya????
https://www.facebook.com/100004358714062/posts/1935438973278041/

SIAPAKAH YANG PERTAMA KALI MENYIBUKKAN DIRI DENGAN ILMU SIHIR DITENGAH UMAT ISLAM?

SIAPAKAH YANG PERTAMA KALI MENYIBUKKAN DIRI DENGAN ILMU SIHIR DITENGAH UMAT ISLAM?

Ibnu Khaldun rahimahulloh berkata :
'' Shufiyyah (pengikut ajaran shufiy) mereka adalah awalnya orang yang menyibukkan diri dengan ilmu sihir di tengah umat Islam.''

(Muqaddimah Ibnu Khaldun 930)
Ust Enggar 
https://www.facebook.com/100028043960951/posts/774285303516261/

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mampu merasuk kedalam hati dan membawa pemiliknya kepada kebaikan, dan ilmu apabila tidak sebagaimana membawa kepada kebaikan, maka bukanlah dia ilmu yang bermanfaat.

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mampu merasuk kedalam hati dan membawa pemiliknya kepada kebaikan, dan ilmu apabila tidak sebagaimana membawa kepada kebaikan, maka bukanlah dia ilmu yang bermanfaat. 

Untuk itulah Nabi ﷺ mengajarkan kepada umatnya untuk meminta agar diberi ilmu yang bermanfaat dan berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat. 

Maka beliau ﷺ bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh An Nasa'i  dalam kitab "Al Kubra" dan Ibnu Majah dengan sanad hasan : 

" Mintalah kalian kepada Allah dari ilmu yang bermanfaat, dan berlindunglah kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat " .

Asy Syaikh 'Ushaimi hafidhahullahu.
Ust Muhammad nasuha 

Selasa, 30 Maret 2021

Terimalah Kebenaran dan Tolaklah Kebathilan

📚Terimalah Kebenaran dan Tolaklah Kebathilan✅

🎙️Berkata Abdulloh bin Mas'ud رضي الله عنه :

"Barangsiapa yang datang kepadamu dengan membawa Al Haqq (kebenaran) maka terimalah darinya, meskipun dia adalah seseorang yang jauh (tak dikenal) lagi dibenci. Dan barangsiapa yang datang kepadamu dengan membawa kebathilan, maka tolaklah ia, meskipun dia adalah orang yang Dekat lagi dicintai."

📚[Syarhus Sunnah, (1/234)]
_____________

📲 https://t.me/silsilahmanhajsalaf

Aku berlindung dari fitnah kefakiran dan keburukan fitnah kaya. Faqir bisa dijalani oleh banyak orang sementara kaya tidak ada yang bisa kecuali segelintir orang. Oleh karena itu kebanyakan orang yang masuk surga adalah orang-orang miskin karena fitnah (ujian) faqir lebih enteng dan keduanya butuh sabar dan syukur.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh: 
Dalam hadits: 
"Aku berlindung dari fitnah kefakiran dan keburukan fitnah kaya. Faqir bisa dijalani oleh banyak orang sementara kaya tidak ada yang bisa kecuali segelintir orang. Oleh karena itu kebanyakan orang yang masuk surga adalah orang-orang miskin karena fitnah (ujian) faqir lebih enteng dan keduanya butuh sabar dan syukur."

[Majmu'al al Fatawa 14/305]
Al hujjah 

Tidaklah seyogyanya bagi seorang yang faqih membawa orang-orang ke atas Madzhabnya (pendapatnya) dan janganlah ia bersikap keras atas mereka." (Al-adabusy Syar'iyyah Ibnu Muflih)

Penomena sebagian oknum anak hijrah yang ngaji, dalam perkara cabang fiqh ia berpegang teguh dan mengharuskan orang lain dengan pendapat Ustadznya, bahkan Ustadz lain pun kadang ia haruskan ke pendapat Ustadznya tersebut.. 

Imam Ahmad rahimahullah berkata; 

"لا ينبغي للفقيه أن يحمل الناس على مذهبه، ولا يشدد عليهم". (الآداب الشرعية لابن مفلح الحنبلي)

"Tidaklah seyogyanya bagi seorang yang faqih membawa orang-orang ke atas Madzhabnya (pendapatnya) dan janganlah ia bersikap keras atas mereka." (Al-adabusy Syar'iyyah Ibnu Muflih)
Ust musamulyadi 

Hati-hati memilih istri

Hati-hati memilih istri

Suatu hari Sultan Sulaiman Al-Qanuni (Sultan Turki Utsmani berkuasa tahun 1520-1566 M) dihadiahi seorang gadis Rusia-Yahudi oleh orang-orang Tartar dari negeri Qaram, yang mana gadis tersebut adalah bekas tawanan mereka. Sultan Sulaiman pun menikahinya dan menjadi istri kedua Sultan. Wanita ini kelak banyak menimbulkan masalah dalam istana. 

Diantara tipu dayanya si perempuan Yahudi ini berhasil membunuh Perdana Mentri Ibrahim Pasya, lalu mengangkat menantunya sebagai penggantinya. Tidak berhenti sampai disitu, dia juga melakukan konspirasi lain guna membunuh putra Mahkota Musthafa (anak Sultan Sulaiman dari istri pertama) dan menggantinya dengan putranya sendiri yaitu Salim II. 

Para sejarawan Islam berpendapat bahwa Turki Utsmani mulai mengalami kemunduran setelah wafatnya Sultan Sulaiman, bahkan hawa kemunduran tersebut sudah terasa di akhir masa kepemimpinan beliau akibat gadis Yahudi yang beliau nikahi. 

Referensi:
- Sejarah Para Khalifah, Hepi Andi Bastoni
- Bangkit dan Runtuhnya Daulah Utsmaniyah, Dr. Ali Ash-Shalabi
https://www.facebook.com/1613799154/posts/10218705694506191/

Semoga bisa meluruskan informasi yang tidak benar ...# WAHHABI ANTARA DOGMA DAN FAKTAOlehUstadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A Hafidzahullah

Semoga bisa meluruskan informasi yang tidak benar ...

# WAHHABI ANTARA DOGMA DAN FAKTA

Oleh
Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A Hafidzahullah

Kita ucapkan puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga kita dapat menambah wawasan keagamaan kita sebagai salah satu bentuk aktivitas ‘ubudiyah (peribadahan) kita kepada-Nya. Shalawat beserta salam buat nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam –yang telah memperjuangkan agama yang kita cintai ini demi tegaknya kalimat tauhid di permukaan bumi.

Dalam kesempatan ini kami ingin menjelaskan tentang “Sosok dan Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab”.

Sengaja kami mengupas dan mengulas topik ini sebagai tanggapan terhadap anggapan sebagian orang (akan, -adm) adanya kaitan antara Wahabi dan Teroris. Kami menulis ini semata-mata ingin meluruskan sebuah kekeliruan dalam masalah tersebut. Dan sebagai nasihat bagi seluruh kaum muslimin di negeri ini, agar tidak terprovokasi dengan anggapan tersebut. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kami dalam mengulas topik tersebut.

Pertanyaan yang amat singkat di atas membutuhkan jawaban yang cukup panjang. Jawaban tersebut akan tersimpul dalam beberapa poin berikut ini:
• Keadaan yang melatarbelakangi munculnya tuduhan Wahabi
• Kepada siapa tuduhan Wahabi tersebut diarahkan?
• Pokok-pokok landasan dakwah yang dicap Wahabi
• Bukti kebodohan tuduhan Wahabi terhadap dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah
• Ringkasan dan penutup

KEADAAN YANG MELATARBELAKANGI MUNCULNYA TUDUHAN WAHABI
Dengan melihat gambaran sekilas tentang keadaan Jazirah Arab serta negeri sekitarnya, kita akan tahu sebab munculnya tuduhan tersebut sekaligus kita akan mengerti apa yang melatarbelakanginya. Yang ingin kita tinjau di sini adalah dari aspek politik dan keagamaan secara umum dan aspek awidah secara khusus.

Dari aspek politik, Jazirah Arab berada di bawah kekuasaan yang terpecah-pecah. Terlebih khusus di daerah Nejed, perebutan kekuasaan selalu terjadi di sepanjang waktu sehingga hal tersebut sangat berdampak negatif untuk kemajuan ekonomi dan pendidikan agama.

Para penguasa hidup dengan memungut upeti dari rakyat jelata. Jadi, mereka sangat marah bila ada kekuatan atau dakwah yang akan dapat menggoyang kekuasaan mereka. Begitu pula dari kalangan para tokoh adat dan agama yang biasa memungut iuran dari pengikut mereka akan kehilangan objek jika pengikut mereka mengerti tentang aqidah dan agama yang benar. Dari sini mereka sangatberhati-hati bila ada seseorang yang mencoba memberi pengertian kepada umat tentang aqidah atau agama yang benar.

Dari segi aspek agama, pada abad 12 H (17 M) keadaan keberagamaan umat Islam sudah sangat jauh menyimpang dari kemurnian Islam, terutama dalam aspek aqidah. Banyak sekali praktek-praktek syirik atau bid’ah. Bukannya para ulama yang ada tidak mengingkari hal tersebut, melainkan usaha mereka hanya sebatas lingkungan mereka saja dan tidak berpengaruh secara luas atau hilang ditelan arus gelombang yang begitu kuat dari pihak yang menentang karena jumlah mereka yang begitu banyak. Di samping itu, ada pengaruh kuat dari tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung praktek-praktek syieik dan bid’ah tersebut demi kelanggengan pengaruh mereka atau karena mencari kepentingan duniawi di belakang itu. Sebagaimana keadaan seperti ini masih kita saksikan di tengah-tengah sebagian umat Islam. Barangkali negara kita masih dalam proses ini, di mana aliran-aliran sesat dijadikan sebagai batu loncatan untuk mencapai pengaruh politik.

Pada saat itu, di Nejed sebagai tempat kelahiran sang pengibar bendera tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, sangat menonjol dalam hal tersebut. Disebutkan oleh penulis sejarah dan penulis biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, bahwa di masa itu pengaruh keagamaan melemah di dalam tubuh kaum muslimin sehingga tersebarlah berbagai bentuk maksiat, khurafat, syirik, bid’ah, dan sebagainya. Karena ilmu agama mulai minim di kalangan kebanyakan kaum muslimin, praktek-praktek syririk terjadi di sana-sini, seperti meminta ke kuburan wali-wali, atau meminta ke batu-batu dan pepohonan dengan memberikan sajen, atau mempercayai dukun, tukang tenung, dan peramal. Salah satu daerah di negeri Nejed, namanya kampung Jubailiyah, di situ terdapat kuburan sahabat Zaid bin Khaththab (saudara Umar bin Khaththab) yang syahid dalam peperangan melawan Musailamah al-Kadzdzab. Manusia berbondong-bondong pergi ke sana untuk meminta berkah, untuk meminta berbagai hajat. Begitu pula di kampung ‘Uyainah terdapat pula sebuah pohon yang diagungkan. Para manusia juga mencari berkah ke situ, termasuk kaum wanita yang belum juga mendapatkan pasangan hidup meminta ke sana.

Adapun daerah Hijaz (Makkah dan Madinah), sekalipun tersebarnya ilmu dikarenakan keberadaan dua kota suci yang selalu dikunjungi oleh para ulama dan penuntut ilmu, di sini tersebar kebiasaan suka bersumpah dengan selain Allah ‘Azza wa Jalla, menembok dan membangun kubah-kubah di atas kuburan serta berdo’a di sana untuk mendapatkan kebaikan atau untuk menolak mara bahaya dan sebagainya.[1]

Begitu pula halnya dengan negeri-negeri sekitar Hijaz, apalagi negeri yang jauh dari dua kota suci tersebut. Ditambah lagi kurangnya ulama, tentu akan lebih memprihatinkan lagi dari apa yang terjadi di Jazirah Arab.

Hal ini disebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya Qawa’id Arba’, “Sesungguhnya kesyirikan pada zaman kita sekarang melebihi kesyirikan umat yang lalu. Kesyirikan umat yang lalu hanya pada waktu senang saja, tetapi mereka ikhlas pada saat menghadapi bahaya. Sementara itu, kesyirikan pada zaman kita senantiasa ada pada setiap waktu, baik di saat aman apalagi saat mendapat bahaya. Dalilnya firman Allah:

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

Maka apabila mereka naik kapal mereka mendo’a kepada Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya . maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke daratan, seketika mereka (kembali) berbuat syirik. [al-‘Ankabut /29 : 65]

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala terangkan bahwa ketika mereka berada dalam ancaman bencana yaitu tenggelam di lautan. Mereka berdo’a hanya semata kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan melupakan berhala atau sembahan mereka, baik dari orang shalih, batu, dan pepohonan. Namun, saat mereka telah selamat sampai di daratan mereka kembali berbuat syirik. Akan tetapi, pada zaman sekarang orang melakukan syirik dalam setiap saat.”

