Minggu, 23 Juli 2023

Faedah Daurah Bersama Syeikh Ibrahim Ruhaily :📝 Haramnya Beralasan Dengan Qadar Atas Perbuatan Maksiat

🔖Faedah Daurah Bersama Syeikh Ibrahim Ruhaily :

📝 Haramnya Beralasan Dengan Qadar Atas Perbuatan Maksiat

➡️ Hamba tidak boleh beralasan dengan takdir atas maksiat yang dilakukannya,  karena Allah memberikan kepadanya iradah (kemauan) dan ikhtiyar (pilihan) dalam amal perbuatan mereka yaitu ikhtiyar untuk taat ataupun ikhtiyar untuk berbuat maksiat.  Dan banyak dalil yang menjelaskan hal tersebut diantaranya QS. Al-An'am : 148-149. Juga QS. An-Nahl : 35

➡️ Diantara apa yang di jelaskan oleh Syeikh dalam kitabnya yaitu penjelasan bahwasanya tidak ada hujjah bagi seseorang yang berdalih dengan takdir atas dosa yang dilakukannya dengan Kisah Nabi Adam  yang mematahkan hujjah Nabi Musa atas *musibah* yang didapatinya,  yaitu dikeluarkan dari Surga

➡️ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
“Yang benar dalam kisah Nabi Adam dan Nabi Musa yaitu Nabi Musa Tidaklah mencela Nabi Adam kecuali dari sisi musibah yang di menimpanya dan keturunannya.  Nabi Musa tidak mencela Adam karena *dosa dan maksiat* yang dilakukannya karena *meninggalkan perintah Allah* (- yaitu mendekati buah terlarang -). Oleh sebab itu Nabi Musa hanya menanyakan :

لماذا أخرجتنا و نفسك من الجنة?  
Kenapa engkau mengeluarkan Kami dan dirimu sendiri dari Surga?

Nabi Musa tidak mengatakan :

لم خالفت الأمر?  ولماذا عصيت? 

Kenapa engkau menyelisihi perintah Allah?  Kenapa engkau bermaksiat kepada Allah? 

➡️ Nabi Musa adalah orang yang sangat tahu (أعلم) terhadap dosa yang dilakukan oleh Nabi Adam yang Beliau telah bertaubat darinya , karena Nabi Musa sendiri juga pernah berbuat dosa dan bertaubat atas dosanya tersebut. Dan Allah telah menerima taubat kedua Nabi-Nya dan memberikan hidayah-nya kepada mereka. Oleh karena itu celaan yang dilakukannya adalah *karena musibah* yang membuat anak keturunannya keluar dari Surga. (*)
 
(*Selesai ucapan Syeikh)

====

*(Tambahan dari Penulis Faedah:)*

➡️ Dalam sesi tanya jawab,  penulis menanyakan apakah para Nabi dan Rasul juga melakukan dosa?  Bukankah mereka bersifat Maksum? 

➡️ Kemudian dijawab oleh Syeikh (- secara makna - ) : 

أن الأنبياء و المرسلين يجري عليهم الذنوب لكنهم تابوا و تاب الله عليهم.  قال النبي صلى الله عليه وسلم : كلُّ ابنِ آدمَ خَطاءٌ وخيرُ الخطائينَ التَّوابونَ

والعصمة معناها أنهم معصومون من الشرك والكفر والكبائر

“Para Nabi dan Rasul juga berbuat dosa. Dan mereka telah bertaubat dari dosa tersebut dan Allah menerima taubat mereka. Nabi bersabda :
Setiap anak Adam pasti melakukan dosa.  Dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah mereka yang segera bertaubat. 

Makna *maksum* yaitu mereka (Nabi dan Rasul)  terjaga daripada berbuat syirik,  kufur,  dan dosa besar. 

📗 Sabilur Rasyad Fi Taqrir Masailil I'tiqad,  Hlm. 255-256

Masjid Abu Darda Pekanbaru,  4 Muharram 1445 H / 22 Juli 2023

✍🏻 *Riko Abu Faqih Abdillah - غفره الله -*