Sabtu, 08 Agustus 2020

USHUL SUNNAH (12)Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata :

USHUL SUNNAH (12)

Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata :

والْحَدِيث عندنَا على ظَاهره كَمَا جَاءَ عَن النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم وَالْكَلَام فِيهِ بِدعَة وَلَكِن نؤمن بِهِ كَمَا جَاءَ على ظَاهره وَلَا نناظر فِيهِ أحدا
"dan hadits (tentang Nabi melihat Allah) menurut kami diberlakukan atas zhahirnya, sebagaimana datang dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan berbicara tentangnya adalah bid'ah, tidaklah kami, melainkan hanya beriman sebagaimana datang atas zhahirnya dan kami tidak berdebat tentangnya dengan seorang pun."

=================
Syarah :
DR. Ahmad bin 'Athiyyah al-Ghâmidiy  dalam mensyarah kitab al-Iqtishâd fî al-I'tiqâd karya Al-Imam Abdul Ghani al-Maqdisiy rahimahullah berkata :
يقول الإمام أبو بكر ابن خزيمة ـ رحمه الله ـ: أهل قبلتنا من الصحابة والتابعات والتابعين، ومن بعدهم إلى من شاهدنا من العلماء من أهل عصرنا، لم يختلفوا، ولم يشكوا، ولم يرتابوا أن جميع المؤمنين يرون خالقهم يوم القيامة عياناً، وإنما اختلف العلماء هل رأى النبي صلى الله عليه وسلم خالقه عز وجل قبل نزول المنية؟ التوحيد ص221.
"Al-Imam Abu Bakr bin Khuzaimah rahimahullah berkata : "ahlu kiblat kita dari kalangan sahabat, Tabi'at dan Tabi'in dan orang-orang setelah mereka yang kami telah menjumpai mereka dari kalangan ulama di berbagai negara, MEREKA SEMUANYA TIDAK BERBEDA PENDAPAT DAN TIDAK JUGA RAGU, bahwa seluruh kaum mukminin akan melihat Pencipta mereka pada hari kiamat dengan mata kepalanya masing-masing.
Hanyalah yang diperselisihkan oleh para ulama adalah apakah Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat Penciptanya Azza wa Jalla, sebelum maut menjemput Beliau?". -selesai-.

penulis (Abu Sa'id) bertanya kepada Syaikhunâ, Sulthan bin Abdillah al-Āmiriy hafizhahullah :
"Syaikhunâ, apa pendapat yang rajih terkait penglihatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Allah pada waktu peristiwa (Isra`) Mi'raj?.
Apakah ini termasuk permasalahan-permasalahan Ushul atau padanya terdapat perbedaan pendapat di kalangan salaf?.
جزاك الله خيرا

Asy-Syaikh Hafizhahullah menjawab :
"Pendapat yang rajih (yang kuat) -wallahu a'lam- bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak melihat Rabbnya (pada waktu itu). Para ulama meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

نُورٌ، أَنَّى أَرَاهُ
"Cahaya yang sesungguhnya aku lihat." (HR. Muslim).

Dalam lafazh lain (di shahih Muslim juga, pent.) :

رَأَيْتُ نُورًا
"aku melihat cahaya."

Permasalahan ini bukanlah masalah Ushul, ini adalah far'iyyah (cabang) yang berada dalam pembahasan ushul. Permasalahan dalam aqidah itu ada 2 jenis yaitu : 
√ permasalahan ushul, seperti : melihat Allah pada hari kiamat, kekalnya surga, Mizan, al-Haudh, ash-Shirâth, Azab dan Nikmat kubur, ini adalah masalah Ushul.
√ adapun permasalah cabang, seperti : apakah Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat Rabbnya pada waktu Isra`-Mi'raj, pertanyaan fitnah kubur apakah dengan bahasa arab atau bukan, begitu seperti al-Mizan apa saja yang ditimbang yang terdapat padanya perbedaan pendapat, ini adalah masalah-masalah cabang didalam pembahasan ushul aqidah." -selesai-.

