Selasa, 15 Juni 2021

PENGIKUT SUNNAH MELARANG WANITA KE MASJID?

PENGIKUT SUNNAH MELARANG WANITA KE MASJID?

Kedustaan yang paling besar di tahun 1442 ini adalah yang mengatakan orang-orang yang komitmen ikut sunnah Nabi melarang para wanita ke masjid. 

Allahul musta'an, andaikan orang yang berkata demikian punya akhlak sedikit saja, tidak akan nekad buat kedustaan seperti itu. Karena jujur itu akhlak paling mendasar. Dan perkataan ini jelas halusinasi tingkat tinggi.

Tidak pernah saya mendengar satu patah kata pun dari para ulama sunnah, ustadz sunnah, atau ikhwah yang ikut sunnah bahwa mereka melarang para wanita ke masjid. 

Bahkan saya yakin para ulama dan ustadz sunnah sudah hafal di luar kepala hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

لا تَمْنَعُوا إِماءَ اللهِ مساجِدَ اللهِ

“Jangan kalian larang para wanita hamba Allah untuk pergi ke masjid Allah” (HR. Bukhari no. 900, Muslim no. 442).

Dan banyak sekali masjid-masjid yang dikelola para ikhwah pengikut sunnah yang mengakomodir tempat untuk akhwat, bahkan menyediakan fasilitas lengkap, juga menyediakan kajian-kajian ilmiah untuk akhwat di masjid tersebut.

Jadi jelas ini kedustaan yang keji. 

Namun, yang ada pada realita adalah salah satu dari dua kemungkinan:

1. Sebagian pondok yang masjidnya tidak ada tempat untuk akhwat
Kalau ini memang ada. Tentunya karena banyak faktor dan banyak kemungkinan:
* Santrinya semua laki-laki, atau
* Santri akhwat shalat di asrama agar tidak ikhtilath dengan santri ikhwan, atau
* Santri akhwat ada masjid sendiri, atau
* Kapasitas masjid terbatas, jama'ah jumlahnya banyak dan mayoritas laki-laki
* Kapasitas masjid terbatas, sedangkan tidak banyak wanita yang ingin ke masjid
dan kemungkinan-kemungkinan lainnya

Dan semua kemungkinan ini sah saja dan wajar saja, terutama bagi yang sudah paham bahwa wanita memang tidak diwajibkan ke masjid.

2. Sebagian suami yang melarang istrinya ke masjid, atau ayah yang melarang anak wanitanya ke masjid 

Kalau ini, memang ada dan boleh-boleh saja jika ada maslahat atau untuk mencegah mudharat. 

Karena hadits yang melarang untuk mencegah wanita ke masjid, disyaratkan jika mereka sudah diizinkan oleh suaminya atau walinya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمْ الْمَسَاجِدَ إِذَا اسْتَأْذَنَّكُمْ إِلَيْهَا

“Jangan kalian larang istri-istri kalian untuk pergi ke masjid, jika mereka telah minta izin kepada kalian” (HR. Muslim no. 442).

Jika suaminya atau ayahnya tidak izinkan, maka boleh dilarang. 

Rasulullah sendiri melarang wanita ke masjid jika menimbulkan mudharat. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أيُّما امرأةٍ أصابت بَخورًا، فلا تشهَدْ معنا العِشاءَ الآخرةَ

“Wanita manapun yang terkena bakhur (semacam tumbuhan untuk wewangian) maka jangan mendatangi shalat Isya bersama kami di masjid” (HR. Muslim no. 444).

Maka boleh saja melarang istri atau anak perempuan ke masjid jika ada mudharat seperti:
* rawan timbul fitnah (godaan) terhadap lawan jenisnya
* tersingkap auratnya
* ikhtilath (campur baur dengan lawan jenis)
dan mudharat lainnya.

Selain itu, berangkatnya wanita ke masjid hukumnya boleh, tidak wajib. Di sisi lain, wanita wajib taat kepada suaminya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (HR. Ibnu Hibban no. 4163. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih at Targhib no.2411).

Oleh karena itu dalam perkara yang tidak wajib, dan terkait dengan hak-hak suami, maka istri wajib taat kepada suami walaupun istri punya pandangan yang berbeda. Ibnu Qudamah mengatakan:

وله منعها من الخروج إلى حج التطوع والإحرام به بغير خلاف ، قال ابن المنذر : أجمع كل من نحفظ قوله من أهل العلم على أن للرجل منع زوجته من الخروج إلى حج التطوع .
ولأنه تطوع يفوِّت حق زوجها ، فكان لزوجها منعها منه

“Suami boleh melarang istrinya untuk berangkat haji tathawwu‘ (sunnah) dan ihram, ini tanpa ada khilaf di antara ulama. Ibnul Mundzir mengatakan: para ulama yang kami ingat pendapatnya telah sepakat bahwa suami boleh melarang istrinya berangkat haji tathawwu’ karena ini adalah amalan tathawwu’ (sunnah) yang bisa melalaikan hak suami. Maka boleh suami melarang istrinya untuk melakukannya” (Al Mughni, 3/572).

Bahkan sudah jelas bahwa shalat wanita di rumahnya itu lebih utama. Dalam hadits Ummu Humaid radhiallahu’anha, beliau berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُحِبُّ الصَّلاةَ مَعَكَ قَالَ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلاةَ مَعِي وَصَلاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ وَصَلاتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاتِكِ فِي دَارِكِ وَصَلاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِي

“Wahai Rasulullah, saya ingin shalat bersama anda.” Maka Nabi menjawab: “Aku sudah tahu bahwa engkau ingin shalat bersamaku, namun shalatmu di kamar tempatmu tidur lebih baik daripada shalatmu di kamarmu. Shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di ruang tengah rumahmu. Shalatmu di ruang tengah rumahmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kampungmu. Dan shalatmu di masjid kampungmu, lebih baik daripada shalatmu di masjidku ini” (HR. Ibnu Hibban no. 2217, Ibnu Khuzaimah no. 1689, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Khuzaimah).

'ala kulli haal, suami boleh saja melarang istrinya ke masjid dan ayah boleh saja melarang anak wanitanya ke masjid jika ada maslahat atau mencegah mudharat.

Akhir kata, jangan terkecoh dengan dusta dan halu yang disebutkan di atas. Jauhi orang-orang yang suka menyebarkan syubhat murahan demikian. Semoga Allah memberi hidayah.

Join channel telegram @fawaid_kangaswad