JIKA KIAMAT ITU JUM'AT, BAGAIMANA DENGAN NEGARA YANG MASIH KAMIS?
Saya pernah ditanya di salah satu majelis,
"Ustadz, jika kiamat adalah hari Jum'at, bagaimana dengan negara yang masih hari kamis?"
Logic memang pertanyaannya. Bahkan kalau pakai kacamata nafsu, ini pertanyaan bisa bikin emosi jiwa. Hehe. Namun seorang da'i haruslah tenang dan faham dengan berbagai kemungkinan terjadi di depan tanpa prediksi. Ia juga harus membangun hujjah-nya dengan ilmu. Maka saya coba menjawabnya dengan sependek kemampuan elaborasi terhadap dalil yang ada. Semoga tak melenceng.
"Jika kita perhatikan tanda-tanda besar hari kiamat, maka kita akan dapati ada isyarat-isyarat yang menunjukkan bahwa waktu di masa itu sudah tak pasti, dalam makna mengalami kekacauan dan keluar dari kebiasaan. Itu ditunjukkan dengan beberapa fragmen yang akan terjadi kelak, yaitu ketika Dajjal muncul dan kejadian terbitnya matahari dari Barat...."
Saya lanjutkan, "...Dimaklumi dalam hadits shahih bahwasanya Dajjal akan ada di bumi beberapa puluh hari yang mana setiap harinya berbeda panjangnya, berbeda durasinya. Ini bukti pertama bahwa ketentuan baku untuk waktu telah berubah tidak seperti biasanya..."
Kemudian saya lanjutkan lagi, "...selanjutnya terkait momen matahari terbit dari barat. Ini juga jadi isyarat dan bukti kuat bahwa waktu dan hari-hari sudah tak lazim lagi."
Kemudian saya menyimpulkan,
"...Berarti, bisa dimungkinkan seluruh dunia dijadikan satu waktu oleh Allah 'Azza Wa Jalla. Sehingga di Majalengka Jum'at, di London juga Jum'at. Bisa saja demikian kemungkinannya. Atau bisa juga saking kacaunya urusan waktu, kita tak tahu itu hari apa, namun Allah mengetahuinya bahwa itu hari Jum'at. Atau juga kemungkinan lainnya. Sekali lagi ini bukan pemastian tapi asumsi yang dibangun jika melihat isyarat dalail tadi..."
Sekarang mari coba anda perhatikan dalil-dalilnya dibawah ini...
Para sahabat menanyakan pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai berapa lama Dajjal berada di muka bumi. Mereka berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا لَبْثُهُ فِى الأَرْضِ قَالَ « أَرْبَعُونَ يَوْمًا يَوْمٌ كَسَنَةٍ وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ وَسَائِرُ أَيَّامِهِ كَأَيَّامِكُمْ ». قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِى كَسَنَةٍ أَتَكْفِينَا فِيهِ صَلاَةُ يَوْمٍ قَالَ « لاَ اقْدُرُوا لَهُ قَدْرَهُ
“Wahai Rasulullah, berapa lama Dajjal berada di muka bumi?” Beliau bersabda, “Selama empat puluh hari, di mana satu harinya seperti SETAHUN, satu harinya lagi seperti SEBULAN, satu harinya lagi seperti satu Jum’at (maksudnya: satu PEKAN), satu hari lagi seperti hari-hari yang kalian rasakan.” Mereka pun bertanya kembali pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, jika satu hari bisa sama seperti setahun, apakah kami cukup shalat satu hari saja?” “Tidak. NAMUN KALIAN HARUS MENGIRA-NGIRA WAKTUNYA!”, jawab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. [Riwayat Muslim, No. 2937]
Perhatikan betul hadits di atas. Dajjal ada di bumi 40 hari dengan variasi durasi waktu pada beberapa harinya. Sampai-sampai para Sahabat bertanya urusan shalat karena mereka faham bahwa mawaqiit-nya (waktu-waktunya) tentu pasti bergeser dari yang biasanya, hingga Rasul pun menyuruh mereka MENGIRA-NGIRANYA.
An-Nawawiy dalam Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj nya sampai mengupas kaifiyyat pengaturan shalat di waktu seperti itu. Ini menunjukkan SAKING KACAUNYA KETENTUAN WAKTU di masa itu.
Dalil berikutnya,
Allah ta’ala berfirman:
يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا
“Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya” [QS. Al-An’am : 158].
Beberapa hadits shahih menunjukkan bahwasannya yang dimaksudkan dengan ‘sebagian tanda-tanda (ayat)’ yang disebutkan dalam ayat di atas adalah terbitnya matahari dari arah barat. Hal itu merupakan perkataan kebanyakan mufassiriin (ahli tafsir). Demikian dalam Tafsir Ath-Thabariy (8/96-102).
Al-Bukhariy dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
لا تقوم الساعة حتى تطلع الشمس من مغربها، فإذا طلعت، فرآها الناس؛ آمنوا أجمعون، فذاك حين لا ينفع نفسًا إيمانُها لم تكن آمنت من قبل أو كسبت في إيمانها خيرًا
“Tidaklah tegak hari kiamat hingga matahari TERBIT dari arah BARAT. Apabila ia telah terbit (dari arah barat) dan manusia melihatnya, maka berimanlah mereka semua. Pada hari itu tidaklah bermanfaat keimanan seseorang yang tidak beriman sebelum hari itu atau belum mengusahakan kebaikan di masa imannya”. [Riwayat Al-Bukhariy dan Muslim]
Ketika matahari jadi penanda akan keteraturan waktu, maka ketika ia sudah tak seperti biasanya, tentu waktu yang ada pun terpengaruh dengannya. Ia menjadi tak biasa.
Nah, dari sinilah kita faham bahwa KEMUNGKINAN di masa tersebut kita sudah tak bisa menentukan waktu secara pasti. Begitu pula hari. Maka bisa saja Allah jadikan seluruhnya satu waktu, atau kita tak tahu itu hari apa, dan hanya Dia yang tahu.
SEKALI LAGI, ini hanya asumsi hasil tangkapan isyarat dari dalil-dalil (Ta'lil). Bukan pemastian! Sebab masa mendatang adalah perkara ghaib yang tidak boleh seseorang mengklaim mengetahuinya tanpa dalil secara pasti.
Semoga bermanfaat dan bisa menepis syubuhat...
Akhukum,
Abu Hazim Mochamad Teguh Azhar, M.A.