Dalam keadaan seperti di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka sebab untuk kembalinya kaum muslimin kepada agama yang benar, bersih dari kesyirikan dan bid’ah. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

إِنَّ الله يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلَّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لهَاَ دِيْنَهَا

“Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun orang yang memperbaharui untuk umat ini agamanya.”[2]

Pada abad 12 H (17 M) lahirlah seorang pembaharu di negeri Nejed, yaitu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dari kabilah Bani Tamim yang pernah mendapat pijian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits beliau:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : مَا زِلْتُ أُحِبُّ بَنِي تَمِيْمٍ مُنْذُ ثَلاَثٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ فِيْهِمْ سَمِعْتُهُ يَقُوْلُ (هُمْ أَشَدُّ أُمَتِي عَلَى الدَّجَّالِ). قَالَ وَجَاءَتْ صَدَقَاتُهُمْ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (هَذِهِ صَدَقَاتُ قَوْمِنَا). وَكَانَتْ سَبِيَّةٌ مِنْهُمْ عِنْدَ عَائِشَةَ فَقَالَ (أَعْتِقِيْهَا فَإِنَهَا مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيْلَ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku senantiasa mencintai suku Bani Tamim semenjak aku mendengar tiga hal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara tentang mereka, ‘Mereka (Bani Tamim) adalah umatku yang paling keras terhadap Dajjal.’ Dan tatkala harta zakat mereka datang, beliau berkata, ‘Ini adalah zakat kaum kami.’ Dan salah seorang wanita dari mereka menjadi tawanan di sisi Aisyah, beliau berkata, ‘Bebaskanlah ia, sesungguhnya ia adalah anak dari keturunan Isma’il.’ “[3]

Tepatnya tahun 1115 H di ‘Uyainah di salah satu perkampungan daerah Riyadh. Beliau lahir dalam lingkungan keluarga ulama. Kakek dan bapak beliau merupakan ulama yang terkemuka di negeri Nejed. Belum berumur sepuluh tahun beliau telah hafal al-Qur’an. Ia memulai petualangan ilmunya ayah kendungnya dan pamannya. Dengan modal kecerdasan dan ditopang oleh semangat yang tinggi, beliau berpetualang ke berbagai daerah tetangga untuk menuntut ilmu seperti daerah Bashrah dan Hijaz, sebagaimana lazimnya kebiasaan para ulama dahulu yang membekali diri mereka dengan ilmu yang matang sebelum turun ke medan dakwah.

Hal ini juga disebut oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya Ushul Tsalatsah, “Ketahuilah semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya wajib atas kita untuk mengenal empat masalah: Pertama, ‘Ilmu’ yaitu mengenal Allah ‘Azza wa Jalla, mengenal nabi-Nya, mengenal agama Islam dengan dalil-dalil. (Kemudian beliau sebutkan dalil tentang pentingnya ilmu sebelum beramal dan berdakwah. Beliau sebutkan ungkapan Imam Bukhari: ‘Bab berilmu sebelum berbicara dan beramal’.) Dalilnya firman Allah ‘Azza wa Jalla:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan minta ampunlah atas dosamu. [Muhammad/47: 19]

Maka dalam ayat ini Allah Jalla Jalaluhu memulai dengan perintah ilmu sebelum berbicara dan beramal.”

Setelah beliau kembali dari petualangan ilmu, beliau mulai berdakwah di kampung Huraimilak di mana ayah kandung beliau menjadi qadhi (hakim). Di samping berdakwah, beliau tetap menimba ilmu dari ayah beliau sendiri. Setelah ayah beliau meninggal pada tahun 1153 H, beliau semakin gencar mendakwahkan tauhid. Ternyata kondisi dan situasi di Huraimilak kurang menguntungkan untuk berdakwah di sana.

Selanjutnya beliau berpindah ke ‘Uyainah. Ternyata penguasa ‘Uyainah saat itu memberikan dukungan dan bantuan untuk dakwah yang beliau bawa. Namun, akhirnya penguasa ‘Uyainah mendapat tekanan dari berbagai pihak.

Akhirnya beliau berpindah lagi dari ‘Uyainah ke Dir’iyah. Ternyata masyarakat Dir’iyah telah banyak mendengar tentang dakwah beliau melalui murid-murid beliau. Termasuk sebagian di antara murid beliau adalah keluarga penguasa Dir’iyah. Akhirnya timbul inisiatif dari sebagian murid-murid beliau untuk memberi tahu pemimpin Dir’iyah tentang kedatangan beliau. Dengan rendah hati Muhammad bin Saud sebagai pemimpin Dir’iyah waktu itu mendatangi tempat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menumpang. Maka terjalinlah di situ perjanjian yang penuh berkah di antara keduanya. Keduanya saling berjanji akan bekerja sama dalam menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mendengar adanya perjanjian tersebut, mulailah musuh-musuh aqidah (musuh tauhid) kebakaran jenggot. Mereka berusaha dengan berbagai dalih untuk menjatuhkan kekuasaan Muhammad bin Saud dan menyiksa orang-orang yang pro terhadap dakwah tauhid.

KEPADA SIAPA DITUDUHKAN GELAR WAHABI TERSEBUT?
Karena hari demi hari dakwah tauhid semakin tersebar, mereka –para musuh dakwah- tidak lagi mampu untuk melawan dengan kekuatan, maka mereka berpindah arah dengan memfitnah dan menyebarkan isu-isu bohong supaya mendapat dukungan dari pihak lain untuk menghambat laju dakwah tauhid tersebut. Di antara firnah yang tersebar adalah sebutan Wahabi untuk orang yang mengajak kepada tauhid. Sebagaimana lazimnya setiap penyeru kepada kebenaran pasti akan menghadapi berbagai tantangan dan onak duri dalam menapaki perjalanan dakwah.

Sebagaimana telah dijelaskan pula oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab beliau Kasyfu Syubuhat, “Ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya di antara hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak diutus seorang nabi pun dengan tauhid ini, melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan baginya musuh-musuh. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

Demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi itu musuh (yaitu) setan dari jenis manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada bagian yang lain perkataan indah sebagai tipuan. [al-An’am/6 : 112]

Bila kita membaca sejarah para nabi, tidak seorang pun di antara mereka yang tidak menghadapi tantangan dari kaumnya. Bahkan di antara mereka ada yang dibunuh. Termasuk Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir dari tanah kelahirannya. Beliau dituduh sebagai orang gila, sebagai tukang sihir, dan penyair. Begitu pula para ulama yang mengajak kepada ajarannya dalam sepanjang masa. Ada yang dibunuh, dipenjara, disiksa, dan sebagainya. Atau dituduh dengan tuduhan yang bukan-bukan untuk memojokkan mereka di hadapan manusia. Supaya orang lari dari kebenaran yang mereka serukan.”

Hal ini pula yang dihadapi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Sebagaimana yang beliau ungkapkan dalam lanjutan surat beliau kepada penduduk Qashim, “Kemudian tidak tersembunyi lagi atas kalian. Saya mendengar bahwa surat Sulaiman bin Suhaim (seorang penentang dakwah tauhid) telah sampai kepada kalian. Lalu sebagian di antara kalian ada yang percaya terhadap tuduhan-tuduhan bohong yang ia tulis. Yang mana saya sendiri tidak pernah mengucapkannya. Bahkan tidak pernah terlintas dalam ingatanku. Seperti tuduhannya:

• Bahwa saya mengingkari kitab-kitab madzhab yang empat.
• Bahwa saya mengatakan bahwa manusia semenjak enam ratus tahun lalu sudah tidak lagi memiliki ilmu.
• Bahwa saya mengaku sebagai mujtahid.
• Bahwa saya mengatakan bahwa perbedaan pendapat antara ulama adalah bencana.
• Bahwa saya mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang-orang shalih.
• Bahwa saya pernah berkata, ‘Jika saya mampu, saya akan runtuhkan kubah yang ada di atas kuburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
• Bahwa saya pernah berkata, ‘Jika saya mampu, saya akan ganti pancuran Ka’bah dengan pancuran kayu.’
• Bahwa saya mengharamkan ziarah kubur.
• Bahwa saya mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Allah ‘Azza wa Jalla.

Jawaban saya untuk tuduhan-tuduhan ini adalah: ‘Sesungguhnya ini semua adalah suatu kebohongan yang nyata.’ “ Lalu beliau tutup dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum dengan kebodohan. [al-Hujurat/49: 6][4]

POKOK-POKOK LANDASAN DAKWAH YANG DICAP SEBAGAI WAHABI
Pokok landasan dakwah yang utama sekali beliau tegakkan adalah pemurnian ajaran tauhid dari berbagai campuran syirik dan bid’ah, terutama dalam mengkultuskan para wali dan kuburan mereka. Hal ini akan tampak jelas bagi orang yang membaca kitab-kitab beliau, begitu pula surat-surat beliau[5]:

Dalam sebuah surat beliau kepada penduduk Qashim. Beliau paparkan aqidah beliau dengan jelas dan gamblang. Ringkasannya sebagai berikut, “Saya bersaksi kepada Allah dan kepada para malaikat yang hadir di sampingku serta kepada Anda semua:

• Saya bersaksi bahwa saya berkeyakinan sesuai dengan keyakinan golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dari beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, kepada hari berbangkit setelah mati, kepada taqdir baik dan buruk.

• Termasuk dalam beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah beriman dengan sifat-sifat-Nya yang terdapat dalam kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya tanpa tahrif (merubah pengertiannya) dan tidak pula ta’til (mengingkarinya). Saya berkeyakinan bahwa tiada satu pun yang menyerupai-Nya. Dan Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menyerupakan Allah ‘Azza wa Jalla dengan makhluk (Musyabbihah atau Mujassimah).

• Saya berkeyakinan bahwa al-Qur’an itu adalah Kalamullah yang diturunkan. Ia bukan makhluk. (ia) datang dari Allah ‘Azza wa Jalla dan akan kembali kepada-Nya.

• Saya beriman bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu berbuat terhadap segala apa yang dikehendaki-Nya. Tidak satu pun yang terjadi kecuali atas kehendak-Nya. Tiada satu pun yang keluar dari kehendak-Nya.

• Saya beriman dengan segala perkara yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang apa yang akan terjadi setelah mati. Saya beriman dengan adzab dan nikmat kubur, tentang akan dipertemukannya kembali antara roh dan jasad. Kemudian manusia dibangkitkan menghadap Sang Pencipta sekalian alam, dalam keadaan tanpa sandal dan pakaian, serta dalam keadaan tidak berkhitan, matahari sangat dekat dengan mereka. Lalu amalan manusia akan ditimbang, serta catatan amalan mereka akan diberikan kepada mereka masing-masing, sebagian mengambilnya dengan tangan kanan dan sebagian yang lain dengan tangan kiri.

• Saya beriman dengan haudh (telaga) Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

• Saya beriman dengan shirath (jembatan) yang terbentang di atas neraka Jahannam. Manusia melewatinya sesuai dengan amalan mereka masing-masing.

• Saya beriman dengan syafa’at Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahwa dia adalah orang yang pertama kali memberi syafa’at. Orang yang mengingkari syafa’at adalah termasuk pelaku bid’ah dan sesat.

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

• Saya beriman dengan surga dan neraka. Dan keduanya telah ada sekarang. Serta keduanya tidak akan sirna.

• Saya beriman bahwa orang mukmin akan melihat Allah ‘Azza wa Jalla dalam surga kelak.

• Saya beriman bahwa Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup segala nabi dan rasul. Tidak sah iman seseorang sampai ia beriman dengan kenabiannya dan kerasulannya.

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengaku sebagai nabi atau tidak memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan beliau mengarang sebuah kitab tentang sejarah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan judul Mukhtashar Sirah ar-Rasul. Bukankah ini suatu bukti tentang kecintaan beliau kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam?

• Saya mencintai para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula para keluarga beliau. Saya memuji mereka dan mendo’akan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai mereka. Saya menutup mulut dari membicarakan kejelekan dan perselisihan yang terjadi antara mereka.

• Saya mengakui karomah para wali Allah. Akan tetapi, apa yang menjadi hak Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak boleh diberikan kepada mereka. Tidak boleh meminta kepada mereka sesuatu yang tidak mampu melakukannya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari karomah atau tidak menghormati para wali.

• Saya tidak mengkafirkan seorang pun dari kalangan muslim yang melakukan dosa dan tidak pula mengeluarkan mereka dari lingkaran Islam.

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau membawa paham teroris mengkafirkan kaum muslimin atau berpaham Khawarij. Baca juga Manhaj Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab fi Mas’alah at-Takfir karya Ahmad ar-Rudhaiman.

