Kamis, 05 Desember 2019

Hukum Shalat Memakai Celana

Hukum Shalat Memakai Celana

هل الصلاة في البنطلون باطلة ؟ لأنني سمعت من يقول ذلك ، لأن البنطلون يحدد حجم العورة .
Pertanyaan :
“Apakah shalat menggunakan celana batal(tidak sah)? Karena saya pernah mendengar orang mengatakan demikian (diantaranya para ulama di Yaman, pent.), karena celana menggambarkan bentuk aurat (saat sujud, pent.)”

نص الجواب
Jawaban :
الحمد لله

أمر الله تعالى من أراد الصلاة أن يتخذ زينته ، فقال:
Alhamdulillah, Allah Ta'ala memerintahkan orang yang hendak shalat untuk memakai perhiasannya, Allah berfirman :

 ( يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ ) الأعراف/31 .

"Wahai anak Adam, ambillah(pakailah) perhiasan kalian ketika mendatangi masjid,   makan dan minumlah dan jangan melampaui batas. Sesungguhnya Dia tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A'raf:31)

فالمصلي مأمور بالتزين للصلاة ، لا كما يفعله كثير من المسلمين – للأسف – يصلي بثياب النوم أو ثياب المهنة ، ولا يتجمل للصلاة ، فإن الله تعالى جميل يجب الجمال .

Orang yang shalat diperintahkan untuk berhias, tidak sebagaimana yang jamak dilakukan oleh kaum muslimin -sangat disayangkan- shalat dengan pakaian tidur atau seragam kerja tanpa berhias untuk shalat. Sesungguhnya Allah Ta'ala itu indah dan mencintai keindahan.

واعتبر العلماء أقل حد لأخذ الزينة هو ستر العورة ، ولذلك نصوا على أن ستر العورة شرط من شروط صحة الصلاة ، فلا تصح الصلاة مع كشف العورة .

Para ulama menganggap kadar minimal berhias adalah dengan menutup aurat, karenanya mereka menggariskan bahwa menutup aurat merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Maka shalat tidak sah jika menyingkap aurat.

ومقتضى قولهم : " ستر العورة " أن الواجب هو ستر العورة ، وأنه مهما حصل الستر صحت الصلاة ، ولو كان الثوب ضيقاً يحدد العورة .
Konsekuensi menutup aurat adalah, bahwasanya yang wajib adalah menutup aurat, manakala terpenuhi menutup maka shalatnya sah meskipun pakaian yang dikenakan sempit dan membentuk aurat.

وهذا ما نص عليه العلماء من المذاهب الفقهية المختلفة صراحةً . وها هي أقوالهم في ذلك :

Hal ini sebagaimana teks yang jelas yang diungkapkan para ulama dari berbagai madzhab fiqih. Diatara pendapat mereka dalam hal ini;

أولا : المذهب الحنفي :
PERTAMA : Madzhab Hanafi

قال في "الدر المختار" (2/84) : " ولا يضر التصاقه وتشكله " اهـ . يعني : الثوب الذي يلبسه في الصلاة .

Di dalam kitab Ad-Durrul Mukhtar, (2/84) disebutkan : “Tidak memudharatkan ketat dan membetuknya pakaian.” Yakni, pakaian yang dia kenakan di dalam shalat.

قال ابن عابدين رحمه الله في حاشيته على "الدر المختار" : " قوله : ( ولا يضر التصاقه ) أي : بالألية مثلا ، وعبارة "شرح المنية" : أما لو كان غليظا لا يرى منه لون البشرة إلا أنه التصق بالعضو وتشكل بشكله فصار شكل العضو مرئيا ، فينبغي أن لا يمنع جواز الصلاة ، لحصول الستر " انتهى كلام ابن عابدين .

