📝 Mengetahui dan mempelajari hukum sesuatu itu amat penting sekali untuk mengetahui hukum asal, lalu pengecualian dan kondisi lainnya yang berubah dari hukum asal sehingga berbeda hukumnya dari hukum asal awal, jika diiringi dengan pengetahuan dengan banyak perinciannya, cabang satu, dua, tiga dan seterusnya, kompromi masalah satu dengan lainnya, dalil yang satu dengan yang lainnya maka itu adalah anugrah fiqh yang patut disyukuri dan terus dikembangkan.
Misalnya hukum asal shalat 5 waktu adalah wajib beserta rukunnya. Selain itu shalat tidak wajib berdasarkan hadits Arab badui, menurut mazhab Asy-Syafi'iy. Ketika safar boleh dijamak dan diqashar dengan syaratnya, ketika uzur hujan, istihadhah, sakit dan ketika haji bisa dijamak saja dengan syaratnya. Boleh shalat di atas kendaraan dan keringanan dari beberapa rukun shalat untuk shalat sunah. Ketika sakit bisa diganti thaharah air dengan tanah, keringanan rukun shalat yg tidak mampu dilakukan dll.
Tidak bisa bahkan fatal seseorang jika mengatakan secara umum : shalat itu boleh duduk. Shalat itu boleh tidak menghadap kiblat. Shalat itu boleh pakai tanah tanpa air. Shalat itu boleh di atas kendaraan walaupun mampu turun. Shalat itu boleh dijamak dan diqashar kapan saja. Jelas ini salah dan bentuk kerancuan.
Hal ini bisa terjadi hampir di semua masalah ilmiah, pasti ada hukum asalnya dan ada hukum pengecualiannya dan salah fatal jika pukul rata. Hukum asal ghibah seorang muslim adalah haram berdasarkan ayat Al-Hujurat bahkan dosa besar. Ada kondisi keluar dari hukum asal seperti 6 perkara yang disebutkan oleh Imam An-Nawawiy dalam Riyadhush-Shalihiin, di antaranya tahdzir dari keburukan. Tapi jangan dibalik atau bahkan dipahami 1 hukum saja = boleh obral tahdzir kapan saja dimana saja, walaupun belum jelas sembari melalaikan hukum asal. Salah-salah anda bisa menjadi orang bangkrut pada hari kiamat kelak.
Yang mirip dengan di atas adalah tabdii', hukum asalnya juga sama awalnya haram, baru termasuk ke pengecualian jika terbukti ada bid'ah, bahkan Imam Ad-Darimiy mengkategorikan bahwa tabdii' ketika belum jelas adalah bentuk kebodohan. Dan tentu jika salah vonis dan tidak rujuk, tidak meminta maaf, terancam lagi dengan hadits hakikat bangkrut.
Ust varian Ghani