• Saya berpandangan tentang wajibnya taat kepada para pemimpin kaum muslimin, baik yang berlaku adil maupun yang berbuat zalim, selama mereka tidak menyuruh kepada perbuatan maksiat.

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menganut paham teroris atau Khawarij. Dari sini terbukti kebohongan pihak-pihak yang mencoba mengait-ngaitkan dakwah beliau dengan teroris.

• Saya berpandangan tentang wajibnya menjauhi para pelaku bid’ah, sampai ia bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Saya menilai mereka secara lahir. Adapun amalan hati mereka saya serahkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

• Saya berkeyakinan bahwa iman itu terdiri dari: ucapan lisan, perbuatan anggota tubuh, dan pengakuan dengan hati. Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

BUKTI KEBODOHAN TUDUHAN WAHABI TERHADAP DAKWAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Dengan membandingkan antara tuduhan-tuduhan sebelumnya dengan aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang kita sebutkan di atas, tentu dengann sendirinya kita akan mengetahui kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut. Tuduhan-tuduhan bohong tersebut disebarluaskan oleh musuh dakwah Ahlus Sunnah ke berbagai negeri Islam. Sampai pada masa sekarang ini, masih banyak orang tertipu dengan kebohongan tersebut, sekalipun telah terbukti kebohongannya. Bahkan seluruh kitab-kitab di karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab membuktikan kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut.

Kita ambil contoh kecil saja dalam kitab beliau Ushul Tsalatsah, kitab yang kecil sekali tapi penuh dengan mutiara ilmu. Beliau mulai dengan menyebutkan perkataan Imam Syafi’i, kemudian di pertengahannya beliau beliau sebutkan perkataan Ibnu Katsir yang bermadzhab Syafi’i. Jika beliau tidak mencintai para imam madzhab yang empat atau hanya berpegang dengan madzhab Hambali saja, mana mungkin beliau akan menyebutkan perkataan mereka tersebut.

Bahkan beliau dalam salah satu surat beliau kepada salah seorang kepala suku di daerah Syam berkata, “Saya katakan kepada orang yang menentangku: ‘Sesungguhnya yang wajib atas manusia adalah mengikuti apa yang diwasiatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka bacalah buku-buku yang terdapat pada kalian. Jangan kalian ambil dari ucapanku sedikit pun. Tetapi apabila kalian telah mengikuti perkataan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terdapat dalam kitab kalian tersebut maka ikutilah, sekalipun kebanyakan manusia menentangnya.”[6]

Komentar: Dalam ungkapan beliau di atas jelas sekali bahwa beliau tidak mengajak manusia kepada pendapat beliau, tetapi mengajak untuk mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Para ulama dari berbagai negeri Islam pun membantah tuduhan-tuduhan bohong tersebut setelah mereka melihat secara nyata dakwah yang beliau tegakkan. Seperti dari daerah Yaman, Imam asy-Syaukani dan Imam ash-Shan’ani. Dari negeri India, Syaikh Mas’ud an-Nadawi. Dari Iraq Syaikh Muhammad Syukri al-Alusi.

Syaikh Muhammad Syukri al-Alusi berkata setelah beliau menyebutkan berbagai tuduhan bohong yang disebarkan oleh musuh-musuh terhadap dakwah tauhid dan pengikutnya, “Seluruh tuduhan tersebut adalah kebohongan, fitnah, dan dusta semata dari musuh-musuh mereka. Dari golongan pelaku bid’ah dan kesesatan. Bahkan kenyataannya seluruh perkataan dan perbuatan serta buku-buku mereka menyanggah tuduhan itu semua.”[7]

Begitu pula Syaikh Mas’ud an-Nadawi dari India berkata, “Sesungguhnya kebohongan yang amat nyata yang dituduhkan terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah penamaannya dengan Wahabi. Akan tetapi, orang-orang yang rakus berusaha mempolitisir nama tersebut sebagai agama di luar Islam. Lalu Inggris dan Turki serta Mesir bersatu untuk menjadikannya sebagai lambang yang menakutkan. Ysng mana setiap muncul kebangkitan Islam di berbagai negeri, lalu orang-orang Eropa melihat akan membahayakan mereka. Mereka lalu menghubungkannya dengan Wahabi, sekalipun keduanya saling bertentangan.”[8]

Komentar: Seperti pernyataan seorang yang ditokohkan di sebuah media massa bahwa teroris lahir dari paham Wahabi, yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Kami ingin bukti referensi dari apa yang dikatakan beliau tersebut.

Begitu pula Raja Abdul Aziz dalam sebuah pidato yang beliau sampaikan di kota Makkah di hadapan jama’ah haji tgl. 11 Mei 1929 M dengan judul “Inilah Aqidah Kami”, “Mereka menamakan kami sebagai orang-orang Wahabi. Mereka menakmakan madzhab kami Wahabi, dengan anggapan sebagai madzhab khusus. Ini adalah kesalahan yang amat keji, muncul dari isu-isu bohong yang disebarkan oleh orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu. Dan kami bukanlah pengikut madzhab dan aqidah baru. Muhammad bin Abdul Wahab tidak membawa sesuatu yang baru. Aqidah kami adalah aqidah salafush shalih, yaitu yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang menjadi pegangan salafush shalih. Kami memuliakan imam-imam yang empat. Kami tidak membeda-bedakan antara imam-imam: Malik, Syafi’i, Ahmad, dan Abu Hanifah. Seluruh mereka adalah orang-orang yang dihormati dalam pandangan kami, sekalipun kami dalam masalah fiqih berpegang dengan madzhab Hambali.”[9]

Pernyataan bahwa dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah usaha pemurnian aqidah dari syirik dan bid’ah tidak hanya dari kalangan para ulama tetapi juga dari kalangan orientalis. Orientalis Sidyu dalam kitabnya Tarikh al-‘Arab al-‘Am berkata –setelah ia menggambarkan bagaimana petualangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam menuntut ilmu-, “Tiadalah tujuan pembaharuan yang dipimpinnya (yakni Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) selain mengembalikan syari’at Rasul yang murni seperti sediakala.”[10]

Disebutkan dalam kitab Dairatul Ma’arif al Brithaniyah (Ensiklopedi Inggris), di sini diterangkan tentang Wahabi: “Wahabi adalah nama untuk gerakan pemurnian dalam Islam. Orang-orang Wahabi adalah mereka yang mengikuti ajaran Rasul. Mereka meninggalkan segala hal yang selainnya. Orang-orang yang memusuhi Wahabi, mereka adalah musuh-musuh Islam.”[11]

Komentar: Dari sini terbukti lagi kebohongan dan propaganda yang dibuat oleh musuh Islam dan musuh dakwah Ahlus Sunnah bahwa teroris diciptakan oleh Wahabi. Karena seluruh buku-buku aqidah yang menjadi pegangan di kampus-kampus Saudi Arabia tidak pernah luput dari membongkar kesesatan teroris (Khawarij dan Mu’tazilah). Begitu pula tuduhan bahwa mereka tidak menghormati para wali Allah atau dianggap membuat madzhab yang kelima. Pada kenyataannya semua buku-buku yang dipelajari dalam seluruh jenjang pendidikan adalah buku-buku para wali Allah dari berbagai madzhab. Penulis sebutkan di sini buku-buku yang menjadi panduan di Universitas Islam Madinah:

• Untuk mata kuliah Aqidah: kitab Syarh Aqidah Thahaqiyah karya Ibnu ‘Izz al-Hanafi, Fathul Majid karya Abdurrahman bin Hasan al-Hambali. Ditambah sebagai penunjang al-Inabah karya Imam Abu Hasan al-Asy’ari, al-Hujjah karya al-Ashfahani asy-Syafi’i, asy-Syari’ah karya al-Ajurri, kitab at-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah, kitab at-Tauhid karya Ibnu Mandah, dll.

• Untuk mata kuliah Tafsir: Tafsir Ibnu Katsir asy-Syafi’i, Tafsir asy-Syaukani. Ditambah sebagai penunjang: Tafsir ath-Thabari, Tafsir al-Qurthubi al-Maliki, Tafsir al-Baghawi asy-Syafi’i, dll.

• Untuk mata kuliah Hadits: Kutub as-Sittah beserta syarahnya seperti: Fathul Bari karya Ibnu Hajar asy-Syafi’i, Syarh Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi asy-Syafi’i, dll.

• Untuk mata kuliah Fiqih: Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd al-Maliki, Subulus Salam karya ash-Shan’ani. Ditambah sebagai penunjang: al-Majmu’ karya Imam an-Nawawi asy-Syafi’i, al-Mughni karya Ibnu Qudamah al-Hambali, dll.

Selanjutnya kami mengajak para hadirin (maksudnya mungkin: pembaca, -admin) semua apabila mendengar tuduhan jelek tentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau membaca buku yang menyebarkan tuduhan jelek tersebut, maka sebaiknya ia meneliti langsung dari buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau buku-buku ulama yang seaqidah dengannya, supaya ia mengetahui tentang kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut, sebagaimana perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. [al-Hujurat/49 : 6]

Sebab, buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab bisa didapatkan dengan sangat mudah terlebih-lebih pada musim haji dibagi-bagikan secara gratis. Di situ akan terbukti bahwa beliau tidak mengajak kepada madzhab baru atau kepercayaan baru yang menyimpang dari pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Namun, semata-mata ia mengajak untuk beramal sesuai dengan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, sesuai dengan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah, meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dan generasi terkemuka umat ini, serta menjauhi bentuk bid’ah dan khurafat.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab maupun para ulama yang melanjutkan perjuangan beliau dalam memurnikan aqidah umat tidak pernah menamakan dakwah beliau dengan Wahabi. Bahkan mereka tidak suka dengan sebutan dan gelar tersebut. Karena tuduhan tersebut sengaja dilontarkan oleh musuh-musuh Islam dan musuh-musuh dakwah Ahlis Sunnah untuk memojokkan dan memecah-belah umat Islam.

Akan tetapi, kenapa sebagian orang masih suka memojokkan dan mengejek dengan tuduhan dan gelar tersebut? Sedangkan Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ۝ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضاً أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ۝

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. [al-Hujurat/ 49: 11-12]

Di awal perjalanan, dakwah beliau mendapat tantangan dari kepala suku dan tokoh-tokoh sufisme yang suka memuja kuburan. Kemudian tatkala dakwah semakin berkembang dan tegaknya hukum Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, mulailah dari sini Inggris memfitnah dan bekerja sama dengan Ali Basya dari Dinasti Utsmani untuk menghancurkan dakwah beliau. Berikutnya dakwah (yang dituduh Wahabi) mendapat tantangan dari kelompok teroris. Mereka mengkafirkan para ulama dan melakukan teror di Kerajaan Arab Saudi. Seperti majalah Risalah Mujahidin Th. III/ edisi 26 terbit bulan Safar 1430 H/Jan.-Feb. 2009 M, membahas dua judul yang memfitnah:

• Dinasti Saudi Satu Trah Dengan Yahudi?
• Poros Setan Mencabik Islam di Tanah Haram.

PANDANGAN PARA ULAMA AHLUS SUNNAH (YANG DICAP WAHABI) TERHADAP TERORISME
Penulis tidak melihat perjuangan dan kesungguhan ulama dalam menumpas teroris sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama (yang dicap Wahabi) dalam menumpas teroris. Mereka setiap saat menerangkan kepada umat tentang bahaya laten teroris, baik dalam bentuk karya ilmiah, tulisan, artikel, ceramah, fatwa, seminar, dl. Bahkan mereka menumpas teroris ke akar-akarnya. Mereka menjelaskan dan membongkar kesalahan para tokoh teroris dalam berargumentasi dengan ayat dan hadits.

Bahkan gembong-gembong teroris internasional mengkafirkan para ulama yang membongkar kesesatan mereka tersebut. Bagaimana bisa dikatakan bahwa dakwah (yang dicap Wahabi) ada kaitan dengan teroris? Kami meminta bukti kepada setiap orang (yang) melontarkan tuduhan tentang terkaitnya dakwah (yang dituduh Wahabi) dengan terorisme. Kami tidak meminta satu kitab, tetapi cukup satu ungkapan saja dari ulama (yang dicap Wahabi) mengarah kepada doktrin teror. Menurut hemat kami, orang yang menuduh adanya kaitan antara dakwah (yang dicap Wahabi) dengan teroris ada beberapa kemungkinan:

Pertama: Adakalanya ia belum mengenal, belum memahami (mengerti) apa itu teroris dan bagaimana doktrin pamahamannya.

Kedua: Atau adakalanya ia belum mengenal, belum memahami (mengerti) tentang landasan dakwah (yang dicap Wahabi) dan bagaimana pemahamannya.

