Selasa, 26 September 2023

Apakah Kita Angkat Tangan Saat Hendak Sujud?

Apakah Kita Angkat Tangan Saat Hendak Sujud?

‎أولا :
‎روى البخاري (735) ، ومسلم (390) عن ابن عمر : " أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ ، وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا كَذَلِكَ أَيْضًا وَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ، وَكَانَ لَا يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي السُّجُودِ )
.

PERTAMA

Al-Bukhari (735) dan Muslim (390) meriwayatkan dari Ibnu Umar: “Nabi shallallahu alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya selurus kedua bahunya jika mengawali shalat. Jika takbir untuk ruku’ dan jika mengangkat kepala dari ruku’ beliau mengangkat keduanya (tangannya -ed) juga sembari mengatakan “sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamd”. Beliau tidak melakukan itu (mengangkat tangan -ed) saat bersujud.”

‎وروى البخاري (739) عَنْ نَافِعٍ : " أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ إِذَا دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ كَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ ، وَإِذَا رَكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ ، وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ ، وَإِذَا قَامَ مِنْ الرَّكْعَتَيْنِ رَفَعَ يَدَيْهِ ، وَرَفَعَ ذَلِكَ ابْنُ عُمَرَ إِلَى نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " .

Al-Bukhari (739) meriwayatkan dari Nafi’: “Ibnu Umar, ketika memulai shalat, bertakbir dan mengangkat kedua tangannya. Jika ruku’, ia mengangkat kedua tangannya. Ketika mengucapkan sami’allahu liman hamidah, ia mengangkat kedua tangannya. Ketika bangkit dari dua raka’at pertama, ia mengangkat kedua tangannya. Ibnu Umar me-marfu’-kan ini (menyandarkan ini -ed) kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”

‎" فَاتَّفَقَ الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ عَلَى مَشْرُوعِيَّةِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ عِنْدَ الرُّكُوعِ وَالرَّفْعِ مِنْهُ ، وَأَنَّهُ مِنْ سُنَنِ الصَّلاَةِ ، وَقَال السُّيُوطِيُّ : الرَّفْعُ ثَابِتٌ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ رِوَايَةِ خَمْسِينَ صَحَابِيًّا 
‎وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يُنْدَبُ رَفْعُ الْيَدَيْنِ عِنْدَ الْقِيَامِ مِنَ التَّشَهُّدِ لِلرَّكْعَةِ الثَّالِثَةِ ، وَهِيَ رِوَايَةٌ عَنِ الإْمَامِ أَحْمَدَ " انتهى من " الموسوعة الفقهية " 27/95)

“Asy-Syafi’iyah dan Hanabilah selaras tentang disyariatkan mengangkat kedua tangan ketika ruku’, bangkit dari ruku’, dan bhw keduanya termasuk sunnah dalam shalat. As-Suyuthi mengatakan: “Mengangkat kedua tangan valid dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dan bersumber dari 50 sahabat.” Asy-Syafi’iyah berpendapat dianjurkan mengangkat kedua tangan saat bangun dari tasyahhud menuju rakaat ketiga, dan ini adalah riwayat dari Ahmad.” [Al-Mausu’ah al-Fqihiyyah (27/95)]

‎قال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله :
‎" مواضع رَفْع اليدين أربعة :
‎عند تكبيرة الإحرام ، وعند الرُّكوعِ ، وعند الرَّفْعِ منه ، وإذا قام من التشهُّدِ الأول " .
‎انتهى من " الشرح الممتع " (3 /214) .
‎راجع جواب السؤال رقم : (3267) .

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin mengatakan:

“Posisi mengangkat kedua tangan ada 4: saat takbiratul ihram, saat ruku’, saat bangkit dari ruku’ dan saat bangkit dari tasyahhud pertama.” [Asy-Syarh al-Mumti’, 3/214]

‎تنبيه : ما نسب في "الموسوعة الفقهية" ، إلى الشافعية من استحباب رفع اليدين عن القيام من التشهد للركعة الثالثة : غير صحيح ، فالمشهور من المذهب ، وعليه أكثر الأصحاب : أنه لا يرفع اليدين إلا في تكبيرة الإحرام ، والركوع ، والرفع منه .ينظر : " المجموع شرح المهذب " للنووي (3/425) .

