Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
"Tidaklah seorang Muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian hasil tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia atau binatang melainkan (tanaman tersebut) menjadi sedekah baginya."
(HR Bukhari dan Muslim)
Dalam kitab syarhul muhadzab karya imam An Nawawi (9/59), beliau berkata:
Al Mawardi berkata, “Pokok mata pencaharian ada tiga yaitu bercocok tanam, berniaga, dan produksi. Namun mana yang paling thayib ? Ada tiga pendapat. Yang paling sesuai madzhab syafii adalah berniaga.”
Al Mawardi berkata, “Yang paling bagus menurutku adalah bercocok tanam karena ia lebih mendekati tawakal. Demikian pula Asy Syasyi dan penulis kitab al bayan dan ulama lainnya berpendapat sama dengannya.”
Lalu imam An Nawawi membawakan hadits dari Ma’di karib dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam bersabda, “Tidaklah seseorang memakan makanan yang paling baik dari hasil usaha tangannya sendiri. Dan sesungguhnya nabi Dawud makan dari hasil usaha tangan sendiri.”
Imam Nawawi berkata, “Yang benar adalah yang ditunjukkan oleh hadits ini yaitu hasil usaha tangan sendiri. Jika ia seorang petani maka itu adalah mata pencaharian yang paling utama dan paling thayib dan juga lebih mendekati tawakal sebagaimana yang dikatakan oleh Al Mawardi. Dan juga terdapat manfaat umum untuk kaum muslimin bahkan untuk binatang. Dan pastinya akan dimakan tanpa ganti rugi (oleh serangga dsb) sehingga ia mendapatkan pahala.”
ustadz badrusalam lc