Diantara kompetensi dasar yang wajib dimiliki oleh setiap penuntut ilmu syar'i adalah penguasaan yang memadai terhadap Bahasa Ilmu. Yang dimaksud Bahasa Ilmu disini adalah:
#Pertama: Bahasa Arab dengan berbagai cabangnya. Syaikh Al Ahdal, dalam kitabnya "Al Kawakib Ad Durriyyah 'ala Mutammimah Al Ajurrumiyyah" menyebut ada dua belas cabang ilmu bahasa Arab.
#Kedua: Beragam Istilah dalam setiap bidangnya. Seperti istilah-istilah dalam Ulum al Quran, Hadis dan Ushulnya, Akidah, Fiqih dan Usulnya, serta yang lainnya.
Orang yang tidak menguasai atau mempelajari kompetensi dasar ini bukanlah penuntut ilmu syar'i yang sebenarnya. Sekalipun ia menghadiri dan menyimak kajian-kajian ilmu. Statusnya hanyalah orang awam yang membutuhkan ilmu-ilmu fardhu 'ain untuk melaksanakan kewajiban agamanya, serta orang yang cinta kepada ilmu dan ulama. Mudah-mudahan dengan sebab itu ia mendapat keselamatan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Penuntut ilmu syar'i kelak diharapkan menjadi ahli agama atau ulama yang memiliki otoritas untuk berbicara masalah-masalah agama, berfatwa, mengajar, berkhotbah, menjadi hakim dan posisi-posisi strategis lainnya yang dibutuhkan umat Islam. Tentu masing-masing dengan kapasitasnya.
Adapun orang awam (atau yang seperti awam dari para penuntut ilmu pemula), ia justru dituntut untuk banyak diam dan tidak memasuki ranah-ranah diatas. Baik di medsos maupun di kehidupan sosial secara langsung. Karena jika hal itu dilanggar, maka kekacauan yang akan terjadi.
Sebagai catatan, banyak orang yang tampil seakan pemilik otoritas dalam ilmu agama, padahal ia hanyalah orang awam. Kemampuan berkomunikasi, beretorika di meja kajian, merangkai kata di medsos, atau pengetahuan tentang sebagian dari permasalahan-permasalahan agama telah menjadikan orang-orang menyangka demikian.
Kita harus berhati-hati, bukan dalam hal menilai orang lain terlebih utama, akan tetapi menilai diri kita sendiri, siapa diri kita? Layakkah kita berbicara ini dan itu dalam urusan agama?
Allaahu a'lam.
Ustadz abu khaleed