Catatan: 

Penisbatan terhadap Syafi’iyah dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah terkait disunnahkan mengangkat kedua tangan dari tasyahhud pertama menuju rakaat ketiga tidaklah benar. Yang masyhur dalam madzhab asy-Syafi’i, dan inilah pendapat mayoritas ulama syafi’iyah, adalah tidak ada angkat tangan kecuali pada takbiratul ihram, ruku’ dan bangkit dari ruku’. [Lihat al-Majmu’ Syarh al-Muhaddzab karya an-Nawawi 3/425]

‎ثانيا :روى البخاري (737) ، ومسلم (391) - واللفظ له - عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ : " أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا كَبَّرَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا أُذُنَيْهِ ، وَإِذَا رَكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا أُذُنَيْهِ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ " .

KEDUA

Bukhari (737) dan Muslim (391) -dengan lafadz Muslim- meriwayatkan dari Malik bin al-Huwairits: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam jika bertakbir, mengangkat kedua tangannya hingga kedua tanggan sejajar dengan kedua telinganya. Jika ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya hingga kedua tanggan sejajar dengan kedua telinganya. Jika mengangkat kepalanya dari ruku’, beliau mengucapkan sami’allahu liman hamidah, dan melakukan seperti tadi (mengankat kedua tangannya -ed).

ورواه النسائي (1085) وزاد : " وَإِذَا سَجَدَ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ السُّجُودِ ، حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا فُرُوعَ أُذُنَيْهِ " وصححه الألباني في "صحيح النسائي" .

Diriwayatkan an-Nasai (1085) dengan tambahan: “Jika sujud dan jika mengangkat kepala dari sujud hingga kedua tangan beliau sejajar dengan dau telinga beliau.” (Dishahihkan al-Albani dalam Shahih an-Nasa’iy)

قال الحافظ ابن حجر رحمه الله :" وأصح ما وقفت عليه من الأحاديث في الرفع في السجود ما رواه النسائي ... " ثم ذكر هذا الحديث .

Al-Hafidz Ibnu Hajar:

“Hadits tentang mengangkat tangan ketika sujud yang paling shahih adalah riwayat an-Nasa’i, -kemudian beliau menyebutkan hadits yang dimaksud-.

ورواه أحمد (20014) ولفظه : عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حِيَالَ فُرُوعِ أُذُنَيْهِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ " . وروى ابن أبي شيبة (2449) عَنْ أَنَسٍ " أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ " وصححه الألباني في " الإرواء " (2/68) .

Ahmad meriwayatkan (20014) dengan lafadz: “Dari Malik bin al-Huwairits: “Nabi shallallahu alaihi wasallam mengangkat kedua tangan sejajar daun telinga saat ruku dan sujud.””

Ibnu Syaibah (2449) dari Anas: “Nabi shallallahu alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya saat ruku’ dan sujud.” [Dishahihkan al-Albani dalam al-Irwa’ (2/68)

‎فاختلف العلماء في الجمع بين حديث ابن عمر الذي ينفي فيه الرفع في السجود ، وبين حديث مالك بن الحويرث ، وحديث أنس ، وما روي في معناهما مما يفيد الرفع في السجود :

Dengan ini para ulama berselisih pandang dalam mengkompromikan hadits Ibnu Umar yang mengandung penapian mengangkat tangan saat sujud dengan hadits Malik bin al-Huwairits dan hadits Anas serta hadits lain senada yang menyebutkan adanya angkat tangan saat sujud.

‎- فذهب بعضهم إلى أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يرفع أحيانا ، ولكن كان أكثر حاله على عدم الرفع .وقد ذكر ابن رجب رحمه الله بعض الروايات التي فيها الرفع في السجود ثم قال : " ويجاب عن هذه الروايات كلها ، على تقدير أن يكون ذكر الرفع فيها محفوظا، ولم يكن قد اشتبه بذكر التكبير بالرفع = بأن مالك بن الحويرث ، ووائل بن حجر : لم يكونا من أهل المدينة ، وإنما كانا قد قدما إليها مرة أو مرتين ، فلعلهما رأيا النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فعل ذَلِكَ مرة ، وقد عارض ذَلِكَ نفي ابن عمر، مع ملازمته للنبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وشدة حرصه على حفظ أفعاله واقتدائه به فيها ، فهذا يدل على أن أكثر أمر النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كانَ ترك الرفع فيما عدا المواضع الثلاثة والقيام من الركعتين ، وقد روي في الرفع عندَ السجود وغيره أحاديث معلولة " .انتهى من "فتح الباري" لابن رجب (6/ 354)

