Syaikh Ibn Baz ditanya:
Apa hukum berfatwa berdasarkan taqlid? Bolehkah berfatwa tanpa proses istidlal (mengeluarkan hukum dari dalil) ?
Beliau menjawab:
Tidak boleh. Bahkan dia harus ber-istidlal dan melihat kepada dalil.
Kecuali jika tidak ada ulama mujtahid, maka ketika itu boleh taqlid dalam rangka darurat, jika dia di tempat atau negeri yang tidak ada ulamanya, dan tidak ditemukan ulama kecuali ulama madzhab Fulan, madzhab Abu Hanifah, madzhab Malik, madzhab Ahmad, maka ia berfatwa sesuai yang dia pahami dan dalam kondisi dia tidak mengetahui dalilnya.
Ini dibolehkan sebagaimana dikatakan sebagian ahli ilmu. Akan tetapi sebisa mungkin dia meneliti dan mencari kebenaran dengan dalil, ini yang wajib baginya.
Maksudnya, secara asalnya taqlid itu tidak boleh. Pada dasarnya, tidak boleh penuntut ilmu itu taqlid, bahkan hendaknya dia mencari dalil dan meneliti.
Adapun orang awam, maka cukup baginya BERTANYA pada ahli ilmu, dan wajib baginya untuk menerima apa yang difatwakan ahli ilmu tersebut kepadanya. Sebab dia bukan termasuk orang yang bisa meneliti. Kewajibannya hanyalah bertanya kepada ahli ilmu sebagaimana Allah firmankan:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu jika engkau tidak mengetahui" (QS An Nahl: 43)
Maka wajib baginya untuk bertanya, mempelajari, dan memegangnya.
Sedangkan penuntut ilmu, wajib baginya untuk meneliti dalil, dan sebisa mungkin tidak membiarkan dirinya untuk taqlid.
Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/2734/حكم-التقليد-في-الفتو
Ust Ristiyan Ragil