Ketiga: Atau adakalanya ia hanya mengambil informasi dari satu pihak saja, yaitu dari pihak yang mudah menuduh, mudah berkesimpulan sebelum mengadakan eksperimen, penelitian, dan pengkajian mendalam terhadap pihak yang dituduh.

Keempat: Atau sengaja ingin melakukan sebuah propaganda dalam memecah-belah umat Islam, dengan mengelompokkan mereka ke dalam berbagai kelompok lalu membenturkan antara satu kelompok dengan yang lainnya.

Kelima: Atau ada agenda dan tujuan tertentu di balik tuduhan itu semua, bisa saja dari musuh Islam atau dari musuh dakwah Ahlis Sunnah, atau mungkin saja dari kelompok yang mendukung tindakan teror untuk mengalihkan tuduhan.

HIMBAUAN
Melalui tulisan ini kami mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengikutsertakan para pakar agama dalam menumpas bahaya laten teroris tersebut, kemudian memperbaiki mutu kurikulum agama terlebih khusus kurikulum aqidah. Karena, jika dicermati, hanya dengan mengajarkan aqidah yang benar segala bahaya bisa kita hadapi. Islam memiliki solusi yang sempurna untuk memecahkan segala permasalahan baik sosial politik maupun sosial keagamaan, termasuk hubungan antar umat beragama. Islam mengharamkan berbuat zhalim terhadap sesama manusia bahkan terhadap binatang sekalipun. Teroris tidak mungkin bisa ditumpas dengan senjata semata. Sekalipun personnya mati, pemikiran dan doktrinnya tetap berkembang melalui tulisan dan media-media lainnya. Di negeri ini banyak sekali tersebar referensi yang menebar doktrin teroris dengan alasan kebebasan berpendapat dan berpikir.

Sebaliknya, perlu pula mencegah pencemaran agama di tangan orang-orang liberal. Karena, hal ini juga akan berakibat kepada teror. Walau di awalnya tidak terkesan menuju ke sana, muaranya tetap berakibat fatal dan berbahaya.

Perlu kami tegaskan, yang kami maksud pakar agama di atas bukanlah orang yang belajar Islam di Barat. Karena, mereka yang belajar ke Barat adalah orang yang paling bodoh dalam memahami agama. Dan mereka mengajak orang supaya bodoh dengan agama.

RINGKASAN
• Seorang da’i hendaklah membekali dirinya dengan ilmu yang cukup sebelum terjun ke medan dakwah.

• Seorang da’i hendaklah memulai dakwah dari tauhid, bukan kepada politik; selama umat tidak beraqidah benar, selama itu pula politik tidak akan stabil.

• Seorang da’i hendaklah sabar dalam menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dalam menegakkan dakwah.

• Seorang da’i yang ikhlas dalam dakwahnya harus yakin dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla pasti akan menolong orang yang menolong agama-Nya.

• Tuduhan Wahabi adalah tuduhan yang datang dari musuh dakwah Ahlus Sunnah wal jama’ah, dengan tujuan untuk menghalangi orang dari mengikuti dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

• Muhammad bin Abdul Wahab bukanlah sebagai pembawa aliran baru atau ajaran baru, melainkan seorang yang berpegang teguh dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

• Perlunya ketelitian dalam membaca atau mendengar sebuah isu atau tuduhan jelek terhadap seseorang atau suatu kelompok, terutama merujuk pemikiran seseorang tersebut melalui tulisan atau karyanya sendiri untuk pembuktian berbagai tuduhan dan isu yang tersebar tersebut.

PENUTUP
Sebagai penutup, kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kekeliruan dalam penyampaian materi ini. Semua itu adalah karena keterbatasan ilmu yang kami miliki. Semoga apa yang kami sampaikan ini bermanfaat bagi kami sendiri dan bagi kaum muslimin semua. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperlihatkan kepada kita yang benar itu adalah benar kemudian menuntun kita untuk mengikuti kebenaran itu, dan memperlihatkan kepada kita yang salah itu adalah salah lalu menjauhkan kita dari mengikuti yang salah itu.

Sebagian tulisan ini pernah kami sampaikan dalam tabligh akbar 21 Juli 2005 di kota Jeddah, Arab Saudi.

Kami menulis apa yang kami paparkan di atas sesuai dengan pengalaman kami terhadap kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama yang dicap sebagai Wahabi selama dua belas tahun di kota Madinah, yaitu selama kami menempuh perkuliahan di Universitas Islam Madinah dari S-1 sampai S-3.

[Dicopy dari http://maktabahabiyahya.wordpress.com. Dari Majalah Al-Furqon, Edisi 8, Tahun ke-11/Rabi’ul Awal 1423. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon Al-Islami, Alamat : Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim (61153). Telp & Fax 0313940347, Redaksi 081231976449]
_______
Footnote
[1]. Lihat pembahasan ini di dalam kitab Roudhotul Afkar karya Ibnu Qhanim.
[2]. HR. Abu Dawud no. 4291 dan al-Hakim no. 8592
[3]. HR. Bukhari no. 2405 dan Muslim no. 2525
[4]. Baca jawaban untuk bebagai tuduhan di atas dalam kitab-kitab berikut: Mas’ud an-Nadawi dalam Muhammad bin Abdul Wahab Mushlih Mazhlum, Abdul Aziz Abdul Lathif dalam Da’awi Munawi’in li Da’wah Muhammad bin Abdil Wahab, Shalih Fauzan dalam Min A’lam al-Mujaddidin, dll.
[5]. Lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kitab Majmu’ Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab jilid 3.
[6]. Lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kitab Majmu’ Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab jilid 3.
[7]. Al-Alusi dalam Tarikh Nejed hlm. 40
[8]. Muhammad bin Abdul Wahab Mushlih Mazhlum hlm. 165
[9]. Al-Wajiz fi Sirah Malik Abdul Aziz hlm. 216
[10]. Dinukil oleh Ahmad al Buthami dalam kitabnya hlm. 230
[11]. Ibid, hlm. 232

https://www.facebook.com/1821705253/posts/10215496219118242/

Istighfar Saja..

👤Istighfar Saja..

Jangan bingung memulai dari apa untuk memperbaiki diri, langsung saja Istighfar dan perbanyak..

‏سئل ابن الجوزي : أيّما أفضل : أُسبِّح أو أستغفر؟ قال : الثوب الوسخُ أحوج إلى الصابون من البخور .

- سير أعلام النبلاء ( ٣٧٠/٢١) -

IbnulbJauziy pernah ditanya ; "Manakah yang lebih utama?, aku bertasbih atau beristighfar?" Beliau menjawab ; "Pakaian yang kotor lebih butuh kepada sabun dari pada Bukhur". (Siyar A'lamunnubala' 21/370).
Ust musamulyadi 

Menikahlah dan sungguh janganlah takut (menjadi) faqir (karena menikah).

Menikahlah dan sungguh janganlah takut (menjadi) faqir (karena menikah).

Berkata seorang tabi'in, Ibrahim an-Nakhai رحمه الله: "Menikahlah! Sungguh Yang Memberi Rezeki dirinya (Pr) di rumahnya, Dialah yang memberi rezeki dirinya dan dirimu di rumahmu".

Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda: "Tiga orang yang Allah berhak menolong mereka: mujahid di jalan Allah, budak mukatab yang ingin memerdekakan dirinya, orang yang menikah yang menginginkan kesucian diri" [Sunan Tirmidzi 1655
Ust Haryo p 

MEREKA BERSATU DALAM MEMUSUHI DAN MEMERANGI AHLUSSUNNAH

MEREKA BERSATU DALAM MEMUSUHI DAN MEMERANGI AHLUSSUNNAH

Kelompok-kelompok menyimpang dari ahlul bid'ah dan ahlul batil, sebenarnya diantara mereka saling berselisih dan berpecah belah. Diantara mereka merasa paling benar manhajnya, thoriqahnya, metode dakwah dan perjuangannya. Mereka saling menyalahkan dan merendahkan. Bahkan ada yang sampai tingkat menyesatkan dan  mengkafirkan.

Jangankan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya, satu kelompoknya saja,  mereka saling gontok-gontokan, berselisih dan berpecah belah.

Misalkan dalam satu kabupaten ada pimpinan daerah yang membawahi beberapa jamaah atau warga jamaah tersebut, kadang antara pimpinan dan pengurus atau pimpinan dan anggota jamaah atau antara anggota dan warga jamaah saling berselisih, bertengkar dan bahkan sampai tingkat berkelahi.

Namun apabila mereka menghadapi ahlussunnah, mereka (kelompok-kelompok) tersebut bersatu padu untuk memerangi ahlussunnah. Mereka bersatu menghalang-halangi gerakan dan dakwah ahlussunnah. 

Berkata Al-‘Allamah Muhamad Aman al-Jami  rahimahullah ;

هكذا أهل الباطل دائما وإن كانوا فيما بينهم متخاصمون ومتخالفون لكنهم متفقون على محاربة السنة وأهل السنة هذا قديما وحديثا إلى يومكم هذا ، تجدون أهل الباطل مختلفون ومتخاصمون وربما يُكفر بعضهم بعضا ؛ لكن إذا وجدوا من الحكمة أو تقتضى المصلحة العامة لهم جمعيا أن يتفقوا على محاربة أهل السنة ؛ إتفقوا وتناسوا ما بينهم من العدواة ، ما أشبه اليوم بأمس. [شرح كتاب: شرح العقيدة الواسطية لمحمد خليل هراس – الشريط العاشر ]

Demikianlah ahli batil, walaupun terjadi permusuhan dan perselisihan di antara mereka, namun mereka senantiasa bersepakat untuk memerangi sunnah dan ahlussunnah. Hal ini terjadi pada zaman dulu dan sekarang, hingga hari ini.

Kalian mendapati ahli batil saling bermusuhan dan berselisih. Tidak jarang, sebagian mereka mengafirkan sebagian yang lain. Namun jika mereka mendapatkan hikmah/ peluang atau mashlahat bersama yang menguntungkan mereka semua untuk bersatu memerangi ahli sunnah, niscaya mereka bersepakat dan melupakan permusuhan di antara mereka. Hari ini betapa mirip dengan kemarin. [Syarah Kitab: Syarah al-Aqidah al-Wasithiyah li Muhammad Khalil Harras, kaset ke-10]

Pada dasarnya ahlul batil atau ahlul bid'ah itu berpecah belah, mereka hanya bersatu kalau ada kepentingan dan memusuhi atau memerangi ahlussunnah.

Dan bagi kita, salafi ahlussunnah waljamaah tidak usah putus asa, walaupun yang menentang dan memusuhi kita banyak. Ketahuilah, kebenaran pasti ditolong.

Berkata Syeikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin rahimahullah :

"علينا أن لا نيأس لكثرة الأعداء وقوة من يقاوم الحق فإن الحق منصور ممتحن" [شرح كشف الشبهات ص 64-65]

Wajib bagi kita untuk tidak putus asa, karena banyaknya musuh dan kekuatan orang yang menentang kebenaran, karena sesungguhnya kebenaran itu akan ditolong dan akan menang. (Syarh Kasyfusy Syubuhat, hal 64-65).

Dan Berkata Syeikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin rahimahullah :

الحق منصور و إن قل أتباعه والباطل مخذول و لو كثر أتباعه

Kebenaran itu akan ditolong walaupun sedikit pengikutnya. Dan kebatilan itu akan dihinakan walaupun banyak pengikutnya. (Syarah al-Kafiyah asy- Syafiyah 1/178).

AFM

Jangan Sembarangan Menuduh

Jangan Sembarangan Menuduh

Ada yang bilang,  pintu masuk terorisme adalah wahhabi, padahal barisan terdepan yang paling gencar mengingkari terorisme dan pengeboman adalah ustadz2 yang biasanya digelari wahabi.

Sekedar mengingatkan kepada sang penuduh, ingatlah bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
.
مَنْ قَالَ فِيْ مُؤْمِنٍ مَا لَيْسَ فِيْهِ, حُبِسَ فِيْ رَدْغَةِ الْخَبَالِ حَتَّى يَأْتِيَ بِالْمَخْرَجِ مِمَّا قَالَ
.
“Barangsiapa yang menuduh seorang Mukmin secara dusta, maka dia akan ditahan di tanah lumpur Neraka sehingga dia mencabut ucapannya”. 
.
(HR. Abu Dawud II/117, al-Hakim dalam al-Mustdrak II/27, Ahmad II/70 dan lain-lain. Lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shohihah no. 437)
.
══ ❁✿❁ ══
Jangan lupa follow medsos official ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi, 
🌐 Website : http://abiubaidah.com
👥 Facebook : http://FB.com/YusufAbuUbaidah
🎥 YouTube : https://www.youtube.com/channel/UC1IDmSolJ-jQWIEnrmTx9qg
🏝️ Instagram : https://instagram.com/Yusuf.AbuUbaidah
🍃 Twitter : https://twitter.com/YusufAbuUbaidah
📮 Telegram : t.me/ilmu20
📚 Ebook Buku: https://abiubaidah.com/ebook

karomah yg paling besar adalah bisa terus Istiqomah

Wahabi" membahayakan NKRI???