Al-Imam Ahmad sebelumnya membawakan riwayat-riwayat terkait penglihatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam di dunia kepada Rabbnya, riwayat Ikrimah dan al-Hakam bin Abân dari Shahabi jalîl Ibnu Abbas radhiyallahu anhu yang menunjukkan secara mutlak bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat Rabbnya dan pada riwayatnya Ali bin Zaid dari Yusuf bin Mihrân dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu ada taqyîdnya yaitu Nabi melihatnya dengan hatinya. Dalam kaedah ushul fiqih, lafazh yang mutlak dibawa kepada yang muqayyad, sehingga dalam hal ini al-Imam Ahmad rahimahullah seolah-olah mengisyaratkan bahwa yang rajih dalam masalah ini adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak melihat Rabbnya secara langsung dengan mata kepalanya, tapi dengan mata batinnya. Hal ini memungkin saja sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga pernah bermimpi melihat Rabbnya dalam alam mimpinya, diriwayatkan juga oleh Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhumâ yang berkata :

أَتَانِي اللَّيْلَةَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ - قَالَ : أَحْسَبُهُ فِي الْمَنَامِ -
"Pada malam ini, Rabbku Tabâraka wa Ta'âlâ mendatangiku dalam bentuk yang sangat indah -kata Ibnu Abbas, aku menduganya dalam mimpi -.....". (HR. Timidzi, dishahihkan oleh al-Albani).

Adapun tambahan bahwa Rabbnya dalam wujud seorang pemuda, maka ini adalah tambahan mungkar yang dinilai oleh Imam ibnul Jauzi dalam "al-illal" sebagai hadits yang tidak shahih.

Kembali kepada pembahasan penglihatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Rabbnya di dunia dalam kondisi terjaga, maka telah dijelaskan secara memuaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam "Majmu al-Fatawâ" (VI/509-510) :
"Adapun penglihatan diatas, maka yang tsabit dalam hadits Shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu adalah ucapan beliau :
رَأَى مُحَمَّدٌ رَبَّهُ بِفُؤَادِهِ مَرَّتَيْن
"Muhammad shallallahu alaihi wa sallam melihat Rabbnya dengan hatinya sebanyak dua kali."
Lalu Aisyah radhiyallahu anhâ mengingkari ru`yah ini. 

Sebagian ulama ada yang mengkompromikan hal ini, maka mereka berkata, Aisyah mengingkari ru`yah dengan mata kepala, sedangkan Ibnu Abbas menetapkan ru`yah dengan hati. Lafazh-lafazh hadits yang tsabit dari Ibnu Abbas adalah secara mutlak atau secara muqayyad dengan hati, terkadang beliau mengatakan, "Muhammad melihat Rabbnya", terkadang juga beliau mengatakan, "Muhammad melihatnya". Tidak tsabit dari Ibnu Abbas lafazh yang sharih (gamblang) bahwa Nabi melihatnya dengan kedua matanya.
Demikian juga al-Imam Ahmad, terkadang beliau memutlakkan ru`yah dan terkadang beliau mengatakan, "Nabi melihatnya dengan hati". Tidak ada seorang pun yang menukil bahwa Ahmad berkata, "Nabi melihatnya dengan dua matanya". Namun sekelompok Ashabnya, ketika mereka mendengar sebagian ucapan al-Imam Ahmad yang mutlak, lantas mereka memahaminya bahwa beliau berpendapat penglihatan tersebut dengan mata, sebagaimana orang yang mendengar ucapan mutlak Ibnu Abbas, lantas mereka memahami bahwa beliau berpendapat penglihatan dengan mata. 
Tidak ada dalil yang berkonsekuensi bahwa Beliau melihatnya dengan kedua matanya dan tidak valid juga dari salah seorang sahabat pun tidak juga dalam al-Kitab dan as-Sunnah yang menunjukkan hal tersebut. Namun nash-nash yang shahih malah menafikan seperti apa yang aku kemukakan, sebagaimana dalam Shahih Muslim dari Abu Dzar radhiyallahu anhu bahwa beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :
هَلْ رَأَيْت رَبَّك؟ فَقَالَ: نُورٌ أَنَّى أَرَاه
"Apakah engkau melihat Rabbmu?"
Nabi menjawab : "cahaya sesungguhnya yang aku lihat."

Sampai ucapan beliau :
وَاتِّفَاقِ سَلَفِ الْأُمَّةِ أَنَّهُ لَا يَرَى اللَّهَ أَحَدٌ فِي الدُّنْيَا بِعَيْنِهِ إلَّا مَا نَازَعَ فِيهِ بَعْضُهُمْ مِنْ رُؤْيَةِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَاصَّةً
"Para Salaful Ummat telah bersepakat bahwa Allah tidak akan dilihat oleh seorang pun di dunia dengan kedua matanya, kecuali yang sebagian mereka berbeda pendapat terkait penglihatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam secara khusus." -selesai-.

Abu Sa'id Neno Triyono