Jumat, 20 September 2019

Abdurahman bin Hatim berkisah tentang pencarian ilmu

KANTUK, LELAH, PENAT, SERBA KURANG, ITU SEMUA SUDAH BIASA DALAM BELAJAR.

Abdurrahman bin Abī Hātim rahimahullahu berkisah :

كنا بمصر سبعة أشهر، لم نأكل فيها مرقة، كل نهارنا مقسم لمجالس الشيوخ، وبالليل: النسخ والمقابلة.
قال: فأتينا يوما أنا ورفيق لي شيخا، فقالوا: هو عليل، فرأينا في طريقنا سمكة أعجبتنا، فاشتريناها ، فلما صرنا إلى البيت، حضر وقت مجلس، فلم يمكنا إصلاحه، ومضينا إلى المجلس، فلم نزل حتى أتى عليه ثلاثة أيام، وكاد أن يتغير، فأكلناه نيئا، لم يكن لنا فراغ أن نعطيه من يشويه.
ثم قال: لا يستطاع العلم براحة الجسد
تذكرة الحفاظ (3/830)

"Kami pernah tinggal di mesir selama 7 bulan. Selama itu, tidak sekalipun kami makan sesuatu yang berkuah. Saat siang kami isi dengan hadir di majelis para guru. Malam tiba hanya berisi kegiatan menyalin dan mengoreksi tulisan kami.

Suatu hari aku dan temanku mendatangi seorang guru, para pelajar mengatakan :

'Beliau sedang sakit'

(Sepulang dari tempat guru tersebut) kami melihat ikan di pasar dan ingin membelinya. Sesampai di rumah, ternyata sudah masuk jadwal kajian guru berikutnya. Kami meletakkan ikan tersebut dalam keadaan belum tersiangi.

Kami kembali lagi ke rumah setelah tiga hari kemudian. Sementara ikan tersebut sudah mulai busuk. Karena tidak ada waktu lagi untuk meminta orang memasaknya, kami pun makan ikan tersebut dalam keadaan mentah"

(Kemudian beliau melanjutkan)

"Ilmu itu tidak diperoleh dengan badan yang santai-santai"

[Tadzkiratul Huffāzh 3/830, teks disalin dari saaid.net]

Kini telah tersedia banyak fasilitas, majelis yang diikuti pun tidak sebanyak para ulama' dulu, jangan sampai badan dibiarkan bermalasan.

Gambar : Suasana Majelis Al Muwattha' bersama Ustadz Hendri Waluyo Lensa hafizhahullahu di STDI Imam Syafi'î Jember.