"Wahabi" membahayakan NKRI???  

Sejarah mencatat:

1. Imam Bonjol (Pahlawan Nasional pengusir penjajah dari tanah Minang) dituduh "wahabi"
2. H Agus Salim (pendiri bangsa, tokoh dan pahlawan nasional) dituduh "wahabi" 
3. KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah dan pahlawan nasional) dituduh "wahabi"
4. Syekh A. Hassan (pendiri Persis dan pahlawan nasional) dituduh "wahabi"
5. Syekh Ahmad Syurkati (pendiri al-irsyad dan pahlawan nasional) dituduh "wahabi"
6. Buya Hamka (ulama karismatik nusantara), dituduh "wahabi"
7. Buya Natsir (pendiri Masyumi-tokoh dan pahlawan nasional-pernah menjabat perdana menteri indonesia) dituduh "wahabi"

Merekalah para tokoh pendiri bangsa, pemberi kontribusi dan perjuangan demi tegaknya Indonesia.... 

Nggak usah takut dituduh wahhabi di negeri ini, karena para pahlawan nasional yang jelas² pembelaannya terhadap NKRI mereka pun tak selamat dari tuduhan Wahabi.
Ust Fadlan fahamsyah 

Abul Hasan al Qaththan di usianya yang tua dan mulai melemah pernah bercerita

Abul Hasan al Qaththan di usianya yang tua dan mulai melemah pernah bercerita 

" Dahulu ketika aku keluar rihlah mencari ilmu aku menghafal 100.000 hadits., adapun hari ini, aku hanya hafal 100 hadits, aku diberi musibah dengan penglihatanku, dan aku menyangka bahwa aku telah dihukum ( oleh Allah) disebabkan tangisan ibuku selama berhari hari sejak berpisahnya aku dengannya untuk pergi mencari hadits dan ilmu. ” (as Siyar) 

Keberkahan ilmu itu ada pada ridho orang tua. kebahagiaan dunia dan akhirat salah satu wasilahnya adalah birrul waalidain. 

√Zakariya Abu Zakiyyah

Jangan pernah takut Laumata laaim ( celaan para pencela)

Jangan pernah takut Laumata laaim ( celaan para pencela) 

1. Allah berfirman,
 يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ}
Mereka berjihad di jalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. (Al-Maidah 54)

2. Abu Dzar berkata, “kekasihku (Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam) memerintahkan aku untuk melakukan 7 perkara,........ Beliau memerintahkan kepadaku agar jangan takut LAUMATA LAAIM ( celaan orang yang mencela) dalam membela (agama) Allah. ”

3. Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, “Ingatlah, jangan sekali-kali rasa segan kepada manusia menghalangi kalian untuk berkata benar, jika dia melihat atau menyaksikannya."

4. Abu Bakar berkata, 
“ولا خير فيمن يخاف في الله لومة لائم.
Dan tidak ada kebaikan pada orang yang takut celaan orang-orang yang mencela dalam (membela agama) Allah.” Hilyatul Auliya’: 1/36

5. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata
فرحم اللهُ من نصر الله ورسوله ودينه.ولم تأخذه في الله لومة لائم.”
“Semoga Allah merahmati siapa saja yang menolong Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya.

Dan tidaklah celaan orang yang mencela mencegahnya  dalam membela agama Allah.” (Ad-Durarus Saniyyah 2/45) 

√Zakariya Abu Zakiyyah

Dua kutipan ulama sudah saya sertakan, tapi rupa²nya masih saja ada pihak yang sulit menerima kenyataan bahwa Imam Al-Asy‘ari pernah dihantui rasa takut karena (dalam isu kalamullah) menyelisihi paham Ahlusunah, dan menyepakati paham Muktazilah.

Dua kutipan ulama sudah saya sertakan, tapi rupa²nya masih saja ada pihak yang sulit menerima kenyataan bahwa Imam Al-Asy‘ari pernah dihantui rasa takut karena (dalam isu kalamullah) menyelisihi paham Ahlusunah, dan menyepakati paham Muktazilah.
Ada lagi yang menggugat bahwa Al-Azdi salah dalam memahami atau mengutip pendapat Al-Asy‘ari, tapi ketika ditanya yg benar gimana, hingga kini belum menunjukkan satupun bukti kutipan kalam Al-Asy'ari.
Nah, ini saya bawakan bukti lain, tentu keterangan dari ulama lain, pastinya bukan ulama Wahabi.
Ust Alfan edogawa 
https://www.facebook.com/100007268449111/posts/2809502182635369/

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:Semestinya bagi seorang hamba memiliki waktu yang dia bisa menyendiri untuk berdo'a, berdzikir, shalat, tafakkur, instropeksi diri, dan memperbaiki hatinya.

SAAT KESENDIRIAN

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

Semestinya bagi seorang hamba memiliki waktu yang dia bisa menyendiri untuk berdo'a, berdzikir, shalat, tafakkur, instropeksi diri, dan memperbaiki hatinya.

Majmu' Al Fatawa: 10/426

ساعة خلوة

قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله:

« وَلَا بُدَّ لِلْعَبْدِ مِنْ أَوْقَاتٍ يَنْفَرِدُ بِهَا بِنَفْسِهِ فِي دُعَائِهِ وَذِكْرِهِ وَصَلَاتِهِ وَتَفَكُّرِهِ وَمُحَاسَبَةِ نَفْسِهِ وَإِصْلَاحِ قَلْبِهِ ».

مجموع الفتاوى (١٠/ ٤٢٦)

Ponpes Nidaussalam

Senin, 29 Maret 2021

Syekh Al - Ushoimi berkata:Siapa yang bersiap untuk Romadhon dengan ketaatan, maka ia akan dibantu di bulan Romadhon dengan keta'atan tersebut.

Syekh Al - Ushoimi berkata:
Siapa yang bersiap untuk Romadhon dengan ketaatan, maka ia akan dibantu di bulan Romadhon dengan keta'atan tersebut.

Dan siapa yang mendahului Romadhon dengan maksiat dan perbuatan harom maka sesungguhnya dia telah meletakkan pada hati dan ruhnya beban yang akan menjadi pemisah antara dirinya dengan keta'atan di bulan Romadhon.

[Dikutip dari "ketaatan di bulan Sya'ban merupakan bantuan untuk Romadhon".]
ust Abdullah Husni lc
Di share oleh ust noviyardi Amarullah

Pengeboman Bukan Jihad.....Majlis Haiah Kibar Ulama KSA dalam sidang mereka di Thoif hari Sabtu 13/2/1417 H, mereka membuat suatu pernyataan: "Aksi pengeboman ini adalah suatu tindakan kejahatan yang diharamkan oleh syari'at dengan kesepakatan ulama disebabkan:

Pengeboman Bukan Jihad.....

Majlis Haiah Kibar Ulama KSA dalam sidang mereka di Thoif hari Sabtu 13/2/1417 H, mereka membuat suatu pernyataan: "Aksi pengeboman ini adalah suatu tindakan kejahatan yang diharamkan oleh syari'at dengan kesepakatan ulama disebabkan:
 
1. Aksi pengeboman ini mengoyak rambu-rambu Islam, menghilangkan jiwa-jiwa yang haram dibunuh, menghancurkan harta, menghilangkan keamanan manusia, dan merobohkan  bangunan-bangunan yang sangat dibutuhkan oleh manusia.
2. Aksi pengeboman ini menghimpun hal-hal yang sangat jelas diharamkan dalam Islam berupa khianat, permusuhan, kejahatan, menakuti kaum muslimin dan selainnya yang dimurkai oleh Allah, rasulNya dan kaum mukminin.
Majlis memberikan pernyataan haramnya aksi ini dalam timbangan syari'at sebagai pengumuman kepada dunia bahwa Islam berlepas diri dari aksi ini. Dan setiap muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir berlepas diri dari aksi ini, karena aksi ini hanyalah dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pemikiran sesat dan menyimpang dan dialah yang akan menanggung dosanya, maka jangan dialamatkan kepada Islam dan kaum muslimin yang berpegang kepada Al-Qur'an dan sunnah yang murni".

Dalam sidang mereka juga di Thoif 11/6/1424 H, mereka memberikan pernyataan:
 1. Barangsiapa yang menganggap bahwa aksi pengeboman ini termasuk jihad maka dia adalah orang yang bodoh dan sesat, bahkan aksi ini termasuk kerusakan dan kesesatan nyata yang hendaknya bagi mereka untuk takut kepada Allah dan bertaubat kepadaNya.
 2. Majlis mendukung pemerintah dalam pencarian para pelaku dan menghukum mereka demi menjaga keamanan negara dan hendaknya bagi semua rakyat untuk membantu pemerintah karena hal ini termasuk tolong menolong dalam kebaikan.
 3. Majlis menghimbau kepada para ulama untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang bahaya dan salahnya aksi ini.
 4. Majlis mengingkari fatwa dan pendapat yang mendukung atau membolehkan aksi ini".

Syaikh Shalih bin Fauzan berkata: "Aneh bin ajaibnya para pelaku pengeboman tersebut menganggap aksi mereka sebagai jihad fi sabilillah. Sungguh, ini kedustaan yang sangat besar kepada Allah, karena Allah menjadikan ini sebagai kerusakan dan tidak menjadikannya sebagai jihad. 
Namun keheranan kita hilang tatkala kita ingat bahwa pendahulu mereka adalah Khowarij yang mengkafirkan para sahabat, membunuh Utsman dan Ali yang merupakan khalifah rosyidin dan termasuk sepuluh sahabat yang dikhabarkan akan masuk surga. Mereka membunuh kedunya dan menilainya sebagai jihad di jalan Allah! Padahal ini adalah jihad di jalan Syetan". (Al-Ijabat Al-Muhimmah Fil Masyakil Mulimmah hlm. 92-93, kumpulan Muhammad bin Fahd al-Hushoin). 

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad, ahli hadits Madinah zaman ini,  menulis sebuah risalah menarik berjudul "Bi Ayyi Aqli wa Din Yakunu tafjiru wa Tadmiru Jihad? Waihakum Afiqu Ya Syabab!!". (Dengan akal dan agama mana pengeboman dianggap jihad? Sadarlah wahai para pemuda). 
Beliau mengatakan: "Sungguh kejadian tersebut merupakan kejahatan dan kerusakan di muka bumi. Lebih jelek lagi ketika Syetan menghiasi perbuatan nista ini kepada mereka sebagai bentuk jihad. 
Dengan akal dan agama siapakah jihad itu adalah dengan cara membunuh kaum muslimin dan orang kafir yang mendapat jaminan keamanan, membuat kekacauan dan kecemasan, membuat anak-anak menjadi yatim, dan wanita menjadi janda, dan menghancurkan bangunan beserta isinya?!! (Bi Ayyi Aqli wa Din Yakunu tafjiru wa Tadmiru Jihad? Waihakum Afiqu Ya Syabab -Kutub wa Rosail Abdul Muhsin al-Abbad- 6/232-233).

══ ❁✿❁ ══
Jangan lupa follow medsos official ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi, 
🌐 Web: abiubaidah.com
👥 Facebook: FB.com/YusufAbuUbaidah
🎥 YouTube : bit.ly/youtubeYAU
🏝️ Instagram: bit.ly/YAUig
🍃 Twit: twitter.com/YusufAbuUbaidah
📮 Telegram: t.me/ilmu20
📚 Ebook: abiubaidah.com/ebook

Barangsiapaapa yang membunuh (kafir) mu’ahad (terikat perjanjian damai) maka dia tidak akan dapat mencium wanginya surga. Padahal harumnya dapat tercium dari jarak perjalanan 40 tahun. ''

Dari Abdillah bin 'Amr radhiallahu anhuma dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda :

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
(البخاري)

“ Barangsiapaapa yang membunuh (kafir) mu’ahad (terikat perjanjian damai) maka dia tidak akan dapat mencium wanginya surga. Padahal harumnya dapat tercium dari jarak perjalanan 40 tahun. ''

(Riwayat Al Bukhari)

Tambahan :
Termasuk dalam makna kafir mu'ahad (terikat perjanjian damai) adalah :
1.Yang memiliki perjanjian bersama kaum muslimin baik dengan akad membayar jizyah 
2. Yang mempunyai perjanjian lewat pemerintah 
3. Yang mempunyai perjanjian dengan kaum muslimin yang memberikan jaminan keamanan

Hal diatas sebagaimana telah disebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahulloh.
Sehingga ketercakupannya meliputi :
1. Dzimmiy
2. Mu'ahad
3. Musta'man
Ust Enggar suprantara 
https://www.facebook.com/100028043960951/posts/773472363597555/

Dua Manusia yang tidak boleh diabaikan kebaikan dan jasanya :1. Orang alim, yang telah mengajarkan agama.2. Dokter, yang telah mengobati penyakitnya".

