Penuntut ilmu tidak boleh futur!
Seorang penuntut ilmu tidak boleh futur dalam usahanya untuk memperoleh dan mengamalkan ilmu. Futur yaitu rasa malas, enggan, dan lamban dimana sebelumnya ia rajin, bersungguh-sungguh, dan penuh semangat.
Futur adalah satu penyakit yang sering menyerang sebagian ahli ibadah, para da’i, dan penuntut ilmu. Sehingga seseorang menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melakukan aktivitas kebaikan.
Orang yang terkena penyakit futur ini berada pada tiga golongan, yaitu:
1. Golongan yang berhenti sama sekali dari aktivitasnya dengan sebab futur, dan golongan ini banyak
2. Golongan yang terus dalam kemalasan dan patah semangat, namun tidak sampai berhenti sama sekali dari aktivitasnya, dan golongan ini lebih banyak lagi.
3. Golongan yang kembali pada keadaan semula, dan golongan ini sangat sedikit (al-Futur Mazhaahiruhu wa Asbaabuhu wal ‘Ilaaj, hal. 22)
Futur memiliki banyak dan bermacam-macam sebab. Apabila seorang muslim selamat dari sebagiannya, maka sedikit sekali kemungkinan selamat dari yang lainnya. Sebab-sebab ini sebagiannya ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus.
Di antara sebab-sebab itu adalah:
1. Hilangnya keikhlasan.
2. Lemahnya ilmu syar’i.
3. Ketergantungan hati kepada dunia dan melupakan
4. Fitnah (cobaan) berupa isteri dan anak.
5. Hidup di tengah masyarakat yang rusak.
6. Berteman dengan orang-orang yang memiliki keinginan yang lemah dan cita-cita duniawi.
7. Melakukan dosa dan maksiyat serta memakan yang
8. Tidak mempunyai tujuan yang jelas (baik dalam menuntut ilmu maupun berdakwah).
9. Lemahnya iman.
10. Menyendiri (tidak mau berjama’ah).
11. Lemahnya pendidikan (al-Futur Mazhaahiruhu wa Asbaabuhu wal ‘Ilaaj, hal. 43-71)
Futur adalah penyakit yang sangat ganas, namun tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan Dia pun menurunkan obatnya. Akan mengetahuinya orang-orang yang mau mengetahuinya, dan tidak akan mengetahuinya orang-orang yang enggan mengetahuinya.
Di antara obat penyakit futur adalah:
1. Memperbaharui keimanan. Yaitu dengan mentauhidkan Allah dan memohon kepada-Nya agar ditambah keimanan, serta memper-banyak ibadah, menjaga shalat wajib yang lima waktu dengan berjama’ah, mengerjakan shalat-shalat sunnah rawatib, melakukan shalat Tahajjud dan Witir. Begitu juga dengan bersedekah, silaturahmi, birrul walidain, dan selainnya dari amal-amal ketaatan.
2. Merasa selalu diawasi Allah Ta’ala dan banyak berdzikir kepada-Nya.
3. Ikhlas dan takwa.
4. Mensucikan hati (dari kotoran syirik, bid’ah dan maksiyat).
5. Menuntut ilmu, tekun menghadiri pelajaran, ma-jelis taklim, muhadharah ilmiyyah, dan daurah-daurah syar’iyyah.
6. Mengatur waktu dan mengintrospeksi diri.
7. Mencari teman yang baik (shalih).
8. Memperbanyak mengingat kematian dan takut terhadap su-ul khatimah (akhir kehidupan yang jelek).
9. Sabar dan belajar untuk sabar.
10. Berdo’a dan memohon pertolongan Allah (al-Futur Mazhaahiruhu wa Asbaabuhu wal ‘Ilaaj, hal. 88-119)
✍️ Ust. Yazid bin Abdil Qodir Jawas
Join channel telegram @kajianislamchannel