Jumat, 02 Agustus 2019

HARTA ANAK MILIK SANG AYAH ?

HARTA ANAK MILIK SANG AYAH ?

Apakah maksud dari hadits Nabi Shallalahu ‘alaihi wasallam : “Dirimu dan hartamu adalah milik Ayahmu.” ?

Jawab :

Hadits ini adalah hadits yang diriwayatkan dari hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, bahwa seorang shahabat berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalla : “Sesungguhnya ayahku berkehendak untuk mengambil hartaku.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَنْتَ وَمَالُكَ لأَبِيكَ

“Dirimu dan hartamu adalah milik/boleh bagi ayahmu.”
Diriwaatkan oleh Ibnu Majah (2291), Ibnu Hibban di dalam ash-Shahih 2/142. Sementara Imam Ahmad di dalam al-Musnd no. 6902 meriwayatkannya dari hadits Abdullah bin ‘Amru radhiallahu ‘anhu.

Dan juga beliau meriwayatkannya dari jalan Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa seorang laki-laki arab badui menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata : “Sesugguhnya bapakku berkeinginan mengambil hartaku.”

أَنْتَ وَمَالُكَ لِوَالِدِكَ إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ وَإِنَّ أَمْوَالَ أَوْلَادِكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ فَكُلُوهُ هَنِيئًا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Engkau dan hartamu dibolehkan bagi ayahmu. Sesungguhnya yang terbaik yang engkau makan adalah hasil usahamu. Dan sesungguhnya harta anak-anakmu adalah bagian dari usahamu, maka makanlah darinya
Terdapat beberapa jalan-jalan penguat lainnya disebutkan di dalam Fathul Bari 5/211 dan Nashbur-Rayah 3/337.

Hadits ini menerangkan bahwa harta yang menjadi milik si anak, boleh bagi ayahnya mengambil dari harta tersebut. Al-‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan :

“Huruf (al-laam) yang terdapat pada hadits ini tidak menunjukkan makna (memiliki). Dan bagi yang berpendapat bahwa maknanya adalah kebolehan, dia lebih sepadan dengan hadits tersebut. Jika tidak demikian, faidah dan kandugan hadits akan tertiadakan.” (A’lam al-Muwaqqi’in 1/116)

Di antaranya yang menunjukkan bahwa maknanya adalah kebolehan dan tidak berarti memiliki seluruhnya, bahwa ahli waris dari si anak, adalah anak-anak keturunannya dan juga istrinya. Sekiranya harta tersebut menjadi milik si ayah, maka niscaya harta si anak tidak akan diambil kecuali oleh ayahnya semata.

Imam asy-Syafi’I menyebutkan :

“… karena tatkala Allah ta’ala menentukan kadar faradh warisan ayah dari harta anaknya, Allah menempatkan si ayah sebagaimana ahli waris lainnya. Dan terkadang si ayah akan mendapatkan bagian warisan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan ahli waris lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa seorang anak memiliki hartanya bukan milik selainnya.” (ar-Risalah hal. 468)

Apakah seorang Ayah dibolehkan untuk mengambil harta si anak sesuai keinginan si Ayah ?

Pendapat yang terkuat tidaklah demikian. Al-Khaththbi di dalam Ma’alim as-Sunan menyebutkan,

“Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : (Engkau dan harta bagi Ayahmu), dalam arti bahwa jika si ayah membutuhkan hartamu, dia boleh mengambilnya ssuai dengan kadar kebutuhannya. Dan bilamana engkau tidak memiliki harta dan engkau memiliki pekerjaan, diharuskan bagimu untuk berupaya dan memberi nafkah kepada ayahmu. Adapun jika ditafsirkan bahwa maknanya kebolehan harta si anak bagi si ayah hingga menghabiskan harta si anak tersebut, dia si ayah mengamburkan dan menyia-nyiakannya, tidaklah saya mengetahui ada seorang alim yang berpendapat seperti itu.”

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menerangkan kandungan hadits di atas, beliau berkata :

“Hadits ini adalah hadits yang tidaklah dha’if berdasar pada banyaknya penguat. Makna hadits itu bahwa seseorang apabila memiliki harta, maka ayahnya dilapangkan baginya harta ini, dan boleh bagi si ayah untuk mengambil harta si anak dalam kadar yang dia inginkan akan tetapi dengan memperhatikan beberapa syarat :

Pertama : Dalam mengmabil harta si anak, tidak sampai mendatangkan mudharat bagi si anak. Jika kemudian terdapat mudharta bagi si anak maka hal tersebut tidak diperbolehkan.

Kedua : Harta tesebut tidak berkaitan dengan kebutuhan urgen si anak.

Ketiga : Si ayah tidak diperkenankan mengambil harta salahs eorang anaknya lalu diberikan kepada anaknya yang lain, karena hal tersebut akan menimbulkan permusuhan diantara sesama anak-anaknya.
(Dikutip secara ringkas dari Fatawa Islamiyah 4/108-109)

Keempat : Bahwa si ayah dalam mengambil harta si anak diperbolehkan jika si ayah dalam keadaan membutuhkannya.
Sebagaimana disebutkan di dalam hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ;

إن أولادكم هبة الله لكم يهب لمن يشاء إناثاً ويهب لمن يشاء الذكور فهم وأموالهم لكم إذا احتجتم إليها .

Sesungguhnya anak-anak kalian adalah hibah dari Allah bagi kalian. Allah ta’ala memberikan bagi siapa saja yang Dia kehendaki anak-anak wanita maupun laki-laki. Mereka adalah harta kalian apabila kalian membutuhkannya.”
(Diriwayatkan oleh al-Hakim 2/284 dan al-Baihaqi 7/480)

Ustadz rishky Ar Manarul ilmi