Selasa, 04 Juli 2023

Puasa dan hari raya bersama jama'ah kaum muslimin di negeri masing².

Puasa dan hari raya bersama jama'ah kaum muslimin di negeri masing².

Ada yg berpendapat yg rojih adalah pendapat 1 mathla' untuk seluruh dunia karena apalagi saat ini teknologi sudah mendukung, adapun zaman dahulu belum ada, dan kita diperintahkan untuk bertakwa sesampunipun kita, maka jika sudah ada teknologi kemampuan kita berarti sudah beda, intinya berubah tak bisa disamakan denga yg dulu.

Fawaid dari guru saya ust Abu Ihsan Almaidany dengan bbrp tambahan:
Jika syariat berubah karena teknologi maka ketika berawan tidak perlu menggenapkan 30 syaban, dan semua sudah bisa diprediksi dengan ilmu hisab falaky.

Syahid bagi wanita berzina tak perlu 4 lagi karena teknologi kamera, dan test dna, sperma fulan dan fulan.

Adapun tetap memakai syariat sesuai sunnah walau teknologi ada, maka sesuai dengan hadits :

إنَّا أمَّة أمِّيَّة لا نكتب ولا نحسب
"Kita adalah umat yg ummi tidak menulis dan tidak menghitung"

Untuk urusan syariat tak berubah karena teknologi.

Adapun urusan dunia kita menggunakan hisab matematik teknologi.

Sebagaimana ulama menjelaskan hadits ini:

وقد ورد هذا الحديث في مسألة دخول الشهر الهلالي ، وهو يدل على أنه لا يُلتفت في  معرفة دخول الشهر إلى الحسابات الفلكية وإنما يُعتمد على الرؤية الظاهرة للقمر عند ولادته فنعرف دخول الشهر ، فالحديث سيق لبيان أنّ الاعتماد على الرؤية لا على الحساب ولم يأت لحثّ الأمة الإسلامية للبقاء على الجهل وترك تعلّم الحساب العادي وسائر العلوم النافعة

"Sungguh hadits ini munculnya dalam masalah masuknya hilal ditiap awal bulan, dan menunjukkan bahwa kita tidak memperhitungkan hisab (matematika, teknologi) dalam menentukan awal bulan (hanya bantuan berupa teleskop untuk melihat semoga tidak masalah) hanya saja dhohir bulan terlihat saat kemunculanya maka kita mengetahui masuk awal bulan darinya, maka hadits menerangkan yg dianggap adalah ru'yah bukan hisab, dan hadits juga tidak menyuruh agar umat islam meninggalkan hisab dan tidak mempelajarinya untuk ilmu² yg bermanfaat selainya."

Dan berhari raya bersama amir masing² negara banyak riwayat salah satunya dari Aisyah , Umar ibnul Khattab dll. Hingga Umar ingin memukul kepala seseorang yg berbuka duluan karena melihat hilal, sedangkan manusia belum melihat.

Adapun dari Aisyah:

Dari Ust Ristiyan Ragil Putradianto :
Masruq, seorang tabi'in, bercerita:

أنه دخل هو ورجل معه على عائشة يوم عرفة،فقالت عائشة : يا جارية ! خوضي لهما سويقاً وحليةً فلولا أني صائمة لذقته ، قالا : أتصومين يا أم المؤمنين! ولا تدرين لعله يوم يوم النحر ، فقالت : إنما النحر إذا نحر الإمام ، وعظم الناس ، والفطر إذا أفطر الإمام وعظم الناس

Masruq dan temannya memasuki rumah 'Aisyah pada hari 'Arafah. 'Aisyah berkata kepada pelayan beliau: "Wahai pelayan, berilah keduanya sawiq dan bumbunya. Kalau bukan karena aku berpuasa, tentu aku mencicipinya." 

Masruq dan temannya bertanya, "Apakah engkau berpuasa wahai Ummul Mukminin? Anda tidak tahu bahwa boleh jadi hari ini adalah hari 'Idul Adha."

Maka Aisyah berkata: 

"Hari 'Idul Adha adalah pada hari yang mana pemimpin dan mayoritas orang berkurban dan hari 'Idul Fitri adalah pada hari yang mana pemimpin dan mayoritas orang berbuka."

[Riwayat 'Abdurrazaq dalam Al Mushannaf 4/157. Sanadnya bagus menurut Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah: 389]

Ibnu Rajab -rahimahullah- mengatakan:

وهذا الأثر صحيح عن عائشة رضي الله عنها إسناده في غاية الصحة، ولا يعرف لعائشة في ذلك مخالف من الصحابة

"Atsar ini shahih dari 'Aisyah dengan sanadnya yang sangat shahih, dan tidak ditemui sahabat yang menyelisihi beliau"

ومما يؤخذ من كلام عائشة رضي الله عنها أنها أشارت إلى أن يوم عرفة هو يوم مجتمع الناس مع الإمام عَلَى التعريف فيه، ويوم النحر هو الَّذِي يجتمع الناس مع الإمام عَلَى التضحية فيه، وما ليس كذلك فليس بيوم عرفة ولا يوم أضحى، وإن كان بالنسبة إِلَى عدد أيام الشهر هو التاسع أو العاشر

"Di antara faidah dari perkataan Aisyah radhiyallahu 'anha di atas adalah: Beliau mengisyaratkan bahwa puasa Arafah adalah hari dimana semua orang berpuasa Arafah bersama pemimpinnya, begitu pula Idul Adha adalah hari dimana semua orang dan pemimpinnya sepakat untuk Idul Adha di hari tersebut.

Jika bukan demikian maka bukan hari Arafah, bukan pula hari Idul Adha, walaupun secara hitungan hari dia masuk di hari ke-9 atau ke-10."

[Ahkamul Ikhtilaf fi Ru'yati Hilal Dzilhijjah hal. 36-37]

Wallahu a’lam.

Mbs~