Selasa, 17 Mei 2022

KEYAKINAN MUHAMMADIYAH DALAM MENTAUHIDKAN PERBUATAN MANUSIA DALAM BERDO'A KEPADA ALLAH TA'ALA

Kutipan yang singkat, padat dan mantap: 

Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkata: 

"Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa
mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam." 

[Lihat rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, pasal 4 ayat a.]

#noted
Ustadz adni kurniawan 



KEYAKINAN MUHAMMADIYAH DALAM MENTAUHIDKAN PERBUATAN MANUSIA DALAM BERDO'A KEPADA ALLAH TA'ALA 

Oleh : Rolanda (Kader Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah PP Muhammadiyah Yogyakarta)

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkata : 

زوروا القبور لتذكروا الآخرة ولا تفعل عندها ما لم يأذن به الله ورسوله كدعاءكم الميت و التوسل به إلى الله 

"Ziarahlah ke kubur, agar kamu mengingat akhirat dan janganlah mengerjakan di situ sesuatu yang tiada diizinkan oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti meminta-minta kepada mayat, dan membuatnya perantaraan hubungan kepada Allah" 

[Lihat Himpunan Putusan Tarjih, Hal. 235] 

Majelis Tarjih Dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Berkata Dalam Fatwa:

"....Dilarang meminta-minta kepada kuburan dan menjadikannya wasilah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Satu hal yang menjadi pantangan ketika berziarah kubur, sebagaimana telah disinggung sebelumnya adalah meminta-minta kepada ahli kubur dan menjadikan mereka perantara kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Yunus ayat 106 sebagai berikut,

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ. [يونس(10): ۱۰٦]

Artinya: “Dan jangan engkau menyembah sesuatu yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi bencana kepadamu selain Allah. Sebab jika engkau lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya engkau termasuk orang-orang zalim.” [QS. Yunus (10): 106]

Dalam surat az-Zumar (39) ayat 3 disebutkan’

… وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى … [الزمر (39): ۳]

Artinya: “… dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya …” [QS. az-Zumar (39): 3]

Ayat terakhir menunjukkan bahwa orang-orang yang beralasan ingin mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala melalui perantara apapun yang tidak dibenarkan syariat, termasuk dalam hal ini adalah melalui ahli kubur, pada hakikatnya mereka itu menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala.

Sebagaimana terjadi pada masa sekarang ini, banyak orang yang mengunjungi kuburan-kuburan orang-orang tertentu, seperti kuburan para wali misalnya. Kegiatan tersebut, dapat digolongkan kepada perbuatan yang dilarang dikarenakan orientasi tujuannya sudah berubah, bukan untuk mendoakan dan muhasabah diri namun cenderung meminta-minta dan menjadikan kuburan-kuburan itu wasilah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Indikasi itu muncul di antaranya karena kegiatan berziarah itu dikhususkan ke tempat-tempat tertentu yang dinilai memiliki hal yang lebih dibanding dengan kuburan-kuburan lain. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengkhususkan kuburan tertentu baik ketika beliau hendak mendoakan mereka maupun ketika bermuhasabah diri...."

[Lihat https://fatwatarjih.or.id/hukum-dan-tuntunan-ziarah-kubur].

Majelis Tarjih dan Tajdid berhujjah dengan ayat yang berbicara tentang kesyirikan kaum kafir Quraisy yang diperangi Rasulullah shallallah 'alaihi wasallam dahulu. Dan kesyirikan yang dilakukan kaum kafir Quraisy adalah syirik akbar.

Ayat lain yang juga berbicara tentang kaum musyrikin Quraisy : 

وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ ... 

Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana kepada mereka dan tidak (pula) memberi manfaat, dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi syafaat kami di hadapan Allah.” ... 

[Surat Yunus: 18] 

Dalam surat Az-Zumar ayat 3 dan Yunus ayat 18, tersimpulkan dengan jelas motif atau alasan kaum musyrikin menyukutukan Allah dalam perbuatan do'a-do'a mereka, yakni untuk mencari pemberi syafa'at semata, sehingga pemberi syafa'at tersebut menghubungkan mereka dengan Allah sedekat-dekatnya, dan pemberi syafa'at mereka adalah berhala-berhala mereka. 

