Selasa, 15 Juni 2021

HUTANG DAN PERMUSUHAN

HUTANG DAN PERMUSUHAN 

Berhutang itu di dalam islam diperbolehkan kalau memang ada kebutuhan yang mendesak, dimana pada waktu itu tidak ada sediki pun uang atau sesuatu yang bisa dijual atau digadaikan untuk memenuhi kebutuhannya. 

Namun walaupun demikian, seseorang tidak boleh bermudah-mudahan dalam berhutang. Karena orang yang memilki hutang, dipastikan hidupnya tidak tenang, sedih dan susah, apalagi sudah dekat jatuh tempo untuk melunasinya. 

Hutang piutang pun sering menjadi penyebab terjadinya perselisihan, pertengkaran dan permusuhan. 

Dan juga orang yang memiliki hutang, yang  tidak sempat membayar utangnya di dunia, maka nanti di akhirat akan diambil pahala kebaikan-kebaikannya oleh orang yang menghutangi. 

Oleh karena itulah, bertekadlah, berusahalah dan beritikad baiklah untuk melunasi hutangnya, jangan sampai menjadi orang yang bangkrut di akhirat. 

Umar bin al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu berkata:

إِيَّاكُمْ وَالدَّيْنَ فَإِنَّ أَوَّلَهُ هَمٌّ وَآخِرَهُ حَرْبٌ. رواه مالك في الموطأ ٢٢٣٩

Hati-hatilah kalian dari berutang, maka sesungguhnya awalnya adalah kesedihan (kesusahan) dan akhirnya adalah peperangan (permusuhan). (Riwayat Imam Malik - Al Muwaththa 2239).

Berkata Ibnu Umar radhiyallahu anhuma :

يا حمران ! اتق الله ولا تمت وعليك دين ، فيؤخذ من حسناتك ، لا دينار ثَمَّ ولا درهم 

Ya Humron, bertakwalah (takutlah) kepada Allah, janganlah kamu mati dan dirimu memiliki utang, maka (di akhirat nanti) akan diambil kebaikan-kebaikanmu. (pada waktu itu) tidak ada gunanya dinar dan dirham disana. (Riwayat Mushannaf Abdul Rozzak 3/57).

Bagi yang menghutangkan hendaklah mengingatkan kepada yang berhutang untuk membayar hutangnya dengan baik, tidak berlaku kasar atau mengintimidasi. 

Dan yang ditagihpun harus bersikap baik, jangan menghindar atau jangan bersikap galak dan beringas. Sampaikan permintaan maafnya kalau memang belum punya uang dan dalam keadaan kesulitan untuk membayar hutangnya. Jangan berdusta dan tidak berkata jujur. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ طَلَبَ حَقًّا فَلْيَطْلُبْهُ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ

“Siapa saja yang ingin meminta haknya, hendaklah dia meminta dengan cara yang baik baik pada orang yang mau menunaikan ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 1965. Hadist shohih).

Sebaliknya juga yang menghutangkan kalau betul dan memang demikian keadaan orang yang dihutangi (dalam keadaan kesusahan dan tidak ada harta lagi yang bisa dijual untuk melunasi hutangnya), maka berilah tangguh kembali dan lebih baik lagi kalau membebaskan utangnya. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ

“Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah (di alam mahsyar nanti) .” (HR. Muslim). 

AFM