- Al-Imam Al-Faqih Abu Ibrahim Isma'il ibn Yahya Al-Muzani Asy-Syafi'i atau Imam Al-Muzani rahimahullah bercerita :
“Aku menemui Imam Asy-Syafi’i, menjelang beliau wafat, lalu kubertanya : “Bagaimana keadaanmu pada pagi ini, Wahai Guruku ?”
Beliau menjawab : “Pagi ini, aku akan melakukan perjalanan meninggalkan dunia, akan berpisah dengan kawan-kawanku, akan meneguk gelas kematian, akan menghadap kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan akan menjumpai kejelekan amalanku. Aku tidak tahu : apakah diriku berjalan ke surga sehingga aku memberinya ucapan kegembiraan, atau berjalan ke neraka sehingga aku menghibur kesedihannya.”
Aku berkata : “Nasihatilah aku.”
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berpesan kepadaku : “Bertakwalah kepada Allah subhanahu wa ta'ala, permisalkanlah akhirat dalam hatimu, jadikanlah kematian antara kedua matamu, dan janganlah lupa bahwa engkau akan berdiri di hadapan Allah subhanahu wa ta'ala. Takutlah terhadap Allah ‘Azza wa Jalla, jauhilah segalah hal yang Dia haramkan, laksanakanlah segala perkara yang Dia wajibkan, dan hendaknya engkau bersama Allah, di manapun engkau berada. Janganlah sekali-kali engkau menganggap kecil nikmat Allah kepadamu (walaupun nikmat itu sedikit) dan balaslah dengan selalu bersyukur. Jadikanlah diammu sebagai tafakkur, pembicaraanmu sebagai dzikir, dan pandanganmu sebagai pelajaran. Maafkanlah orang yang mendhalimimu, sambunglah (silaturrahmi dari) orang yang memutus silaturahmi terhadapmu, berbuat baiklah kepada siapapun yang berbuat jelek kepadamu, bersabarlah terhadap segala musibah, dan berlindunglah kepada Allah subhanahu wa ta'ala dari api neraka dengan ketakwaan.”
Aku berkata : “Tambahlah (nasihatmu) kepadaku.”
Beliau melanjutkan : “Hendaknya kejujuran adalah lisanmu, menepati janji adalah tiang tonggakmu, rahmat adalah buahmu, kesyukuran sebagai toharahmu, kebenaran sebagai perniagaanmu, kasih sayang adalah perhiasanmu, kecerdikan adalah daya tangkapmu, ketaatan sebagai mata percaharianmu, ridha sebagai amanahmu, pemahaman adalah penglihatanmu, rasa harapan adalah kesabaranmu, rasa takut sebagai pakaianmu, shadaqah sebagai pelindungmu, dan zakat sebagai bentengmu. Jadikanlah rasa malu sebagai pemimpinmu, sifat tenang sebagai menterimu, tawakkal sebagai baju tamengmu, dunia sebagai penjaramu, dan kefakiran sebagai pembaringanmu. Jadikanlah kebenaran sebagai pemandumu, haji dan jihad sebagai tujuanmu, Al-Qur`an sebagai juru bicaramu dengan kejelasan, serta jadikanlah Allah subhanahu wa ta'ala sebagai Penyejukmu. Barangsiapa yang bersifat seperti ini, surga adalah tempat tinggalnya.”
Kemudian, Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengangkat pandangannya ke arah langit seraya menghadirkan susunan ta’bir. Lalu beliau bersya’ir :
"Kepada-Mu -wahai Ilah segenap makhluk, wahai Pemilik anugerah dan kebaikan-kuangkat harapanku, walaupun aku ini seorang yang bergelimang dosa. Tatkala hati telah membatu dan sempit segala jalanku kujadikan harapan pengampunan-Mu sebagai tangga bagiku. Kurasa dosaku teramatlah besar, tetapi tatkala dosa-dosa itu kubandingkan dengan maaf-Mu-wahai Rabb-ku-, ternyata maaf-Mu lebihlah besar. Terus menerus Engkau Maha Pemaaf dosa, dan terus menerus Engkau memberi derma dan maaf sebagai nikmat dan pemuliaan. Andaikata bukan karena-Mu, tidak seorang pun ahli ibadah yang tersesat oleh Iblis bagaimana tidak, sedang dia pernah menyesatkan kesayangan-Mu, Adam. Kalaulah Engkau memaafkan aku, Engkau telah memaafkan
Seorang yang congkak, dhalim lagi sewenang-wenang yang masih terus berbuat dosa. Andaikata Engkau menyiksaku, tidaklah aku berputus asa. walaupun diriku telah engkau masukkan ke dalam Jahannam lantaran dosaku. Dosaku sangatlah besar, dahulu dan sekarang, namun maaf-Mu -wahai Maha Pemaaf- lebih tinggi dan lebih besar.
Ustadz bilal abu azfa