Apa itu pemberi syafa'at ?
Ilustrasi sederhananya, jika saya mendaftar sekolah lalu tidak diterima, saya bisa mencari pemberi syafa'at, yakni orang ketiga yang punya hubungan dekat dengan kepala sekolah, untuk melobi kepala sekolah agar saya diterima. 

Mengapa kaum musyrikin Quraisy perlu kepada pemberi syafa'at ? 

RASA TIDAK LAYAK ADALAH PENDORONG UTAMA KAUM KAFIR QURAISY MENYEKUTUKAN ALLAH DALAM IBADAH

Imam Fakhruddin Ar-Razi (w. 606 H) yang bermadzhab Asy'ari juga Syafi'i, berkata : 

... فَاعْلَمْ أَنَّ مِنَ النَّاسِ مَنْ قَالَ إِنَّ أُولَئِكَ الْكُفَّارَ تَوَهَّمُوا أَنَّ عِبَادَةَ الْأَصْنَامِ أَشَدُّ فِي تَعْظِيمِ اللَّه مِنْ عِبَادَةِ اللَّه سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فَقَالُوا لَيْسَتْ لَنَا أَهْلِيَّةٌ أَنْ نَشْتَغِلَ بِعِبَادَةِ اللَّه تَعَالَى بَلْ نَحْنُ نَشْتَغِلُ بِعِبَادَةِ هَذِهِ الْأَصْنَامِ، وَأَنَّهَا تَكُونُ شُفَعَاءَ لَنَا عِنْدَ اللَّه تَعَالَى ... 

"... Ketahuilah bahwa di antara ulama ada yang berkata "sesungguhnya orang-orang kafir tersebut menyangka bahwa beribadah kepada berhala lebih mengagungkan Allah dari pada beribadah kepada Allah SWT secara langsung". Mereka beralasan "kami merasa tidak layak untuk beribadah langsung kepada Allah, sebab itu kami menyibukkan diri untuk beribadah kepada berhala, dan berhala tersebut menjadi pemberi syafa'at bagi kami di sisi Allah ..." 

[Lihat tafsir Mafatihul Ghaib surat Yunus ayat 18] 

Dalam logika yang lebih modern, sebagian orang berkata : 

"Jika kita memiliki permohonan kepada presiden, bukankah tidak layak atau tidak menghormati sang presiden jika menemuinya secara langsung untuk mengajukannya. Tentu saja harus melalui perantaraan mentrinya, atau orang yang punya hubungan dekat dengannya, itu lebih menghormati sang presiden" 

Oleh sebab itu mereka perlu kepada perantara, yakni para nabi dan aulia Allah yang telah meninggal dunia, yang memiliki hubungan dekat dengan Allah Ta'ala untuk menghubungkan dan mendekatkan diri mereka kepada Allah. 

Imam Fakhruddin Ar-Razi menjelaskan seperti apa bentuk pemberi syafa'at di sisi mereka : 

... وَرَابِعُهَا: أَنَّهُمْ وَضَعُوا هَذِهِ الْأَصْنَامَ وَالْأَوْثَانَ عَلَى صُوَرِ أَنْبِيَائِهِمْ وَأَكَابِرِهِمْ، وَزَعَمُوا أَنَّهُمْ مَتَى اشْتَغَلُوا بِعِبَادَةِ هَذِهِ التَّمَاثِيلِ، فَإِنَّ أُولَئِكَ الْأَكَابِرَ تَكُونُ شُفَعَاءَ لَهُمْ عِنْدَ اللَّه تَعَالَى، ... 

" ... Bentuk keempat : mereka membuat berhala-berhala ini menyerupai nabi-nabi mereka dan pembesar-pembesar mereka, dan mereka menyangka bahwa saat mereka menyibukkan diri beribadah kepada berhala-berhala ini, maka para pembesar mereka akan menjadi pemberi syafa'at bagi mereka di sisi Allah Ta'ala" 

[Lihat tafsir Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, surat Yunus ayat 18] 

BENTUK NYATA PENYEMBAHAN BERHALA PADA ZAMAN IMAM FAKHRUDDIN AR-RAZI ABAD 6 H

Berkata Imam Fakhruddin Ar-Razi : 

   ... وَنَظِيرُهُ فِي هَذَا الزَّمَانِ اشْتِغَالُ كَثِيرٍ مِنَ الْخَلْقِ بِتَعْظِيمِ قُبُورِ الْأَكَابِرِ، عَلَى اعْتِقَادِ أَنَّهُمْ إِذَا عَظَّمُوا قُبُورَهُمْ فَإِنَّهُمْ يَكُونُونَ شُفَعَاءَ لَهُمْ عِنْدَ اللَّه. 