Sebagian ulama berpendapat bhw Nabi shallallahu alaihi wasallam mengangkat tangan -ketika sujud- sesekali namun dominan perbuatan beliau adalah tidak mengangkat tangan.

Ibnu Rajab menyebutkan sebagian riwayat yang mengandung berita adanya angkat tangan saat sujud lalu berkata:

“Terkait riwayat-riwayat ini semuanya, jawabannya, hadits yang menyebutkan angkat tangan adalah mahfudz …. Malik bin al-Huwairits dan Wail bin Hujr bukan termasuk penduduk Madinah. Keduanya berkunjung ke Madinah sekali atau dua kali. Sehingga keduanya, sepertinya melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam melakukan hal itu (angkat tangan saat sujud -ed) dan itu bertentangan dengan penafian Ibnu Umar yang selalu melazimi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan amat gigih menjaga penerapan praktek dan keteladan terhadap Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam hal ini. Ini menunjukkan bhw mayoritas praktek Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah tidak angkat tangan pada selain tiga kondisi plus bangkit dari rakaat kedua. Diriwayatkan pula terkait angkat tangan saat sujud sejumlah hadits mengandung cacat.” [Fath al-Bari karya Ibnu Rajab, 6/354]

وقال السندي رحمه الله :" الظَّاهِر أَنَّهُ كَانَ يَفْعَل ذَلِكَ أَحْيَانًا وَيَتْرُك أَحْيَانًا ، لَكِنَّ غَالِب الْعُلَمَاء عَلَى تَرْك الرَّفْع وَقْت السُّجُود ، وَكَأَنَّهُمْ أَخَذُوا بِذَلِكَ بِنَاء عَلَى أَنَّ الْأَصْل هُوَ الْعَدَم ، فَحِين تَعَارَضَتْ رِوَايَتَا الْفِعْل وَالتَّرْك : أَخَذُوا بِالْأَصْلِ . وَاللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ " انتهى .

As-Sindi mengatakan:

“Yang dzhahir adalah beliau shallallahu alaihi wasallam mengangkat tangan saat sujud terkadang dan terkadang tidak melakukannya. Namun mayoritas ulama berpendapat tidak mengangkat tangan saat sujud. Sepertinya para ulama termasuk berpandangan demikan berdasarkan hukum asal yaitu tidak adanya -angkat tangah. Karena itu ketika dua riwayat yang menyebutkan ada angkat tangan dan tidak ada angkat tangan, mereka memilih hukum asal.”

‎- وذهب الأكثرون إلى ترجيح عدم الرفع ؛ لأنه المحفوظ رواية ودراية ، وحكموا على روايات الرفع بالشذوذ ، وأن الراوي أخطأ فذكر الرفع بدل التكبير ؛ لأن الصحيح أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يكبر في كل خفض ورفع ، كما في البخاري (785) ، ومسلم (392) .

Sementara mayoritas ulama berpandangan lebih menguatkan tidak adanya angkat tangan saat sujud karena itu adalah mahfudz baik sisi riwayat dan dirayah. Mereka memvonis riwayat angkat tangan sebagai riwayat syadz dan si perawi salah sehingga menyebutkan adanya angkat tangan padahal yang sebenarnya adalah takbir. Ini karena yang shahih adalah nabi shallallahu alaihi wasallam berakbir di setiap turun dan naik sebagaimana riwayat Bukhari (785) dan Muslim (392).

وروى الترمذي (253) عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ : " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكَبِّرُ فِي كُلِّ خَفْضٍ وَرَفْعٍ وَقِيَامٍ وَقُعُودٍ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ " . قال الترمذي عقبه : " حَدِيثُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ ، وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، مِنْهُمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ وَغَيْرُهُمْ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ التَّابِعِينَ ، وَعَلَيْهِ عَامَّةُ الْفُقَهَاءِ وَالْعُلَمَاءِ " انتهى . 

