Hukum menggunduli kepala selain untuk umroh, haji, atau darurat adalah makruh sebagaimana yg di sebutkan oleh Syaikh Abdul Qodir Jilani - rahimahullah - di dalam kitab "Al Ghunyah"nya.
-------------------------
Tambahan:
Kami akan cantumkan di sini tentang definisi makruh dan definisinya menurut ulama mutaqaddimin
makruh ialah:
ما تركه خير من فعله
“Sesuatu yang jika ditinggalkan lebih baik daripada dilakukan.”
Kalau mau, makruh dapat didefinisikan sebagai berikut:
ما نهي عنه نهيا غير جازم
“Sesuatu yang dilarang dengan tanpa penekanan.”
Istilah makruh juga biasa dipakai untuk mewakili istilah mahzhur dan nahyu tanzih. Makruh dengan definisi di atas ialah menurut Bahasa ulama-ulama fikih. Sedangkan makruh dalam Al-Quran, maka bermakna mahzhur (terlarang). Hal ini seperti yang firman Allah Ta’ala:
كُلُّ ذَٰلِكَ كَانَ سَيِّئُهُۥ عِندَ رَبِّكَ مَكۡرُوهٗا
“Semua itu kejahatannya amat di-makruh-i oleh Rabb-mu.” [Al-Isra’: 38]
Makruh dalam ayat ini bermakna dibenci, dilarang, ditegah. Bukan makruh menurut istilah kitab-kitab fiqih dan ushul fiqih.
Di dalam Kitab “Al-Umm”, Imam asy Syafi'i banyak menggunakan istilah makruh ini. Namun makruh menurut istilah beliau bukan seperti menurut istilah kitab-kitab fiqih dan ushul fiqih yang muncul di kemudian hari. Bahkan makruh yang dimaksud Imam Asy-Syafi’i seperti maksud makruh menurut Al-Quran. Sebagaimana Asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, dan ulama-ulama semasa dan sebelumnya menggunakan istilah ini dengan pengertian haram.
Di tulis oleh Ustadz Firman Hidayat Marwadi di Wadi Mubarok dengan sedikit perubahan yg di sesuaikan.
Ustadz abu yahya tomi