"... Bentuk nyata penyembahan berhala pada zaman ini adalah banyaknya manusia yang menyibukkan diri mengagungkan kuburan para pembesar atas dasar keyakinan bahwa jika mereka mengagungkan kuburan pembesar mereka, maka para pembesar itu akan menjadi pemberi syafa'at bagi mereka di sisi Allah" 

[Lihat tafsir Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, surat Yunus ayat 18] 

KAUM KAFIR QURAISY TIDAK MENGAKUI BERHALA MEREKA SEBAGAI TUHAN YANG MENCIPTA, MENGATUR DAN MENGUASAI TAPI HANYA MENCARI SYAFA'AT (PERANTARA) 

Imam Ibnu Katsir menjelaskan 

يقرر تعالى وحدانيته، واستقلاله بالخلق والتصرف والملك، ليرشد إلى أنه الذي لا إله إلا هو، ولا تنبغي العبادة إلا له وحده لا شريك له؛ ولهذا قال لرسوله محمد صلى الله عليه وسلم أن يقول للمشركين العابدين معه غيره، المعترفين له بالربوبية، وأنه لا شريك له فيها، ومع هذا فقد أشركوا معه في الإلهية، فعبدوا غيره معه ، مع اعترافهم أن الذين عبدوهم لا يخلقون شيئا، ولا يملكون شيئا، ولا يستبدون بشيء، بل اعتقدوا أنهم يقربونهم إليه زلفى: {ما (1) نعبدهم إلا ليقربونا إلى الله زلفى} [الزمر: 3] 

"Allah Ta'ala menetapkan keesaan-Nya dan kesewenangan-Nya dalam mencipta, mengatur dan menguasai, untuk menunjukkan bahwa tidak ada sesembahan yang berhaq disembah kecuali Dia, dan tidak layak mempersembahkan ibadah kecuali kepada-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya; oleh sebab itu Allah berfirman kepada Rasulullah untuk menyampaikan kepada orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah, yang mengakui rububiyah Allah (Allah mencipta, mengatur & menguasai), dan bahwa Dia tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiah-Nya. Bersamaan dengan itu, sungguh mereka telah menyukutukan bersama Allah dalam hak-Nya untuk disembah, sehingga mereka beribadah kepada yang lain bersamaaan dengan beribadah kepada-Nya, bersamaan dengan meyakini bahwa berhala yang mereka ibadahi tidak menciptakan apapun, tidak berkuasa atas apapun, dan tidak bersewenang atas sesuatupun, akan tetapi mereka (sekedar) meyakini bahwa berhala-berhala tersebut dapat mendekatkan diri mereka kepada-Nya sedekat-dekat-Nya (Az-Zumar : 3)" 

[Lihat tafsir Al-'Adzim Ibnu Katsir surat Al-Mu'minun ayat 84] 

Imam Abu Ja'far Ibnu Jarir Ath-Thabari : 

فهم لجهلهم يحسبون أنهم لعبادتهم الآلهة دون الله، ينالون بها عند الله زُلْفة وقربة، ولا يعلمون أنهم بذلك هالكون، مستوجبون الخلود في النار 

"Lantaran kebodohan mereka (orang musyrik), mereka menyangka bahwa karena ibadah mereka kepada sesembahan selain Allah mereka akan memperoleh kedekatan dengan Allah sedekat-dekatnya, mereka tidak mengetahui bahwa dengan sebab perbuatan mereka itu mereka akan hancur lagi layak kekal di dalam neraka" 

[Lihat tafsir Jami'ul Bayan surat Al-'Angkabut ayat 63] 

IMAM FAKHRUDDIN AR-RAZI MENIADAKAN PERANTARA DALAM BERDO'A KEPADA ALLAH TA'ALA 

Sehubungan dengan firman Allah Ta'ala : 

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ 

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran. 