#NASEHAT_Bersama

📝Twitt Syaikh Al 'Ushaimiy حفظه الله :

‏اثْنَانِ لَا يُجْحَدُ فَضلُهُما: عَالِمٌ يُبَيّنُ مِلَّةً، وَطَبِيبٌ يُدَاوِي عِلَّةً

"Dua Manusia yang tidak boleh diabaikan kebaikan dan jasanya :

1. Orang alim, yang telah mengajarkan agama.
2. Dokter, yang telah mengobati penyakitnya".

Semoga Allah Membalas kebaikan kepada para ulama, guru, masyayikh kita, juga kepada para dokter. dan semoga mereka dijaga oleh Allah dari berbagai keburukan.

🌷🍀________
Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

 لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

"Tidaklah bersyukur kepada Allah siapa saja yang tidak berterimakasih kepada orang lain". (HR. Abu Daud no. 4811, Shahihul jami' no. 7719).

#Guru_شكرا_يا_معلم_الخير
#Dokter_شكرا_يا_طبيب_الأبدان
Ust Muhammad Alif 

tidaklah seseorang itu bergantung kepada makhluk kecuali ia akan di kecewakan

Ibnul-Jawzī, ulama yang cukup sering dijadikan rujukan oleh kaum Aswaja.

Kemarin ada pihak yang tidak sanggup menerima kenyataan terkait keterangan Imam Al-Azdi tentang Imam Al-Asy‘ari yang saya kutip dalam status.
“Al-Azdi salah memahami atau menukil pendapat Al-Asy'ari”, begitulah kira² katanya.
Lalu saya tanya balik yang benar gimana, ternyata hingga kini nggak kunjung menunjukkan kutipan kalam Imam Al-Asy‘ari yang berbeda dengan yang dikutip oleh Imam Al-Azdi.
Dalam hal ini, Imam Al-Azdi tidak sendirian, hal senada juga diterangkan oleh Imam Ibnul-Jawzī dalam Al-Muntazham (lihat SS), bahwa pendapat Imam Al-Asy‘ari selaras dengan pendapat Muktazilah, lalu Al-Asy‘ari dihantui rasa takut karena telah menyelisihi Ahlusunah, bahkan minta perlindungan ulama lain karena takut dibunuh.
Ibnul-Jawzī, ulama yang cukup sering dijadikan rujukan oleh kaum Aswaja.

Ust Alfan edogawa
https://www.facebook.com/100007268449111/posts/2809006552684932/

TAK PERNAH MENDOAKAN ISTERI

TAK PERNAH MENDOAKAN ISTERI

Ada seseorang, memiliki seorang isteri, namun wajah isterinya, jika dipandang tidak menyenangkannya, walaupun kata orang, isterinya cuaaantik. Jika diperintah membangkang. Dan jika ditinggal pergi, tidak menjaga kehormatan suami. Ini membuat dirinya tidak bahagia hidupnya. 

Apa penyebabnya ? Mungkin saja salah satu sebabnya, selama ini dia tidak pernah mendoakan isterinya. Sebagaimana doa seorang ulama tabiin, yang senantiasa mendoakan isterinya disetiap doanya.

Muhamad bin Husain rahimahullah berdoa :

 اللهم ارزقني امرأة
 تسرني إذا نظرت
 وتطيعني إذا أمرت
 وتحفظني إذا غبت 

“Ya Allah berilah aku rizki seorang istri, 
yang menyenangkanku jika aku memandangnya, 
mentaati aku, jika aku perintah 
dan menjaga (kehormatan) ku, jika aku tidak ada. (Bahjatul Majaalis 183).

AFM

Minggu, 28 Maret 2021

ilmu orang munafiq dan ilmu seorang mukmin

Tawakkal itu melakukan usaha namun bukan bersandar pada usaha.

Tawakkal itu kuatnya hati bergantung pada ilahi dengan melakukan sebab yang halal/syar`i.

Imam Ahmad mengatakan: “Tawakkal itu berarti memutuskan pencarian disertai keputus-asaan terhadap makhluk”. (Kitab Syu`abul Iimaan [II/57], karya Al-Imam Al-Baihaqi Abul Husain Ahmad bin Al-Husain).
Ust abu Uwais 

Pada saat sekarang ini kaum muslimin sangat berhajat untuk mengetahui jalan kebenaran yang menghantarkan kepada keselamatan, sebagaimana juga sangat penting untuk mengetahui jalan kebatilan agar dapat berhati hati dan menghindar darinya

" Hal tersebut penting karena tidak sedikit manusia yang mengetahui jalan keselamatan namun ia tidak tahu bagaimana cara agar tetap berada di atas jalan tersebut, sebagaimana orang yang melihat keberadaan istana megah namun ia bingung bagaimana caranya agar bisa masuk dan berada di dalamnya. " ( Ustadz Amir Al-Kadiry )

Pada saat sekarang ini  kaum muslimin sangat berhajat untuk mengetahui jalan kebenaran yang menghantarkan kepada keselamatan, sebagaimana juga sangat penting untuk mengetahui jalan kebatilan agar dapat berhati hati dan menghindar darinya. Akan tetapi ada sebagian penyeru yang mengaburkan jalan jalan ini dan mengesankan tidak ada jalan keselamatan bahkan menempuh jalan apapun diperbolehkan, jelas perkataan dan anggapan ini batil karena jalan keselamatan hanya satu tidak berbilang dan terang benderang tidak samar.

Maka mengetahui jalan keselamatan adalah perkara yang sangat penting bagi setiap muslim yang menghendaki kebaikan dunia dan akhirat, sehingga dia dapat meniti jalan tersebut. Diantara buku yang disusun dengan sangat baik adalah buku yang berjudul Sabiilu An Najaah karya Asy Syaikh Dr Shalih bin Sa’ad As Suhaimi hafidzahullah. Maka untuk mencari Wajah Allah, kemudian menyebarkan ilmu dan menjelaskan jalan keselamatan, saya berinisiatif untuk menerjemahkan dan meringkas kitab tersebut. 

Kemudian saya meminta kepada Al Ustadz Al Fadhil Amirul Mu’minin Al Kadiriy hafidzahullah untuk mentashih dan mentaqdim. Dengan kebaikannya – dan saya tidak mensucikan seseorang dihadapan Allah – beliau ditengah kesibukannya berkesempatan untuk mentashih dan memberikan kata pengantar yang sungguh sangat berharga, jazakumullah khairan atas kesungguhannya.

Silahkan unduh makalah terbaru saya pada tautan berikut ini : https://archive.org/download/jalan-keselamatan/JALAN%20KESELAMATAN.pdf

Abu Asma Andre
https://t.me/faedah_harian

NISHFU SYA'BAN DALAM TIMBANGANOleh : Abu Ghozie As Sundawie

NISHFU SYA'BAN DALAM TIMBANGAN

Oleh : Abu Ghozie As Sundawie 

Sebagaimana Allah ta’ala mengutamakan waktu waktu tertentu dibandingkan yang lainnya seperti malam jum’at, lalilatul qadar, sepuluh malam terakhir dibulan Ramadhan, atau sepuluh hari pertama dibulan Dzulhijjah, hari Nahar, hari Arafah, hari hari Tasyriq, demikian pulalah termasuk didalamnya keutamaan malam Nishfu Sya’ban dibanding malam malam lainnya.

DALIL DALIL KEUTAMAAN MALAM NISHFU SYA'BAN :

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  bersabda :

يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

“Allah memperhatikan hamba Nya pada malam Nishfu Sya’ban, lalu mengampuni seluruh makhluk Nya kecuali orang yang berbuat syirik dan Orang bermusuhan sesama saudaranya (HR Ibnu Hibban : 5665, Ibnu Abi ‘Ashim, lihat As Shahihah : 1144)

Dari Abu Tsa’labah al Khusyani radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  bersabda :

«إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ اطَّلَعَ اللَّهُ إِلَى خَلْقِهِ، فَيَغْفِرُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَيُمْلِي لِلْكَافِرِينَ، وَيَدَعُ أَهْلَ الْحِقْدِ لِحِقْدِهِمْ حَتَّى يَدَعُوهُ»

 “Apabila malam nishfu Sya’ban maka Allah memperhatikan para makhluk Nya, lalu akan mengampuni semua orang orang yang beriman, dan menangguhkan semua orang yang kafir dan membiarkan orang yang iri dengki karena sifat irinya tersebut sampai meninggalkannya” (HR Thabrani : 593, Ibnu Abi ‘Ashim, Al Baihaqi, Sya’bul Iman no 3832 dan dihasankan syaikh Al Albani, lihat Shahihul Jaami : 783, As Shahihah : 1144)

Dari Abu Musa Al Asy’ari, ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِى لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ 

“Sesungguhnya Allah akan memperhatikan (hamba hamba Nya) di malam Nishfu Sya'ban kemudian mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan dengan saudaranya.” (HR. Ibnu Majah : 1390, dishahihkan oleh syaikh Al Albani rahimahullah, lihat As Silsilah As Shahihah : 1144, Shahihul Jaami’ : 1819). 

MENGKHUSUSKAN IBADAH TERTENTU PADA MALAM NISHFU SYA'BAN

Hadits hadits tentang keutamaan malam nishfu sya’ban diatas memang derajatnya shahih dengan banyaknya jalur periwayatan, sehingga saling menguatkan, namun keutamaan Malam Nishfu Sya’ban sebagaimana tersebut diatas bukan berarti dibolehkan melakukan ibadah ibadah tertentu pada waktu tersebut, baik itu sholat, puasa, membaca al Quran, dengan surat surat tertentu misalnya, atau berdzikir dengan dzikir tertentu, atau memperingatinya dengan berkumpul kumpul di masjid misalnya, karena pengkhususan sebuah ibadah pada waktu, tempat, dan tata cara tertentu membutuhkan dalil khusus, sementara dalam hal ini tidak ada dalil yang shahih yang menetapkan ibadah tertentu dimalam Nishfu Sya’ban tersebut.

Sebagian orang melakukan ibadah ibadah tertentu pada malam nishfu sya’ban beralasan dengan hadits hadits yang tidak shahih bahkan sebagiannya hadits hadits palsu, diantara hadits hadits tersebut :

Hadits pertama :

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا، وَصُومُوا نَهَارَهَا

Apabila berada pada malam nisfu sya’ban maka shalatlah malam harinya dan puasalah siang harinya (HR Ibnu Majah : 1388). 

Hadits ini palsu sebagaimana penjelasan Al Bushiri bahwa didalam sanadnya ada Ibnu Abi Sabrah yang nama aslinya Abu Bakar bin ‘Abdullah bin Abi Sabrah. Imam Ahmad dan Imam Ibnu Ma’in menyatakan, “ia telah membuat hadits palsu”. (Zawaaid Ibnu Majah 2/10, lihat Bida’ Wa Akhtho’ Tata’alaqu Bil Ayyam Was Syuhur, hal. 352).