At-Tirmidziy (253) meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertakbir di setiap turun dan naik. Demikian pula Abu Bakr, Umar.” At-Tirmidziy mengomentari riwayat tsb: “Hadits Abdullah bin Mas’ud adalah hadits hasan shahih. Diamalkan para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam di antaranya Umar, Utsman, Ali, sahabat yang lain dan juga para tabi’in setelahnya. Pula inilah pendapat mayoritas ahli fiqh dan ulama.”

وفي "العلل" ، للإمام الدارقطني (1763) : أنه َسُئِلَ عَنْ حَدِيثِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّهُ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي كُلِّ تَكْبِيرَةٍ ، وَيَقُولُ: لَوْ قُطِعَتْ يَدِي لَرَفَعْتُ ذِرَاعِي ، وَلَوْ قُطِعَتْ ذِرَاعِي لَرَفَعْتُ عَضُدِي. فَقَالَ: هَذَا رَوَاهُ رَفْدَةُ بْنُ قُضَاعَةَ الْغَسَّانِيُّ ، عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي سَلَمَةَ كَذَلِكَ.وَخَالَفَهُ مُبَشِّرُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، وَغَيْرُهُ ، فَرَوَوْهُ عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ : " رَأَيْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يُكَبِّرُ لَمْ يَذْكُرِ الرَّفْعَ وَفِي آخِرِهِ : إِنَّهَا لَصَلَاةُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهَذَا هُوَ الصَّوَابُ.

وَقَدْ رَوَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛فَرَوَاهُ عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ ، عَنِ ابْنِ أَبِي عَدِيٍّ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ ، عن أبي هُرَيْرَةَ ؛ أَنَّهُ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي كُلِّ خفض ورفع ، ويقول: " أَنَا أَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ".وَلَمْ يُتَابِعْ عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ عَلَى ذَلِكَ.وَغَيْرُهُ يَرْوِيهِ: " أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكَبِّرُ فِي كُلِّ خَفْضٍ وَرَفْعٍ وَهُوَ الصَّحِيحُ " .انتهى من "العلل" (9/283)

Dalam al-Ilal karya ad-Daraquthniy (1763), ad-Daraquthniy ditanya tentang hadits Abu Salamah dari Abu Hurairah yang mengangkat kedua tangannya di setiap takbir, dan berkata: “Sekiranya tanganku dipotong, pastilah kuangkat lenganku. Andai lenganku dipotong, pastilah kuangkat lengan atasku.” 

Ad-Daraquthniy menjawab: 

“Riwayat tersebut dibawakan oleh Rafdah bin Qusha’ah al-Ghassaniy, dari al-Auza’iy, dari Yahya bin Abu Salamah. Mereka ini menyelisihi riwayat Mubasysyir bin Ismali, dan yang lain yang meriwayatkan dari al-Auza’iy, dari Yahya dari Abi Salamah: “Aku melihat Abu Hurairah bertakbir” dan tidak menyebutkan adanya angkat tangan. Dan di akhir riwayat tersebut, Abu Hurairah mengatakan “itulah shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.” Inilah yang benar. Hal demikian diriwayatkan pula oleh Muhammad bin ‘Amr, dari Abi Salamah, dari Abu Hurairah.

Diriwayatkan pula oleh Amr bin Ali, dari Ibnu Abi Adi, dari Muhammad bin ‘Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah bhw Abu Hurairah mengangkat kedua tangannya setuap turun dan bangkit sembari mengatakan: “Dibanding kalian, akulah yang paling mirip dengan shalat Rasululllah shallallahu alaihi wasallam.” Hanya saja Amr bin ‘Ali tidak memiliki mutaba’ah dalam hal ini. Sementara yang lain meriwayatkan: “Nabi shallallahu alaihi wasallam bertakbir setiap turun dan naik.” Dan inilah yang benar.” [Selesai kutipan dari al-Ilal 9/283]