Ibnu Abidin rahimahullah berkata di dalam hasyiyah(catatan)nya atas Ad-Durrul Mukhtar : "Ucapannya -tidak memudharatkan ketatnya- yaitu : pada pantat misalnya." Dan ibarah di dalam kitab Syarhul Muniyah : “Adapun jika tebal hingga tidak terlihat warna kulit akan tetapi melekat dengan anggota badan dan membentuk lekukannya maka bentuk tubuhnya menjadi terlihat. Maka seyogyanya tidak sampai menghalangi bolehnya shalat (dengan pakaian tersebut) karena sudah cukup menutup (aurat).”
ثانيا : المذهب الشافعي :

قال النووي رحمه الله في المجموع (3/176) : " فلو ستر اللون ووصف حجم البشرة كالركبة والألية ونحوها صحت الصلاة فيه لوجود الستر ، وحكي الدارمي وصاحب البيان وجهاً أنه لا يصح إذا وصف الحجم ، وهو غلط ظاهر " انتهى كلام النووي .
KEDUA : Madzhab Syafi'i

Imam Nawawi rahimahullah berkata di dalam Al-Majmu (3/176) : “Jika menutupi warna, sifat bentuk dan kulit seperti lutut, pantat dan semisalnya (tertis, pent.), maka sah shalat dengannya karena menutupi. Ad-Darimi dan penulis Al-Bayan menghikayatkan satu sisi, bahwa tidak sah jika menggambarkan bentuk tubuh, dan ini merupakan kesalahan yang nampak."

ثالثاً : المذهب المالكي

KETIGA : Madzhab Maliki

قال في "الفواكه الدواني" (1/216) :

" ( وَيُجْزِئُ الرَّجُلَ الصَّلاةُ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ ) وَيُشْتَرَطُ فِيهِ عَلَى جِهَةِ النَّدْبِ كَوْنُهُ كَثِيفًا بِحَيْثُ لا يَصِفُ وَلا يَشِفُّ ، وَإِلا كُرِهَ وَكَوْنُهُ سَاتِرًا لِجَمِيعِ جَسَدِهِ . فَإِنْ سَتَرَ الْعَوْرَةَ الْمُغَلَّظَةَ فَقَطْ أَوْ كَانَ مِمَّا يَصِفُ أَيْ يُحَدِّدُ الْعَوْرَةَ . . . كُرِهَتْ الصَّلاةُ فِيهِ مَعَ الإِعَادَةِ فِي الْوَقْتِ " انتهى باختصار .

فذكر كراهة الصلاة في الثوب الذي يحدد العورة ، لا التحريم .

Di dalam kitab Al-Fawakihud Diwani, (1/216) disebutkan :
"(Sah seorang yang shalat dengan satu kain) dan disyaratkan dengan bentuk anjuran, dengan pakaian yang tebal, dimana tidak membentuk dan transparan. Jika tidak terpenuhi maka dimakruhkan dan harus menutup seluruh tubuh. Karena jika menutup aurat yang mughallazhah (qubul dan dubur, pent.) saja atau membentuk aurat..... Dimakruhkan shalat dengannya dan harus mengulang shalatnya pada waktunya." 

Beliau menyebutkan makruhnya shalat dengan pakaian yang mementuk aurat, tidak sampai mengharamkan.

وذكر في "حاشية الدسوقي" أن الصلاة في الثوب الواصف للعورة المحدد لها صحيحة ، ولكنها مكروهة كراهة تنزيهية ، ويستحب له أن يعيد إذا كان الوقت باقياً .

Disebutkan dalam hasyiyah Ad-Dasuqi bahwa shalat dengan pakaian yang menggambarkan aurat dan membentuknya adalah shahihah(sah), akan tetapi makruh tanzih dan disunnahkan untuk mengulang shalatnya jika masih tersisa waktu shalat.