Hadits kedua :

مَنْ أَحْيَا لَيْلَتَيْ الْعِيْدِ وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوْتُ الْقُلُوْبُ 

“Barang siapa yang menghidupkan dua hari besar yaitu hari raya dan hari Nishfus Sya’ban maka hatinya tidak akan mati pada saat semua hati hati mati” (Hadits munkar, lihat Mizanul I’tidal 5/372, Al Ishabah 5/580, Al ‘Ilal 2/562)

Hadits ketiga :

مَنْ أَحْيَا اللَّيَالِيَ الْخَمِسَ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ، لَيْلَةُ التَّرْوِيَّةِ، وَلَيْلَةُ عَرَفَةَ، وَلَيْلَةُ النَّحْرِ، وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ 

“Barangsiapa yang menghidupakn malam malam yang lima maka berhak mendapatkan surga, yaitu malam tarwiyah (8 dzulhijjah), malam ‘Arafah (9 dzulhijjah), malam ‘iedul adha, dan malam nishfus sya’ban” (Hadits palsu, lihat Silsilah Al Ahadits Ad Dha’ifah no : 1452, Dha’ifut targhib no 667) 

Hadits keempat :

يَا عَلِيُّ مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ مِئَةَ رَكْعَةٍ بِأَلْفِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ قَضَى اللهُ لَهُ كُلَّ حَاجَةٍ طَلَبَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ 

“Wahai Ali, barang siapa yang shalat pada malam nishfu sya’ban seratus raka’at dengan membaca Qul huwallahu ahad seribu kali (dalam seratus raka’at) maka Allah akan memenuhi hajat yang dimintanya pada malam tersebut” (Hadits palsu, lihat Al Maudhu’at 2/127-129, Al Fawaid al Majmu’ah, hal. 51-52)

Hadits kelima :

مَنْ قَرَأَ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ أَلْفَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ بَعَثَ اللهُ إِلَيْهِ مِئَةُ أَلْفِ مَلَكٍ يُبَشِّرُوْنَهُ
 
“Barang siapa yang membaca Qul huwallahhu ahad seribu kali pada malam nishfus sya’ban maka Allah akan mengutus untuknya 100ribu malaikat memberikan kabar gembira (surga)” (Hadits palsu, lihat Lisanul Mizan 5/271, Manarul Munif, Naqdul manqul 1/85)

Hadits keenam :

خَمْسُ لَيالٍ لَا تُرَدُّ فِيهِنَّ الدَّعْوَةُ: أوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبانَ وَلَيْلَةُ الجُمُعَةِ وَلَيْلَةُ الفِطْرِ وَلَيْلَةُ النَّحْرِ

“Lima malam yang doa tidak ditolak padanya yaitu : Malam pertama bulan Rajab, malam nishfus Sya’ban, malam jum’at, malam ‘iedul fitri dan malam ‘iedul adha” (Hadita palsu, lihat Silsilah Al Ahadits Ad Dha’ifah no : 1452) 

Hadits ketujuh :

مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةٍ، يَقْرَأُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ثَلَاثِيْنَ مَرّةً، لَمْ يَخْرُجْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيَشْفَعُ فِيْ عَشْرَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ كُلِّهِمْ وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ 

“Barang siapa yang shalat 12 rokaat pada malam nishfu sya’ban, diseiap rakaatnya membaca qulhuwallahu ahad 30 kali, maka ia tidak keluar sehingga melihat tempat duduknya di surga, memberi syafaat untuk 10 orang dari keluarganya yang semuanya sudah divonis neraka” (Al Maudhu’at 2/129, Manarul Munif, hal. 99, Al Alaai Al mashnu’ah 2/59)

Hadits kedelapan :

رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانُ شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِيْ

“Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban bulanku, sementara Ramadhan adalah bulannya umatku” (Al Jami’ Ash Shogir (6839), Syeikh Al Albani mengatakan bahwa hadits  ini dho’if).

Maka dalam hal ini bukan masalah shalatnya atau puasanya atau baca al Quran dan dzikir serta do’anya yang tercela tapi penetapan keutamaannya yang dilakukan pada malam nisfu sya’ban yang butuh kepada dalil khusus, sementara dalil dalil dalam pengkhususan malam nisfu sya’ban untuk beribadah tertentu tidak ada yang shahih. 

Demikian juga semata mata perbuatan para Tabi’in dalam menghidupkan malam nishfu sya’ban dengan amalan amalan tertentu bukanlah dalil akan tetapi perbuatan mereka justru membutuhkan dalil untuk melegalkannya amalan tersebut, terlebih lagi pada saat yang sama para ulama tabi’in yang lain mengingkarinya sebagaimana pada permasalahan menghidupkan malam nishfu sya’ban ini 

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan :

وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ التَّابِعُوْنَ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ كَخَالِدِ بْنِ مُعْدَان وَمَكْحُوْلٍ وَلُقْمَانَ بْنِ عَامِرٍ وَغَيْرِهِمْ يُعَظِّمُوْنَهَا وَيَجْتَهِدُوْنَ فِيْهَا فِيْ الْعِبَادَاتِ، وَعَنْهُمْ أَخَذَ النَّاسُ فَضْلَهَا وَتَعْظِيْمَهَا 

“Para Tabi'in penduduk Syam semisal Khalid bin Ma'dan, Makhul, dan Luqman bin ‘Amir mengagungkan malam Nishfu Sya'ban. Mereka pun bersungguh sungguh dalam melakukan ibadah pada malam ini. Dari merekalah Orang-orang mengambil keterangan perihal keutamaan dan pengagungan malam ini.

وَقَدْ قِيْلَ إِنَّهُ بَلَغَهُمْ فِيْ ذَلِكَ آثَارُ إِسْرَائِيْلِيَّةٍ، فَلَمَّا اشْتَهَرَ ذَلِكَ عَنْهُمْ فِيْ الْبُلْدَانِ اخْتَلَفَ النَّاسُ فِيْ ذَلِكَ، فَمِنْهُمْ مَنْ قَبَلَهُ وَوَافَقَهُمْ عَلَى تَعْظِيْمِهَا، مِنْهُمْ طَائِفَةٌ مِنْ عُبَّادِ أَهْلِ الْبَصْرَةِ وَغَيْرِهِمْ 

Salah seorang ulama pernah mengatakan bahwa sebenarnya, dalam masalah ini mereka menerima atsar-atsar Isra'iliyat (berita dari ahlil kitab). Oleh sebab itulah, ketika atsar-atsar itu telah populer di berbagai negeri, para ulama pun berbeda pendapat tentang keshahihannya. Sebagian mereka menerima dan menyetujui pengagungan malam ini, seperti sekelompok ahli ibadah dari Basrah dan yang lainnya,

وَأَنْكَرَ ذَلِكَ أَكْثَرُ عُلَمَاءِ الْحِجَازِ مِنْهُمْ عَطَاء وَابْنُ أَبِيْ مُلَيْكَةَ وَنَقَلَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنُ أَسْلَمْ عَنْ فُقَهَاءِ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ، وَهُوَ قَوْلُ أَصْحَابِ مَالِكٍ وَغَيْرِهِمْ، وَقَالُوْا ذَلِكَ كُلُّهُ بِدْعَةٌ.

Sebaliknya, kebanyakan ulama Hijaz, seperti ‘Atha dan Ibnu Abi Mulaikah justru menolak hal itu. Penolakan ini juga diriwayatkan dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari fuqaha Madinah. Pendapat demikian pun dinukilkan dari para sahabat Malik bin Anas? dan ulama yang lain. Mereka menegaskan bahwa apa-apa yang dilakukan pada malam itu merupakan bid'ah. (Latho’iful Ma’arif, hal. 144)

Dalam mensikapi keutamaan malam nishfu sya’ban ini sebagaimana halnya keutamaan malam jum’at, dimana tidak setiap waktu yang utama itu kita dianjurkan mengisinya dengan ibadah ibadah tertentu, kecuali ada dalil shahih yang memrintahkannya, bahkan terkadang mengisinya dengan mengkhususkan ibadah pada malam yang mulia itu dilarang,  sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  melarang mengkhususkannya untuk beribadah pada malam jum’at,  Beliau shalallahu alaihi wasallam  bersabda :

لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ 

“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya untuk shalat. Dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dari hari lainnya untuk berpuasa.” (HR. Muslim : 1144).

Didalam kaedah tentang bid’ah disebutkan :

كُلُّ عِبَادَةٍ مُطْلَقَةٍ ثَبَتَتْ فِيْ الشَّرْعِ بِدَلِيْلٍ عَامٍ؛ فَإِنَّ تَقْيِيْدَ إِطْلَاقِ هَذِهِ الْعِبَادَةِ بِزَمَانٍ أَوْ مَكَانٍ مُعَيَّنٍ أَوْ نَحْوِهِمَا بِحَيْثُ يُوْهِمُ هَذَا التَّقْيِيْدَ أَنَّهُ مَقْصُوْدٌ شَرْعًا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَدُلَّ الدَّلِيْلُ الْعَامُ عَلَى هَذَا التَّقْيِيْدِ فَهُوَ بِدْعَةٌ

“Setiap ibadah mutlak yang disyari’atkan berdasarkan dalil umum, maka pengkhususan yang umum tadi dengan waktu atau tempat yang khusus atau pengkhususan lainnya, dianggap bahwa pengkhususan tadi ada dalam syari’at namun sebenarnya tidak ditunjukkan dalam dalil yang umum, maka pengkhususan tersebut adalah bid’ah.” (Qawa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 116).

Dalam masalah ini Ibnu Hajar Al Haitami As Syafi’I rahimahullah berkata :

وأما الصَّلَاةِ الْمَخْصُوصَةِ لَيْلَتهَا ليلة النصف وَقَدْ عَلِمْت أَنَّهَا بِدْعَةٌ قَبِيحَةٌ مَذْمُومَةٌ يُمْنَعُ مِنْهَا فَاعِلُهَا، 

“Adapun mengkhususkan shalat tertentu pada malam nishfu sya’ban sebagaimana telah diketahui bahwasanya ia adalah bid’ah yang buruk lagi tercela, dilarang untuk melakukannya,

وَإِنْ جَاءَ أَنَّ التَّابِعِينَ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ كَمَكْحُولٍ وَخَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ وَلُقْمَانَ وَغَيْرِهِمْ يُعَظِّمُونَهَا وَيَجْتَهِدُونَ فِيهَا بِالْعِبَادَةِ، وَعَنْهُمْ أَخَذَ النَّاسُ مَا ابْتَدَعُوهُ فِيهَا وَلَمْ يَسْتَنِدُوا فِي ذَلِكَ لِدَلِيلٍ صَحِيحٍ
 
walaupun ada diantara para tabi’in dari negeri syam seperti Makhul, Khalid bin Ma’dan, dan Luqman dll mengagungkan malam nisfu sya’ban dan bersungguh sungguh beribadah padanya, dari merekalah manusia mengambil alasan untuk melakukan bid’ah mereka pada malam tersebut, sementara tidak ada dalil,

وَمِنْ ثَمَّ قِيلَ أَنَّهُمْ إنَّمَا اسْتَنَدُوا بِآثَارٍ إسْرَائِيلِيَّةٍ وَمِنْ ثَمَّ أَنْكَرَ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ أَكْثَرُ عُلَمَاء الْحِجَازِ كَعَطَاءٍ وَابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ وَفُقَهَاء الْمَدِينَة 

Dan dari sanalah dikatakan kalau sandaran mereka berasal dari riwayat israiliyat (cerita dari ahlil kitab), sehingga karena itupula lah para ulama hijaz seperti ‘atho, ibnu mulaikah, dan para ulama ahli fikih Madinah,

وَهُوَ قَوْلُ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ وَمَالِكٍ وَغَيْرِهِمْ قَالُوا: وَذَلِكَ كُلُّهُ بِدْعَةٌ؛ إذْ لَمْ يَثْبُت فِيهَا شَيْءٌ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِهِ

demikian juga perkataan para pengikut madzhab syafi’I, Malik dan yang selain mereka mengingkarinya, mereka mengatakan bahwa semua itu adalah bid’ah karena tidak ada dalil yang shahih datang dari Nabi shalallahu alaihi wasallam atau seorang pun dari para sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam”. (Al Fatawa Al Fiqhiyyah Al Kubra 2/80)

Diantara contoh cara menghidupkan malam nishfu sya’ban yang salah dan hal ini termasuk bid’ah yang munkarah (diingkari) adalah apa yang disebut dengan shalat baroah atau shalat alfiyah yaitu shalat 100 roka’at di malam nisfu sya’ban disetiap roka’atnya membaca Qul Huwallahu Ahad 10 kali, maka dinamakanlah shalat alfiyah (seribu) karena bacaan Qulhunya sebanyak seribu kali dalam seratus roka’at.

Cukuplah penjelasan Imam An Nawawi v ,seorang ulama besar dari kalangan ulama yg bermadzhab Syafi’I tentang apa hukum melakukan shalat Al Fiyah ini. Beliau rahimahullah berkata ;

الصَّلَاةُ الْمَعْرُوفَةُ بصلاة الرغائب وهي ثنتى عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلَّى بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ لَيْلَةَ أَوَّلِ جُمُعَةٍ فِي رَجَبٍ وَصَلَاةُ لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ مِائَةُ رَكْعَةٍ وَهَاتَانِ الصَّلَاتَانِ بِدْعَتَانِ وَمُنْكَرَانِ قَبِيحَتَانِ وَلَا يُغْتَرُّ بِذِكْرِهِمَا فِي كِتَابِ قُوتِ الْقُلُوبِ وَإِحْيَاءِ عُلُومِ الدِّينِ وَلَا بِالْحَدِيثِ الْمَذْكُورِ فِيهِمَا فَإِنَّ كُلَّ ذَلِكَ بَاطِلٌ

“Shalat yang dikenal dengan shalat Raghaaib yaitu shalat 12 roka’at dilakukan antara maghrib dan isya dimalam jum’at pertama dibulan rajab, dan juga shalat dimalam nisfu sya’ban sebanyak 100 roka’at (shalat Alfiyyah), maka kedua shalat ini adalah bid’ah yang munkar lagi buruk, jangan tertipu dengan disebutkannya kedua shalat ini di kitab Qutul Qulub dan kitab Ihya Ulumuddin, jangan pula tertipu kalau kedua shalat ini ada haditsnya karena semua hadits hadits tersebut adalah batil” (Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab, An Nawawi 3/506, lihat juga Al Baa’its, Ibnu Syaamah, hal. 124-138) 

Syaikh Bakar Abu Zaid rahimahullah berkata :

لاَ يُعْرَفُ فِيْ السُّنَّةِ إِثْبَاتُ فَضْلٍ لِشَهْرِ شَعْبَانَ إِلَّا مَا ثَبَتَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِكْثَارِ الصِّيَامِ فِيْهِ وَأَمَا حَدِيْثُ : فَضْلُ شَعْبَانَ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ كِفَضْلِيْ عَلَى سَائِرِ الْأَنْبِيَاءِ فَهُوَ مَوْضُوْعٌ .