‎وفي " تذكرة الحفاظ " لابن القيسراني (89، رقم 192) : " 192 – " إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي كُلِّ خَفْضٍ وَرَفْعٍ. . . ) الْحَدِيثَ.
رَوَاهُ رَفْدَةُ بْنُ قُضَاعَةَ الْغَسَّانِيُّ ، عَنِ الأَوْزَاعِيِّ ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ ، عَنِ النَّبِيِّ .وَهَذَا خَبَرٌ إِسْنَادُهُ مَقْلُوبٌ وَحَدِيثُهُ مُنْكَرٌ ، مَا رَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ يَدَيْهِ فِي كُلِّ خَفْضٍ وَرَفْعٍ قَطُّ.وَإِخْبَارُ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ يُصَرِّحُ بِضِدِّهِ ؛ أِنَّهُ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ.وَرَفْدَةُ هَذَا ضَعِيفٌ، تَفَرَّدَ بِهَذَا الْحَدِيثِ " انتهى . وينظر: "منهج الإمام أحمد في إعلال الحديث" ، بشير علي عمر (1/129-131) .

Dalam Tadzkiratul Huffadz karya Ibn al-Qisraniy, 89 nomor 192, “Nabi shallallahu alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya di setiap turun dan naik.” (al-hadits)

Hadits ini diriwayatkan Rafdah bin Qusha’ah al-Ghassani, dari Auza’iy, dari Ubaidillah bin Ubaid bin Umair, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi. Ini adalah khabar yang maqlub/terbalik dan hadits munkar. Rasulullah shallallahu alaihi wasalam tidak mengangkat kedua tangannya di setiap turun dan naik sama sekali. Khabar dari Zuhri, dari Salim, dari ayahnya menegaskan kebalikannya yaitu Nabi tidak melakukan itu di antara dua sujud. Rafdah sendiri dhaif dan bertafarrud pada hadits ini. [Lihat Manhaj al-Imam Ahmad fi I’lal al-Hadits, karya Basyir Ali Umar, 1/129-131]

‎سئل علماء اللجنة :ورد بعض الأحاديث برفع اليدين بين السجدتين وفي بعضها نهي عن الرفع بينهما، فما وجه الجمع بينهما ؟فأجابوا : " سلك بعض العلماء مسلك الترجيح في ذلك ؛ فرجحوا ما رواه البخاري ومسلم عن ابن عمر رضي الله عنهما من عدم رفع اليدين عند السجود والرفع منه، واعتبروا رواية الرفع فيهما شاذة لمخالفتها لرواية الأوثق . وسلك آخرون مسلك الجمع بين الروايات لكونه ممكنا فلا يعدل عنه إلى الترجيح ، لاقتضاء الجمع العمل بكل ما ثبت ، واقتضاء الترجيح رد بعض ما ثبت وهو خلاف الأصل . وبيان ذلك أن النبي صلى الله عليه وسلم رفع يديه في السجود والرفع منه أحيانا ، وتركه أحيانا فروى كل ما شاهد .والعمل بالأول أولى للقاعدة التي ذكرت معه " انتهى من "فتاوى اللجنة الدائمة" (6 /345) .

Para ulama Lajnah ditanya:

“Ada sejumlah hadits mengangkat tangan di antara dua sujud, sementara ada pula keterangan melarang angkat tangan di antara dua sujud, bagaimana mengkompromikan hal ini?”

Lajnah menjawab:

“Sebagian ulama melakukan tarjih dalam hal ini. Mereka merajihkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Ibnu Umar yaitu tidak adanya angkat tangan saat sujud dan bangkit dari sujud. Mereka menilai bhw riwayat yang mengangkat tangan adalah riwayat syadz karena menyelisihi riwayat yang lebih tsiqah.

Sementara ulama lain memilih jalur kompromi riwayat-riwayat yang ada karena dimungkinkan utk dikompromikan sehingga tidak butuh tarjih karena adanya konsekuensi mengamalkan semua riwayat yang dinilai valid sementara tarjih berkonsekuensi membuang sebagian riwayat yang valid dan ini menyelisihi hukum asal. Penjelasannya Nabi shallallahu alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya saat sujud dan bangkit dari sujud sesekali dan juga tidak melakukan itu sesekali. Setiap sahabat meriwayatkan apa yang ia lihat.”