وقال في "بلغة السالك" (1/283) :

" ولا بد أن يكون الساتر كثيفا وهو ما لا يشف في بادئ الرأي , بأن لا يشف أصلا ، أو يشف بعد إمعان النظر , فإن كان يشف في بادئ النظر , فإن وجوده كالعدم ( يعني كأنه يصلي عرياناً ، لعدم حصول الستر ) وأما ما يشف بعد إمعان النظر فيعيد معه في الوقت كالواصف للعورة المحدد لها , لأن الصلاة به كراهة تنزيه على المعتمد " انتهى بتصرف .

Di dalam kitab Bulghatus Salik, (1/283) disebutkan :
“Menjadi suatu keharusan pakaian yang menutup itu adalah tebal yaitu tidak terlihat transparan sejak awal dilihat. Pada dasarnya memang tidak transparan atau terlihat transparan setelah diperhatikan dengan seksama. Jika pada awal pandangan sudah terlihat transparan maka keberadaan pakaian tersebut seperti tidak adanya (Yakni seperti orang yang shalat dalam keadaan telanjang karena tidak terpenuhi makna menutup aurat). Adapun apa yg transparan setelah di terawang maka ia mengulang shalatnya seperti orang yang memakai pakaian yang membentuk auratnya. Karena shalat dengan pakaian seperti itu hukumnya makruh tanzih menurut pendapat yang mu'tamad."

رابعا : المذهب الحنبلي :

قال البهوتي رحمه الله في "الروض المربع" (1/494) : " ولا يعتبر أن لا يصف حجم العضو ، لأنه لا يمكن التحرز عنه " انتهى . قال ابن قاسم رحمه الله في حاشيته علي "الروض المربع" تعليقاً على قول البهوتي السابق : " وِفَاقاً " اهـ . يعني : للأئمة الثلاثة : وهم أبو حنيفة ومالك والشافعي رحمهم الله ، أي أن مذهب الإمام أحمد في هذا موافق لمذاهب الأئمة الثلاثة .

KEEMPAT : Madzhab Hanbali

Imam Al-Buhuti rahimahullah di dalam Ar-Raudhul Murbi', (1/494) berkata :
“Tidak dianggap pendapat yang mengharuskan tidak menggambarkan bentuk anggota badan, karena tidak mungkin menjaga dari hal itu." 
Ibnu Qashim rahimahullah berkata di dalam hasyiyahnya terhadap Ar-Raudhul Murbi' sebagai catatan terhadap ucapan Al-Buhuti diatas, "Sesuai". Yakni sesuai dengan pendapat 3 Imam, Abu Hanifah, Malik dan Syafi'i rahimahumullah. Yaitu bahwasanya pendapat Imam Ahmad dalam hal ini sesuai dengan pendapat 3 Imam Madzhab.

وقال ابن قدامة رحمه الله في "المغني" (2/287) : " وإن كان يستر لونها ويصف الخِلْقَة جازت الصلاة ، لأن هذا لا يمكن التحرز منه " اهـ .

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata di dalam Al-Mughni, (2/287) : “Meskipun pakaian itu menutup warna kulit dan menggambarkan bentuk tubuh, boleh(sah) shalatnya, karena hal ini tidak mungkin kita menjaga darinya."

وقال المرداوي في "الإنصاف" (1/471) :

" قال المجد ابن تيمية : يكره للمرأة الشد فوق ثيابها (بأن تلبس حزاماً أو نحوه فوق الثياب) , لئلا يحكي حجم أعضائها وبدنها . قال ابن تميم وغيره : ويكره للمرأة في الصلاة شد وسطها بمنديل ومِنْطَقة (حزام) ونحوهما " انتهى بتصرف .

Al-Mardawi berkata di dalam Al-Inshaf, (1/471) :
“Al-Majd Ibnu Taimiyyah (kakeknya Syaikhul Islam) berkata : Makruh bagi wanita untuk mengikat bajunya (dengan memakai sabuk atau semacamnya) agar tidak menggambarkan bentuk anggota tubuh dan badannya.
Ibnu Tamim dan selainnya berkata : Makruh bagi wanita di dalam shalatnya mengikat bagian tengah (perut, pent.) dengan sapu tangan, minthaqah(sabuk) dan selainnya.”

