BOLEHKAH ISTIRJA’ UNTUK KEMATIAN ORANG KAFIR ?
Syaikh Ihsan bin Muhammad al-Utaibiy -hafizhahullah-:
Adapun terkait dengan hilangnya orang kafir dan kematiannya: maka istirja’ (mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”) tidaklah diperbolehkan, karena seorang muslim bergembira dengan kematian orang-orang kafir yang membuat kerusakan di muka bumi.
Mengapa seseorang harus bersedih atas kematian seorang hamba yang dimurkai, yang wafat dalam keadaan kafir, dan nasib akhirnya adalah ke neraka? Maka kematiannya bukanlah musibah, bahkan seharusnya menjadi kegembiraan bagi seorang muslim.
Dari Ibnu Umar, Nabi ﷺ bersabda:
حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّرْهُ بِالنَّارِ
“Di mana saja engkau melewati kuburan orang kafir, maka kabarkanlah kepadanya kabar gembira dengan neraka.” (HR. Ibnu Majah no. 1573).
Hadis ini dinyatakan sahih oleh Al-Bushiri dalam Az-Zawa’id, dan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (no. 18).
Syaikh Al-Albani -rahimahullah- berkata:
Dalam hadis ini terdapat faidah penting yang telah dilalaikan oleh mayoritas kitab-kitab fikih, yaitu disyariatkannya memberitakan kepada orang kafir tentang (ancaman) neraka ketika melewati kuburannya.
Tidak samar bahwa dalam pensyariatan ini terdapat penggugah bagi seorang mukmin dan peringatan akan besarnya dosa orang kafir itu, karena ia telah melakukan dosa besar yang semua dosa dunia seandainya dikumpulkan tetap lebih ringan dibandingkan dengannya, yaitu kekufuran kepada Allah ﷻ dan kesyirikan kepada-Nya.
Allah telah menunjukkan besarnya kemurkaan-Nya terhadap dosa ini dengan mengecualikannya dari ampunan, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya, dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisa’ : 48 dan 116).
Karena itu Nabi ﷺ bersabda:
أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ
“Dosa paling besar adalah engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” (Muttafaqun ’alaih).
**********
Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- berkata:
“Apabila orang kafir meninggal dunia, maka tidak mengapa kita mengucapkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ dan ‘Alhamdulillah’, meskipun ia bukan dari kerabatmu; karena seluruh manusia akan kembali kepada Allah, dan seluruh manusia adalah milik Allah. Maka tidak mengapa dengan hal ini.” (Selesai dari Fatawa Nur ’ala ad-Darb hal. 375).
*********
Kesimpulan:
[1] Kalau istirja’ (“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”) diucapkan bukan karena belas kasihan, bukan karena merasa kehilangan, tetapi hanya sebagai pengakuan bahwa semua makhluk milik Allah, maka tidak masalah (seperti dalam fatwa Syaikh Ibnu Baz).
[2] Tetapi kalau istirja’ diucapkan karena bersedih atas kematian orang kafir, maka ini tidak benar, karena tidak patut bersedih atas kematian musuh-musuh Allah (seperti yang dijelaskan oleh Syaikh Ihsan al-Utaibiy).
Ustadz didik suyadi