[Surat Al-Baqarah: 186] 

Imam Fakhruddin Ar-Razi berkata : 

فِي هَذِهِ الْآيَةِ قَالَ: وَإِذا سَأَلَكَ عِبادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ وَلَمْ يَقُلْ فَقُلْ إِنِّي قَرِيبٌ فَتَدُلُّ عَلَى تَعْظِيمِ حَالِ الدُّعَاءِ مِنْ وُجُوهٍ الْأَوَّلُ: كَأَنَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَقُولُ عَبْدِي أَنْتَ إِنَّمَا تَحْتَاجُ إِلَى الْوَاسِطَةِ فِي غَيْرِ وَقْتِ الدُّعَاءِ أَمَّا فِي مَقَامِ الدُّعَاءِ فَلَا وَاسِطَةَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ 

"Dalam ayat ini Allah berfirman 'apabila hamba-Ku bertanya tentang-Ku maka Aku dekat', dan Allah tidak mengatakan 'katakanlah wahai Muhammad sesengguhnya Aku dekat', menunjukkan besarnya perkara do'a dari sisi, pertama : seakan Allah Ta'ala akan berkata 'Hambaku, engkau hanya butuh perantara selain dari waktu berdo'a, adapun dalam hal berdo'a maka tidak ada perantara antara Aku dan engkau'". 

[Lihat tafsir Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, surat al-Baqarah ayat 186] 

Setiap ibadah harus didasarkan pada aqidah yang murni, dan tidak bercampur dengan kesyirikan. Termasuk do'a. Do'a adalah ibadah. Maka do'a harus bersih dari gejala-gejala kesyirikan. Hal ini sebagaimana hadits dari Nu'man bin Basyir ra :

رَوَى النُّعْمَانُ بْنُ بَشِيرٍ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ ﷺ يَقُولُ: “الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ” ثُمَّ قَرَأَ “وَقالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ داخِرِينَ” قَالَ أَبُو عِيسَى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

“Nu’man bin Basīr berkata : ‘aku mendengar Nabi ‘alaihissalam bersabda, ‘do’a adalah ibadah, lalu beliau membacakan QS. Al-Ghafir ayat 60’. Abu ‘Isa berkata hadits ini hasan shahih.

[Lihat tafsir Imam Al-Qurthubi, Al-Jāmi’ul Ahkām, QS. Al-Ghafir ayat 60 ]

Buya Prof. Dr. Hamka (Ulama Muhammadiyah Minangkabau Dan Ketua Majelis Ulama Yang Pertama) -Rahimahullah- Berkata: 

"Kemudian, oleh Universitas Muhammadiyah, Soekarno diberi gelar "Doctor Honoris Causa" dalam ilmu tauhid. Sampai profesor dan sarjana perempuan yang kita banggakan, Ny. Bararah Baried menjadi promotor. Namun, di saat itu juga Allah menunjukkan bahwa Dia tidak ridha atas perbuatan itu. Sebab dalam promosinya, Bung Karno sendiri menganjurkan supaya orang ziarah ke kubur ibu atau bapaknya, meminta supaya ibu atau bapaknya itu menyampaikan permohonannya kepada Allah agar Allah memberikan pertolongan kepada yang meminta. 

Padahal, itulah yang oleh kalangan Muhammadiyah diberantas selama 54 tahun sampai sekarang ini. Itulah yang dikatakan "At-Tawassul wal Wasilah" yang dikarang oleh al-Imam Ibnu Taimiyyah. 

Buku "At-Tawassul wal Wasilah" ini adalah salah satu buku pegangan kaum mubaligh dan ulama Muhammadiyah. Inilah program pertama Muhammadiyah sejak ia berdiri, yaitu memberantas kemusyrikan. 

Ini pulalah sebab terpenting ulama-ulama Sumatera Barat, seperti almarhum Syekh M. Jamil Jambek dan Syekh Dr. Abdulkarim Amrullah menjadi penyokong Muhammadiyah. Sebab, sama pendirian memberantas permohonan melalui orang yang telah mati dikubur Oleh karena itu, Doctor Honoris Causa tentang ilmu tauhid yang dianugerahkan kepada Bung Karno telah dibatalkan oleh Bung Karno sendiri dalam pidatonya itu. 

[Lihat Buku Dari Hati Ke Hati, Halaman 158 Sampai Halaman 159]. 