_____

وقال الشيخ سيد سابق رحمه الله في "فقه السنة" (1/97) :

" الواجب من الثياب ما يستر العورة وإن كان الساتر ضيقا يحدد العورة " اهـ .

Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah di dalam Fiqhus Sunnah, (1/97) berkata :
“Yang wajib dari pakaian adalah yang menutup aurat meskipun sempit dan membentuk aurat.”

وقد أفتى فضيلة الشيخ صالح الفوزان بصحة صلاة المرأة في الثوب الضيق الذي يحدد عورتها ، مع حصول الإثم بلبس هذا الثوب .

Fadhilatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan berfatwa dengan sahnya shalat seorang wanita yang memakai pakaian yang sempit yang membentuk auratnya bersamaan dengan mendapat dosa karena memakai pakaian tersebut.
فقال :

" الثياب الضيقة التي تصف أعضاء الجسم وتصف جسم المرأة وعجيزتها وتقاطيع أعضائها لا يجوز لبسها ، والثياب الضيقة لا يجوز لبسها للرجال ولا للنساء ، ولكن النساء أشدّ ؛ لأن الفتنة بهن أشدّ .

Beliau berkata : “Pakaian sempit yang membentuk anggota tubuh dan badan wanita, (maaf) pantatnya dan lekuk tubuhnya, tidak boleh dipakai. Dan pakaian sempit tidak boleh dipakai baik bagi pria maupun wanita, akan tetapi (larangan) bagi wanita lebih kuat karena fitnah yang ditimbulkan dari wanita juga lebih besar."

أما الصلاة في حد ذاتها ؛ إذا صلى الإنسان وعورته مستورة بهذا اللباس ؛ فصلاته في حد ذاتها صحيحة ؛ لوجود ستر العورة ، لكن يأثم من صلى بلباس ضيق ؛ لأنه قد يخل بشيء من شرائع الصلاة لضيق اللباس ، هذا من ناحية ، ومن ناحية ثانية : يكون مدعاة للافتتان وصرف الأنظار إليه ، ولا سيما المرأة ، فيجب عليها أن تستتر بثوب وافٍ واسعٍ ؛ يسترها ، ولا يصف شيئًا من أعضاء جسمها ، ولا يلفت الأنظار إليها ، ولا يكون ثوبًا خفيفًا أو شفافًا ، وإنما يكون ثوبًا ساترًا يستر المرأة سترًا كاملاً " انتهى .

"المنتقى من فتاوى الشيخ صالح الفوزان" (3/454) .

“Adapun shalat sesuai batasan dzatnya, jika seseorang shalat dan auratnya tertutup dengan pakaian ini maka shalatnya pada batasan dzatnya tetap sah karena adanya penutup aurat. Akan tetapi orang yang shalat dengan pakaian sempit berdosa. Karena dia telah merusak salah satu syari'at shalat karena sempitnya pakaian, ini dari satu sisi, dan dari sisi lainnya, memicu fitnah dan memalingkan pandangan kepadanya dan hendaknya pakaian itu tidak tipis dan transparan akan tetapi hendaknya pakaian yang menutupi wanita dengan sempurna.”

Al-Muntaqa min Fatwa Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, (3/454)

Sumber : www.islamqa.com

_____

Sebagai bentuk ihtiyath(kehati-hatian), para ulama di Yaman menasehatkan untuk melapisi celana dengan sarung atau jubah agar ketika sujud tidak membentuk aurat (pantat dan testis).

Tambahan dari saya, bisa juga dengan kurta atau gamis selutut. Atau celana/sirwal yang benar-benar lebar seperti orang Pakistan atau Kurdi.

Wallhu A'lamu bish Shawab

والله تعالى أعلم .

Abu razin Taufiq