Tidak dikenal didalam sunnah penetapan keutamaan bulan sya’ban kecuali apa yang telah shahih datang dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau memperbanyak melakukan puasa sunnah di bulan tersebut, Adapun hadits yang berbunyi, “Keutamaan bulan sya’ban dibandingkan dengan bulan lainnya seperti keutamaan aku dibandingkan dengan seluruh para Nabi” adalah hadits yang palsu”. (Mu’jamul Manahil Lafdziyyah, Syaikh Bakar Abu Zaid, hal. 316).

Syaikh Bin Baaz rahimahullah berkata, 

فَلَوْ كَانَ تَخْصِيْصُ شَيْءٍ مِنَ اللَّيَّالِي بِشَيْءٍ مِنَ الْعِبَادَةِ جَائِزًا لَكَانَتْ لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ أَوْلَى مِنْ غَيْرِهَا؛ لِأَنَّ يَوْمَهَا هُوَ خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ
 
“Seandainya pengkhususan suatu malam dengan ibadah tertentu itu dibolehkan oleh Allah, maka bukanlah malam Jum’at itu lebih baik daripada malam-malam lainnya, karena pada hari itu adalah sebaik-baik hari yang disinari matahari?

بِنَصِّ الْأَحَادِيْثِ الصَّحِيْحَةِ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا حَذَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ تَخْصِيْصِهَا بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنَ اللَّيَّالِي
 
Hal ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah yang shahih. Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk mengkhususkan shalat pada malam hari itu daripada malam lainnya,

دَلَّ ذَلِكَ عَلَى أَنَّ غَيْرَهَا مِنَ اللَّيَّالِي مِنْ بَابِ أَوْلَى، لَا يَجُوْزُ تَخْصِيْصُ شَيْءٍ مِنْهَا بِشَيْءٍ مِنَ الْعِبَادَةِ إِلَّا بِدَلِيْلٍ صَحِيْحٍ يَدُلُّ عَلَى التَّخْصِيْصِ 

hal itu menunjukkan bahwa pada malam lain pun lebih tidak boleh dikhususkan dengan ibadah tertentu, kecuali jika ada dalil shahih yang menunjukkan atas kekhususannya.

وَلَمَّا كَانَتْ لَيْلَةُ الْقَدَرِ وَلَيَالِي رَمَضَانَ يُشْرَعُ قِيَامُهَا وَالْاِجْتِهَادُ فِيْهَا، نَبَهَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ذَلِكَ، وَحَثَّ الْأُمَّةَ عَلَى قِيَامِهَا، وَفَعَلَ ذَلِكَ بِنَفْسِهِ

Manakala malam Lailatul Qadar dan malam-malam blan puasa itu disyariatkan supaya shalat dan bersungguh-sungguh dengan ibadah tertentu. Nabi mengingatkan dan menganjurkan kepada umatnya agar supaya melaksanakannya, beliau pun juga mengerjakannya.

 كَمَا فِيْ الصَّحِيْحَيْنِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : «مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ».

Sebagaimana disebutkan dalam kitab shahih al-Bukhari dan Muslim  dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda: “Barangsiapa berdiri (melakukan shalat) pada bulan Ramadhan dengan penuh rasa iman dan harapan (pahala), niscaya Allah akan mengampuni dosanya yang telah lewat. Dan barangsiapa berdiri (melakukan shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh rasa iman dan harapan (pahala), niscaya Allah akan mengampuni dosanya yang telah lewat.” 

فَلَوْ كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، أَوْ لَيْلَةُ أَوَّلِ جُمُعَةٍ مِنْ رَجَبَ، أَوْ لَيْلَةُ الْإِسْرَاءِ وَاْلْمِعْرَاجِ يُشْرَعُ تَخْصِيْصُهَا بِاحْتِفَالٍ أَوْ شَيْءٍ مِنَ الْعِبَادَةِ لَأَرْشَدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأُمَّةَ إِلَيْهِ، أَوْ فَعَلَهُ بِنَفْسِهِ

Jika seandainya malam Nisfu Sya’ban, malam Jum’at pertama pada bulan Rajab, serta malam Isra’ Mi’raj diperintahkan untuk dikhususkan dengan upacara atau ibadah tentang, pastilah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam menunjukkan kepada umatnya atau beliau menjalankannya sendiri. 

وَلَوْ وَقَعَ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ لَنَقَلَهُ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ إِلَى الْأُمَّةِ وَلَمْ يَكْتُمُوْهُ عَنْهُمْ، وَهُمْ خَيْرُ النَّاسِ وَأَنْصَحُ النَّاسِ بَعْدَ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، وَرَضِيَ اللهُ عَنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَرْضَاهُمْ

Jika memang hal itu pernah terjadi, niscaya telah disampaikan oleh para shahabat radhiyallahu ‘anhum kepada kita mereka tidak akan menyembunyikannya, karena mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling banyak memberi nasehat setelah para nabi ‘alaihimus shalatu wasallam

وَقَدْ عَرَفْتَ آنِفًا مِنْ كَلَامِ الْعُلَمَاءِ أَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا عَنْ أَصْحَابِهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ شَيْءٌ فِيْ فَضْلِ لَيْلَةِ أَوَّلِ جُمُعَةٍ مِنْ رَجَبَ وَلَا فِيْ فَضْلِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَعَلِمَ أَنَّ الْاِحْتِفَالَ بِهِمَا بِدْعَةٌ مُحْدَثَةٌ فِيْ الْإِسْلَامِ وَهَكَذَا تَخْصِيْصُهُمَا بِشَيْءٍ مِنَ الْعِبَادَةِ بِدْعَةٌ مُنْكَرَةٌ 

Dari pendapat-pendapat ulama’ tadi anda dapat menyimpulkan bahwasanya tidak ada ketentuan apapun dari Rasulullah ataupun dari para shahabat tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban dan malam Jum’at pertama pada bulan Rajab. Dari sini kita tahu bahwa memperingati perayaan kedua malam tersebut adalah bid’ah yang diada-adakan dalam Islam, begitu pula pengkhususan dengan ibadah tentang adalah bid’ah mungkar”  (At Tahdzir minal bida’, hal. 15-16)

MENGHIFUPKAN MALAM NISHGU SYA'BAN YANG BENAR : 

Menghidupkan nishfu Sya’ban agar kita mendapatkan keutamaan malam tersebut berupa ampunan dan magfirah Allah adalah dengan menghindari kesyirikan dalam bentuk apapun baik syirik yang besar ataupun kecil, demikian juga hindari permusuhan dengan sesama saudara kita baik kerabat atau saudara kita seiman seislam, jauhi sifat iri dengki kepada sesam, hal ini sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Dari Abu Tsa’labah al Khusyani y ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

«إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ اطَّلَعَ اللَّهُ إِلَى خَلْقِهِ، فَيَغْفِرُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَيُمْلِي لِلْكَافِرِينَ، وَيَدَعُ أَهْلَ الْحِقْدِ لِحِقْدِهِمْ حَتَّى يَدَعُوهُ»

 “Apabila malam nishfu Sya’ban maka Allah memperhatikan para makhluk Nya, lalu akan mengampuni semua orang orang yang beriman, dan menangguhkan semua orang yang kafir dan membiarkan orang yang iri dengki karena sifat irinya tersebut sampai meninggalkannya” (HR Thabrani : 593, Ibnu Abi ‘Ashim, Al Baihaqi, Sya’bul Iman no 3832 dan dihasankan syaikh Al Albani, lihat Shahihul Jaami : 783, As Shahihah : 1144)

Dan dari Abu Musa Al Asy’ari, ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِى لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ 

“Sesungguhnya Allah akan memperhatikan (hamba hamba Nya) di malam Nishfu Sya'ban kemudian mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan dengan saudaranya.” (HR. Ibnu Majah : 1390, dishahihkan oleh syaikh Al Albani rahimahullah, lihat As Silsilah As Shahihah : 1144, Shahihul Jaami’ : 1819). 

Demikian juga menghidupkan nishfu sya’ban dengan memperbanyak ibadah puasa sunnah di bulan sya’ban ini secara umum, termasuk bagi mereka yang masih memiliki utang puasa ramadhan di waktu waktu lalu khususnya kaum hawa, hendaklah mengqadhanya di bulan ini sebelum datangnya bulan Ramadhan. 

Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata :

كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ، الشُّغْلُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَوْ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban karena kesibukan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR Muslim : 151).

Hadits ini menunjukan boleh seseorang untuk melakukan qadha puasa ramadhan walaupun di bulan sya’ban, akan tetapi yang utama untuk bersegera didalam urusan membayar utang apalagi ini menyangkut utang terhadap Allah. 

Adapun ada hadits yang melarang berpuasa kalau sudah lewat pertengahan sya’ban, seperti hadits ;

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلا تَصُومُوا 

“Jika sudah masuk pertengahan Sya’ban, janganlah berpuasa.” (HR. Abu Daud : 3237, At-Turmudzi : 738, dan Ibnu Majah : 1651; dinilai sahih oleh Al-Albani).
 
Maksud hadits ini adalah larangan berpuasa mutlak setelah datang pertengahan sya’ban. Sebagi dijelaskan oleh Al Munawi rahimahullah :

أَيْ يُحْرَمُ عَلَيْكُمْ اِبْتِدَاءُ الصَّوْمِ بِلَا سَبَبٍ حَتَّى يَكُوْنَ رَمَضَانَ

“Maksud hadis, terlarang bagi kalian untuk memulai puasa tanpa sebab (maksudnya puasa mutlak), sampai masuk bulan Ramadhan” (Faidhul Qadir, Al Munawi 1:304 : 494)

Adapun bagi yang sudah terbiasa melakukan puasa sunnah atau puasa qadha ramadhan maka di bolehkan untuk berpuasa walaupun lewat pertengahan sya’ban. 

Sebagaimana Nabi shalallahu alaihi wasallam  telah bersabda :

لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ 

Janganlah kalian mendahului ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari kecuali puasa yang sudah biasa dia lakukan” (HR Bukhari : 1914, Muslim : 1082)

Imam An Nawawi rahimahullah berkata :

قَالَ أَصْحَابُنَا لا يَصِحُّ صَوْمُ يَوْمِ الشَّكِّ عَنْ رَمَضَانَ بِلا خِلافٍ فَإِنْ صَامَهُ عَنْ قَضَاءٍ أَوْ نَذْرٍ أَوْ كَفَّارَةٍ أَجْزَأَهُ، لأَنَّهُ إذَا جَازَ أَنْ يَصُومَ فِيهِ تَطَوُّعًا لَهُ سَبَبٌ فَالْفَرْضُ أَوْلَى

Para ulama kami (syafi’iyyah) berkata tidak sah puasa pada hari ragu (yakni ramadhan sudah masuk atau belum) tanpa ada perbedaan pendapat para ulama, Adapun kalau puasa qadha, atau nadzar, atau kafarat maka boleh berpuasa (setelah lewat tengah sya’ban) karena kalau puasa yang sunnah saja di bolehkan (apabila sudah terbiasa) maka puasa yang sebabnya adalah wajib (seperti qadha, nadzar, dan kafarat) lebih utama lagi untuk bolehnya” (Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab 6/399).

Dan maksud larangan berpuasa kalau sudah masuk pertengahan sya’ban maksudnya kalau setelah pertengahan sya’ban baru mau memulai puasa, adapun kalau sudah berpuasa sebelum pertengahan sya’ban lalu nyambung berpuasa sampai melewati pertengahan sya’ban maka hal ini boleh. Sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu anaha, ia berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، يَصُومُ شَعْبَانَ إِلا قَلِيلا 

“Adalah Nabi shalallahu alaihi wasallam terkadang puasa sya’ban seluruhnya (banyak berpuasa), terkadang beliau tidak berpuasa di bulan sya’ban kecuali sedikit” (HR Bukhari : 1970, Muslim : 1156). 

Demikian bahasan singkat ini, semoga bermanfaat dan dapat tercerahkan, wallahu A'lam []