Kiyai Haji Djarnawi Hadikusumo (Putra Ki Bagus Hadikusumo dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tempoe Doeloe) Rahimahullah berkata: 

"...Mengambil wasilah (perantara) orang yang telah mati untuk mendo'a kepada Allah, Mereka menziarahi kuburan para wali dan ulama besar dan memohon kepada Allah agar do'a (permohonan) orang yang berziarah kuburnya itu dikabulkan. Ada yang memohon dapat jodoh, anak, rezeki, pangkat, keselamatan dunia dan akhirat, dan sebagainya. Mereka percaya bahwa dengan syafa'at (pertolongan) arwah para wali dan ulama itu, permohonan atau do'a mereka tentu dikabulkan Allah, karena wali dan ulama itu kekasih Nya.

Maka pada hari-hari tertentu, ramailah kuburan keramat itu diziarahi orang siang dan malam, masing-masing membawa permohonannya sendiri-sendiri. Mereka berjongkok di sekeliling kuburan itu, memanggil nama yang telah dikubur serta menyampaikan permohonannya seakan-akan berbicang dengan orang yang masih hidup. Dengan begitu mereka mengharapkan dan percaya bahwa arwah kekasih-kekasih Allah dapat memberikan pertolongan atau syafa'at, baik yang terdiri dari anugrah di dunia maupun keselamatan pada hari Kiyamat. Akhirnya pada orang-orang yang tidak mengerti timbul kesalahan faham, yaitu kepercayaan bahwa benar-benar kuburan dan arwah itulah yang mengabulkan permohonan dan yang patut dimohoni pertolongan. Demikianlah jadinya, kepercayaan tentang wasilah dan syafa'at dapat menjadikan kemusyrikan yang berlawanan dengan tauhid. Dan kemusyrikan inilah, disamping taqlid, telah membelenggu akal dan kecerdasan manusia, menghambat kemajuan bangsa dan masyarakat...

...Pertolongan orang yang kita jadikan wasilah hingga permohonan kita terkabul, itulah yang dinamakan syafa'at. Yang dinamakan syafa'at para nabi dan para wali, ialah doa mereka kepada Allah hingga permohonan kita di kabulkan. Tetapi hanya orang yang masih hidup sajalah yang dapat mendo'akan kita. Para Nabi dan Wali atau siapa saja yang sudah mati tidak dapat berbuat apa-apa bagi dirinya, apalagi bagi kita.

Dengan demikian kita tidak layak, tidak dapat dan tidak ada gunanya memohon syafa'at kepada orang yang sudah mati meskipun dia nabi atau wali dan ini bid'ah i'tiqad yang lekas menjadi syirk. Dinamakan bid'ah, karena tidak berdasar Al-Quran dan Sunnah. Menurut Quran dan Sunnah, mencari wasilah dan syafa'at hanya diizinkan kepada orang yang masih hidup...."

[Lihat Buku Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Bid'ah Khurafat, Halaman 46 Sampai 47].

"... Mencari wasilah dan syafa'at kepada orang yang telah mati atau kuburan adalah laku kemusyrikan, orangnya menjadi musyrik...." 

[Lihat Buku Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Bid'ah Khurafat, Halaman 53]. 

TUJUAN UTAMA DAKWAH MUHAMMADIYAH

Tujuan utama dakwah Muhammadiyah dan kerja-kerjanya bukanlah untuk membangun sekolah, rumah sakit, panti sosial atau kerja-kerja kemanusiaan lainnya.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkata : 

"Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gelaja kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa
mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam" 

[Lihat rumusan Matan Keyakinan Dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, pasal 4 ayat a] 

Sekiranya kerja-kerja kemanusiaan itu mencapai hasil yang gilang gemilang, tidaklah berarti kepada manusia itu sendiri jika keyakinannya tercemar. Kemanusiaan itu tidak akan bernilai tanpa aqidah yang bersih. Oleh sebab itu, tujuan utama dakwah Muhammadiyah dan kerja-kerjanya ialah menyeru manusia mentauhidkan Allah 'Azza Wajalla dalam mengibadahi-Nya. 

Itu pula perintah Allah kepada para Nabi-Nya. Itulah dakwah para nabi. Seruannya hanya satu, yaitu mentauhidkan Allah dalam ibadah. Allah 'Azza Wajalla berfirman : 

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ 

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku. 

[Surat Al-Anbiya': 25] 

Kesimpulan : 

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah terang meyakini bahwa meminta-minta kepada mayat dan menjadikan mayat sebagai perantara dalam berdo'a kepada Allah sebagai syirik akbar