Tidak mungkin ada zohir dari kalam Allah dan Rasul-Nya -shalallahu ‘alaihi wa salam- menyamakan Allah dg makhluk...
Akan tetapi memahami bahwa nash-nash sifat Allah zohirnya menyerupai makhluk lalu mereka mentakwilnya dg alasan tsb, pada akhirnya makna takwil yg mereka pakai juga terdapat pada makhluk...
Seperti contoh mentakwil sifat istiwaa’ Allah dengan istiilaa’, mereka mentakwil istiwaa’ takut akan jatuh pada faham tasybiih (menyerupakan Allah dengan makhluk)...
Lalu mereka pilih makna istilaa’, pada hal makhluk juga memiliki sifat istiilaa’...
Lalu diakhir mereka akan katakan istiilaa’ Allah tidak sama dg istiilaa’ makhluk...
Mengapa tidak dari awal aja mereka mengatakan: bahwa istiwaa’ Allah tidak sama dg istiwaa’ makhluk...?
Ustadz Dr Ali Musri semjan putra Ma hafidahullah