وقال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله :" وإذا كان ابن عمر - رضي الله عنهما - وهو الحريص على تتبع فعل الرسول عليه الصلاة والسلام ، وقد تتبعه فعلا ، فرآه يرفع يديه في التكبير، والركوع، والرفع منه، والقيام من التشهد الأول ، وقال: "لا يفعل ذلك في السجود". فهذا أصح من حديث أن النبي صلى الله عليه وسلم "كان يرفع يديه كلما خفض وكلما رفع"، ولا يقال: إن هذا من باب المثبت والنافي، وأن من أثبت الرفع فهو مقدم على النافي في حديث ابن عمر ، رضي الله عنهما ؛ لأن حديث ابن عمر صريح في أن نفيه ليس لعدم علمه بالرفع ، بل لعلمه بعدم الرفع ، فقد تأكد ابن عمر من عدم الرفع ، وجزم بأنه لم يفعله في السجود ، مع أنه جزم بأنه فعله في الركوع ، والرفع منه ، وعند تكبيرة الإحرام ، والقيام من التشهد الأول.فليست هذه المسألة من باب المثبت والنافي التي يقدم فيها المثبت لاحتمال أن النافي كان جاهلا بالأمر، لأن النافي هنا كان نفيه عن علم وتتبع وتقسيم ، فكان نفيه نفي علم ، لا احتمال للجهل فيه فتأمل هذا فإنه مهم مفيد " انتهى من " مجموع فتاوى ورسائل ابن عثيمين" (13 /45-46) .

Syaikh Muhamad bin Shaleh al-Utsaimin mengatakan:

“Ibnu Umar yang begitu gigih menelusuri praktek Nabi shallallahu alaihi wasallam telah benar-benar menelusuri praktek beliau dan melihat beliau mengangkat tangan saat takbiratul ihram, ruku, bangkit dari ruku, dan bangkit dari tasyahhud pertama sembari Ibnu Umar mengatakan :”Nabi tidak melakukan itu saat sujud” maka ini hadits lebih shahih  dari hadits ttg Nabi shallallahu alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya saat turun dan bangkit. Tidak dikatakan bhw ini terkait tentang menetapkan dan meniadakan. Tidak pula ttg siapa yang menetapkan adanya angkat tangan lebih didahulukan dibanding yang menafikan sebab hadits Ibnu Umar begitu jelas bhw ia menafikan bukan karena ia tidak tahu tentang adanya angkat tangan namun justru karena ia tahu bahwa tidak ada angkat tangan -untuk sujud-. 

Ibnu Umar menegaskan tidak adanya angkat tangan dan memastikan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak melakukan itu saat sujud padahal Ibnu Umar juga menegaskan bhw Nabi shallallahu alaihi wasallam melakukan itu saat ruku, bangkit dari ruku, takbiratul ihram dan bangkit dari tasyahhud pertama. Tema ini bukan tentang mutsbit/menetapkan dan nafi/meniadakan dimana mesti menetapkan didahulukan dibanding yang menafikan atas dasar kemungkinan bhw yang menafikan tidak mengetahui adanya perintah. -Tidak demikian- sebab penafian di sini bersumber dari ilmu, penelusuran dan pembedaan. Penafian Ibnu Umar atas dasar ilmu bukan karena adanya kemungkinan ia tidak tahu. Renungi ini sebab sangat penting.” [Majmu Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, 13/45-46]

‎والراجح من القولين - والله أعلم - هو القول بعدم الرفع ، وعليه أكثر أهل العلم ، لكن من ترجح عنده ثبوت رواية الرفع ، وأخذ بالقول الأول ، ورفع أحيانا : فلا ينكر عليه ؛ فهي مسألة اجتهادية .

Yang kuat di antara kedua pendapat adalah pendapat pertama yang menyebutkan tidak adanya angkat tangan -saat sujud-. Inilah pendapat mayoritas ahli ilmu. 

Namun siapa yang memandang bhw riwayat adanya angkat tangan juga valid (yaitu pendapat ke-2, -ed) sembari juga mengambil pendapat pertama yang dengan itu ia sesekali mengangkat tangan -saat sujud- maka ia ini tidaklah diingkari sebab ini masalah ijtihadi.

_____
Sumber: https://islamqa.info/amp/ar/answers/186625

Alih bahasa: Yani Fahriansyah